Diiringi tetesan air sebagai latar suara, Nathan menatap wajah Vira yang berada tepat di depannya. Lekat dan intens, seakan-akan berusaha menyelami dua manik hitam itu yang di momen ini enggan memancarkan binar. Kemudian Nathan kembali mencium bibir Vira hingga bibir keduanya kini saling bertautan.Mata Vira terpejam, kedua tangannya kini melingkar di leher Nathan yang kokoh. Sementara tangan Nathan mulai bergerilya meraba punggung Vira yang masih terhalang bajunya yang basah.Salah satu tangan Nathan pun mulai membuka satu persatu kancing baju Vira, menyisakan bra berenda hitam yang membalut dua buah gundukan lembut milik Vira. Namun, Nathan tidak membiarkan benda itu berlama-lama menutupi kedua gundukan bukit yang indah tersebut. Dalam hitungan detik, tangan Nathan pun melepas pengait bra diselingi dengan kecupan hangat di bahu Vira, dan kini dadanya sudah benar-benar terekspos sepenuhnya.Nathan kini beralih menciumi ceruk leher Vira, menyesapnya meninggalkan beberapa jejak kepem
Di tengah perjalanan, Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membelah jalanan di malam yang sudah mulai larut. Kata-kata Vira terngiang-ngiang di telinganya, beriringan dengan kenangan pahit dimasa lalunya."Cinta?" gumam Nathan sambil mendengus kesal. "Omong kosong!" Senyum getir pun terbit di bibirnya.Tin! Tin!Nathan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali di depan sebuah rumah dengan pagar besi yang menjulang tinggi.Seorang satpam bergegas membukakan pintu pagar itu untuk Nathan. Ia pun langsung mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang terlihat sangat besar itu.Nathan menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kemudian ia menghembuskannya secara kasar, karena sebentar lagi ia merasa tidak akan bisa menghirup udara segar saat dia sudah mulai masuk ke dalam rumah itu bertemu dengan papanya.Rumah besar yang Nathan datangi itu merupakan rumah Bramantyo, ayah kandungnya yang otomatis rumah itu juga rumah Nathan. Namun Nathan merasa enggan untuk ting
Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya."Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya."Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam."Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya."Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?""Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan."Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan."Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan.Sontak hal itu
"Apa kau masih perawan?" Pertanyaan itu berhasil membuat tubuh wanita itu tertegun di tempatnya.Wanita itu bernama Virani Kavita. Panggil saja Vira, wanita berusia 23 tahun itu harus menjalani kehidupan yang begitu pahit. Sebagai anak pertama, Vira harus menggantikan tanggung jawab sang ayah sebagai tulang punggung keluarga, karena sang ayah tidak mau bertanggung jawab atas istri dan kedua anaknya. Dan sekarang ia harus kembali menghadapi kenyataan pahit yaitu penyakit jantung sang ibu membuatnya terbaring lemah tak berdaya."Kenapa anda bertanya seperti itu, Pak?""Aku akan memberikanmu uang sebanyak yang kau inginkan, tetapi dengan satu syarat..." ucap seorang pria dengan nada suara baritonnya yang khas.Raditya Nathan Wijaya, nama pria itu. Dia adalah Seorang CEO muda dari sebuah perusahaan multinasional bernama New Month Company. Pria tampan yang memiliki harta melimpah yang banyak digilai para wanita.Pria itu kini sedang duduk bersandar di atas kursi kebesarannya dengan kedua
Vira sangat membutuhkan uang itu untuk Ningrum, ibunya yang sedang sakit. Tapi apakah ia harus menyerahkan kehormatannya pada Nathan? Tidak! Vira tidak akan melakukan itu.Seperti nasihat ibunya, kehormatan bagi wanita selayaknya sebuah mahkota. Vira harus menjaganya, lalu memberikannya pada suaminya kelak. Bukan pada lelaki dihadapannya yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum penuh hinaan."Sepertinya aku telah salah meminjam uang kepada anda, Pak. Aku mengurungkan niatku, permisi!"Ceklek! Brakk! Vira membuka lalu membanting pintu tersebut dengan kasar. Melihat hal itu Nathan hanya tersenyum tipis, wanita yang benar-benar unik dan menarik untuknya.Baru kali ini ada wanita yang begitu berani bersikap kurang ajar seperti itu kepadanya, dan bahkan berani menolaknya mentah-mentah. Tidak seperti para wanita lainnya, harus Nathan akui bahwa Vira memang sangat berbeda dengan para wanita yang pernah ia temui. Para wanita itu bahkan akan secara suka rela menawarkan tubuhnya kepada N
Sambil melamun Vira berjalan menyusuri jalanan, dia kembali teringat dengan ibunya yang sedang sakit dan harus segera di operasi.Namun, bagaimana dia bisa membiayai pengobatan ibunya jika uang sepeser saja dia tidak punya, bahkan Vira kini terancam di pecat."Kemana aku harus mencari uang?" gumam Vira dengan tatapan kosong sambil terus berjalan. Namun, tiba-tiba...Byur!Cipratan air yang berasal dari genangan air yang terlindas mobil mengguyur bajunya. Alhasil, blouse berwarna putih bersih itu kini telah berubah menjadi warna cokelat meski tidak sepenuhnya."Awhhh," Vira mendesah pelan sambil mengusap pakaiannya yang sudah kotor.Dia mengamati dirinya yang kini lebih mirip seperti seekor tikus yang tercebur got. Ingin sekali Vira membalas pengemudi sialan itu, namun sayang dalam hitungan detik mobil tersebut sudah tidak terlihat lagi.Dengan penampilan yang terlihat menyedihkan, Vira masih meneruskan langkahnya. Kini kaki Vira melangkah memasuki gang kecil yang menghubung ke kontrak
Bruk!"Kakak, ibu pingsan!" teriak Panji.Vira langsung menoleh, "Panji, kita bawa ibu ke rumah sakit sekarang! Ibu harus segera ditangani oleh dokter. Untung saja kakak tidak menyerahkan semua uang kakak pada ayah, jadi kita bisa membawa ibu berobat sekarang."Harapan kembali tumbuh di hati Panji. Matanya berbinar menatap Ningrum yang tidak sadarkan diri."Baik, kak. Ayo kita berangkat sekarang."Sesampainya di rumah sakit, perawat datang dan membawa Ningrum untuk dilakukan pemeriksaan.Tanpa terasa air mata menetes di manik mata Vira. Gadis itu tampak lemas ketika ia melihat para suster dan dokter sedang melakukan tindakan untuk menyelematkan sang ibu.Beberapa saat kemudian, pintu ruangan tersebut terbuka. Seorang wanita berpakaian serba putih menyembul keluar."Keluarga pasien atas nama Ibu Ningrum?" ucap suster tersebut."Saya sus," sahut Vira. Vira dan Panji pun langsung menghampiri suster tersebut."Anda keluarganya?" tanya suster tersebut."Iya dok, kami anak-anaknya," sahut
"Vira, sebaiknya kamu ikut aku. Kita berbicara di tempat lain," ucap Ana.Kemudian Ana membawa Vira masuk ke dalam mobilnya. Kini Ana akan membawa Vira ke sebuah taman."Ini, minumlah!" Ana membawa dua gelas minuman hangat ditangannya. Ia pun memberikan salah satunya kepada Vira yang sedang duduk di sebuah kursi panjang."Terimakasih, Na." Vira menerima minuman itu dari tangan Ana lalu meminumnya untuk meredakan rasa dingin dari dinginnya angin malam yang mulai menusuk hingga ke tulangnya. Ana pun duduk disebelah Vira."Sekarang katakan! Apa masalahmu, Vira? Siapa tahu saja aku bisa membantumu," ucap Ana.Vira menatap Ana dengan tatapan yang dipenuhi keraguan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Ana."Vira," Ana memegang kedua bahu Vira sambil menatapnya."Sudah berapa lama kita saling mengenal dan bersahabat?" tanya Ana lagi."Sejak kita masih SMA, sekitar tujuh tahun," jawab Vira."Lalu kenapa kamu, masih saja tidak mau berbagi masalahmu denganku, Vira?" tanya Ana."Apa kamu