Selama di rumah sakit, Aira dan Alea terus menjaga Aiden, terlebih Aira. Dia sangat telaten menjaga suaminya. Hal ini membuat Aiden merasa senang. Tak terasa sudah seminggu Pria dingin itu berada di rumah sakit, Segala upaya pengobatan terbaik diberikan sehingga tubuhnya cepat pulih. “Aku bosan disini terus.” Keluhnya sambil menatap Alea dan Aira. “Kak, kamu masih sakit.” Protes Alea sambil menatap kakaknya tajam. “Iya iya Sayang.” Pria itu mencubit hidung adiknya. Alea tersenyum lalu memeluk sang kakak. “Syukurlah Kak, keadaanmu semakin membaik. Aku benar-benar takut jika terjadi apa-apa denganmu.” Katanya. “Maafkan kakak Alea.” Sahut Aiden. Aiden melepas pelukan adiknya, dia merasa tubuh sang adik terasa berat. “Alea kakak perhatian kamu agak gemukan.” Pria itu menatap ujung kepala sampai ujung kaki sang adik. Sambil tersenyum Alea mengelus perutnya yang lumayan membuncit. Memang dia belum memberitahukan berita kehamilannya pada sang kakak. Aiden begitu protektif
“Tuan…” Aira terus menangis. Bersamaan Arthur datang dengan anak buahnya. Pria itu sangat shock melihat sang Tuan terbaring bersimbah darah.Tanpa banyak kata dia langsung membawa Aiden ke rumah sakit, sementara anak buahnya mengamankan Hardan. Sesampainya di rumah sakit, Aiden langsung ditangani. Tangannya patah, kepalanya cedera, beberapa bagian wajah mengalami luka robek sehingga Dokter harus melakukan operasi. Di depan ruang operasi, Aira terus saja menangis, dia sangat takut jika Aiden kenapa-kenapa. “Tuan Arthur apa Tuan Aiden akan baik-baik saja?” Tanya Aira. “Dia manusia kuat, saya yakin Tuan akan baik-baik saja.” Jawab Arthur. Tatapan pria itu mengarah ke Aira, seorang Aiden rela dipukuli hanya demi seorang wanita, sudah sedalam itukah cintanya kepada Aira? Memang benar cinta itu buta, dan membuat orang jadi bodoh. Biasanya Aiden penuh perhitungan, dia juga akan menggunakan strategi namun kali ini pria itu benar-benar menyerahkan diri, agar cintanya tidak tersakiti.
“Aku harus membunuhnya.” Ujar Hardan. “Dia begitu kuat, memiliki banyak anak buah bagaimana bisa kamu membunuhnya.” Sahut Aira. Suara tawa Hardan menggema, umpan sudah ada di tangannya jadi mudah sekali untuk membuat Aiden datang menyerahkan nyawa. Mendengar itu Aira juga tertawa, “Aiden tidak mencintaiku, pernikahan kami hanya sebuah kebetulan saja.” Dia berusaha memprovokasi Hardan agar mengurungkan niatnya. “Kita lihat saja.” Sahut Hardan. Pria itu terlihat tenang meski hatinya was-was, apa benar Aiden tidak mencintai istrinya? Jika kali ini temannya tidak datang, sia-sia dia menculik Aira. Hardan memerintahkan anak buahnya untuk menghubungi Aiden, terdengar Aiden begitu mengkhawatirkan Aira. “Datang dan jemput istrimu sendiri!” Kata anak buah Hardan. Aira berteriak meminta Aiden untuk tidak melakukannya. “Jangan datang atau mereka akan membunuhmu!” Hardan sontak menutup mulut Aira, sementara Aiden meminta mereka untuk tidak menyakiti istrinya. “Kami t
Meski tidak lembut tapi Aiden mulai memperkenalkan Aira pada koleganya, hal ini membuat Aira senang, mengambil hati Aiden memang harus sabar. Malam itu Aiden kembali mengajak Aira ke pesta, sama seperti sebelumnya wanita itu diperkenalkan sebagai wanitanya. “Aku nggak menyangka Aiden temanku bisa menyukai wanita.” Kata Hardan lalu merangkul temannya. “Aku masih normal.” Sahut Aiden kesal. Suara tawa menggema, Hardan dan semua yang ada disana mengucapkan selamat pada CEO dingin nan kejam itu. Ketika Aiden dan koleganya mengobrol bersama, Aira berjalan mengambil minuman siapa sangka Diego juga ada disana. “Diego.” Mulut Aira sontak memanggil mantannya. Ingatan waktu itu kembali mencuat, waktu itu gara-gara mengobrol dengan Diego dirinya disetubuhi secara brutal oleh Aiden. Kali ini sebelum Adrian melihat mereka Aira buru-buru mengambil minuman lalu pergi tapi Diego sepertinya tidak membiarkan mantan kekasihnya itu pergi. “Aira kenapa kamu menghindar?” Tanya Diego. Netra Aira m
Definisi susah dicari sendiri, hanya ingin melampiaskan keinginan sesatnya Anita kini malah terancam mendekam di penjara. Wanita itu ambruk di lantai, keangkuhannya runtuh seketika, menyisakan rasa takut yang takut yang dalam. Adrian mencoba menghubungi kliennya itu tapi panggilannya terus ditolak. “Bagaimana ini Sayang? Perusahaan kamu akan merugi.” Pria itu nampak frustasi merasa bersalah pada istrinya yang tidak becus mengurus perusahaan. Sama seperti Adrian, Alea juga menghubungi klien itu tapi lagi-lagi panggilannya ditolak. Tak selang lama asisten klien itu menghubungi, dia bilang proyek ini sementara ditunda dulu. Tatapan Adrian kini mengarah pada Anita, dengan kuat tangannya mencekik leher sekretaris bodohnya itu. "Kurang baik apa aku sama kamu Anita!" Suara baritonnya membuat Anita menangis, wanita itu meronta meminta untuk diampuni. “Mas jangan.” Alea mencoba melepas tangan Adrian. “Dia pantas mati Sayang!" Sahut Adrian. "Dia mati pun tidak akan membuat klien
Adrian dan Alea mulai merasakan sesuatu yang aneh. “Mas ayo kita ke kamar.” Pinta Alea. “Ayo sayang.” Sahut Adrian sambil memegang belakang lehernya. Saat mereka akan ke kamar, tiba-tiba Anita keluar dari tempatnya, dengan membawa berkas dia mengajak Adrian untuk diskusi mengenai proyek besok.“Apa harus sekarang?” Suara Adrian terdengar sangat berat. “Iya Pak, karena besok ada janji dengan klien penting." Jawab Anita sambil menunjukkan pesan yang dikirim asisten kliennya. Adrian meminta Alea ke kamar dulu, dia harus menyelesaikan pekerjaannya malam ini juga. Alea menatap Anita, dia terus memegang tengkuknya. “Aku temani.” Sahut Alea. Anita mengepalkan tangan, tapi kemudian dia tersenyum licik. Obat tidur yang dia berikan pada Alea akan segera bereaksi jadi tidak masalah jika Alea menunggui mereka berdiskusi. Mata Adrian kian lama kian berat, dia sudah tidak bisa menahan kantuk, sementara Alea terus memanas, melihat Adrian dia sudah tak tahan lagi. Wanita itu bangkit, dia s