Virani Kavita, seorang wanita muda berusia 23 tahun yang rela menukar harga dirinya demi sejumlah uang untuk biaya operasi transplantasi jantung ibunda tercintanya. Ialah Raditya Nathan Wijaya, seorang CEO muda yang merupakan atasan Vira lah yang membuat perjanjian kontrak kepadanya, dengan syarat wanita itu mau menjadi pemuas nafsu dirinya selama tiga bulan! Namun, siapa sangka, Vira dan Nathan mulai merasakan benih-benih cinta yang tumbuh seiring berjalannya waktu. Sayangnya hubungan mereka ditentang keras oleh ayah Nathan. Segala cara dilakukan ayah Nathan untuk membuat dua sejoli itu terpisah. Mampukah keduanya merajut impian menjalani hidup berdua bersama? Apakah kisah Vira dan Nathan akan berakhir bahagia?
View More"Apa kau masih perawan?"
Pertanyaan itu berhasil membuat tubuh wanita itu tertegun di tempatnya.Wanita itu bernama Virani Kavita. Panggil saja Vira, wanita berusia 23 tahun itu harus menjalani kehidupan yang begitu pahit.Sebagai anak pertama, Vira harus menggantikan tanggung jawab sang ayah sebagai tulang punggung keluarga, karena sang ayah tidak mau bertanggung jawab atas istri dan kedua anaknya. Dan sekarang ia harus kembali menghadapi kenyataan pahit yaitu penyakit jantung sang ibu membuatnya terbaring lemah tak berdaya."Kenapa anda bertanya seperti itu, Pak?""Aku akan memberikanmu uang sebanyak yang kau inginkan, tetapi dengan satu syarat..." ucap seorang pria dengan nada suara baritonnya yang khas.Raditya Nathan Wijaya, nama pria itu. Dia adalah Seorang CEO muda dari sebuah perusahaan multinasional bernama New Month Company. Pria tampan yang memiliki harta melimpah yang banyak digilai para wanita.Pria itu kini sedang duduk bersandar di atas kursi kebesarannya dengan kedua tangannya yang bertaut di bawah dagu serta kedua kakinya disilangkan sambil menatap gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah yang membutuhkan belas kasihan."A-apa syaratnya, Pak?" tanya Vira dengan sedikit ragu-ragu. Wanita itu bahkan tak berani menatap wajah pria yang merupakan atasannya itu secara langsung."Aku akan menanggung semua biaya pengobatan ibumu sampai dia sembuh, asalkan... kamu bersedia menjadi teman tidurku selama tiga bulan."Jeduer! Bagaikan tersambar petir di siang bolong, itulah yang dirasakan oleh Vira saat ini. Mendengar ucapan Nathan yang begitu lancang dan diluar dugaannya, membuat Vira membulatkan bola matanya.Menjadi teman tidur selama tiga bulan? Yang benar saja, apa pria ini sudah tidak waras?"Apa? Apa anda sudah gila? Memanfaatkan kesedihan seseorang untuk kepentingan anda sendiri?" teriak Vira dihadapan Nathan.Vira memang sangat tahu lelaki seperti apa Nathan. Dia adalah perwujudan sempurna seorang lelaki dalam hal fisik. Wajahnya tampan dan tegas, mata abunya selalu bisa membius siapa saja, terkecuali Vira yang baru bekerja satu tahun di perusahaan itu.Hari ini Vira memberanikan diri datang ke ruang kerja Nathan, menunduk dihadapannya untuk meminjam uang. Vira pun mengatakan uang itu akan ia gunakan untuk biaya operasi transplantasi jantung ibunya.Tetapi jawaban lancang itulah yang diberikan oleh Nathan, membuat wajah Vira memerah dengan tangannya yang terkepal marah."Tidak! Justru saya menawarkan bantuan dengan imbalan... Keperawananmu," ujar Nathan.Plak! Sebuah tamparan mendarat begitu saja tepat di pipi pria bermata abu tersebut."Berani sekali kau..." hardik Nathan sambil memegangi pipinya yang terasa panas."Harusnya aku yang berkata seperti itu kepada anda, Pak!" ucap Vira dengan nada suara yang bergetar.Dia kini tak lagi memandang hormat kepada pria yang kini berada dihadapannya. Vira sudah melupakan status pria itu sebagai atasannya, saat pria itu dengan begitu berani melecehkannya."Dengarkan aku Tuan Nathan yang terhormat! Aku tahu dengan uangmu, anda bisa menghabiskan waktu dengan wanita mana saja yang anda inginkan. Tapi aku bukan mereka! Lancang sekali anda berbicara seperti itu padaku. Anda pikir bisa dengan mudah menjerat wanita miskin sepertiku ke atas ranjangmu? Itu tidak akan pernah terjadi, Pak!" tegas Vira sambil menggertakkan giginya."Kenapa tidak?" Nathan mengangkat tangan dan pundaknya di depan Vira."Kau tahu? Sejak kecil, aku sudah terbiasa mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku bukannya ingin menghinamu, Vira! Tapi kau tiba-tiba datang ke ruanganku dan meminjam uang dua ratus juta padaku, padahal kau belum genap satu tahun bekerja di perusahaan ini. Kau pikir aku ini nenek moyangmu yang bisa kau pinjami uang seenaknya?"Vira membisu. Tetapi nafasnya menderu, naik turun karena merasa sangat dihina oleh Nathan. Vira bukanlah orang yang gemar meminjam uang. Seandainya saja ibunya tidak sakit parah, mana mungkin ia akan senekat ini."Vira, aku sedang memberikan penawaran yang terbaik, kau membutuhkan uangku dan aku menginginkan keperawanan serta pelayananmu selama tiga bulan. Jika kau setuju, aku akan memberikanmu imbalan dua ratus juta tanpa kau perlu mengembalikannya. Bahkan aku akan membiayai pengobatan ibumu sampai sembuh.""Coba pikirkan baik-baik, Vira! Tawaranku sangat menarik, bukan?" tanya Nathan sambil melemparkan senyum penuh ejekan.Vira menggeram, tangannya semakin mengepal erat dikedua sisi tubuhnya."Anda sangat licik, Pak. Aku belum pernah bertemu orang sebrengsek anda!" ucap Vira."Itulah diriku, Vira." Nathan mengangkat bahunya dengan acuh."Aku tahu anda orang kaya, tetapi bukan berarti kamu bisa membeli kehormatan dan harga diri seseorang dengan sesuka hatimu. Apa menurutmu kehormatan seorang wanita hanya bernilai puluhan atau ratusan juta?" sergah Vira.Nathan tertawa saat mendengar ucapan Vira yang begitu berani itu. Namun hal itu tidak membuat Nathan merasa gentar sedikitpun."Jika iya memang kenapa? Apa aku salah? Bukankah semua wanita itu sama? Mereka rela menukar kehormatannya hanya demi seonggok uang ratusan atau milyaran," ucap Nathan sembari mencapit dagu Vira lagi.Vira yang merasa dirinya telah dilecehkan oleh atasannya sendiri pun tidak bisa menahan luapan api emosi yang berkobar dari dalam dirinya. Wajahnya tampak merah padam.Bagaimana tidak? Seorang pria secara terang-terangan tengah menginjak-injak harga dirinya tepat dihadapannya, tentu saja membuat Vira merasa tidak terima.Apa lelaki ini tidak mempunyai seorang ibu? Atau saudara perempuan? Apa dia tidak berpikir jika seandainya ibu atau saudara perempuannya lah yang diperlakukan seperti itu."Jelas anda salah, Pak!" geram Vira sambil menampik tangan kotor milik pria itu dengan kasar."Dengarkan aku baik-baik Pak Nathan yang terhormat! Jika anda menganggap aku sama seperti wanita lainnya yang rela menukar kehormatannya demi uang, maka anda salah besar!" ucap Vira begitu tegas dan penuh penekanan."Camkan ini baik-baik! Aku tidak sama seperti mereka. Dan ingat satu hal lagi! Jangan pernah kamu menyentuhku dengan tangan kotormu itu!" lanjut Vira.Nathan yang mendengar ucapan Vira yang terkesan begitu berani, membuat dirinya tidak percaya bahwa wanita ini adalah wanita yang sama yang biasanya selalu bersikap lemah lembut dan patuh dalam kesehariannya saat bekerja.Namun hal itu tidak membuat Nathan gentar. Justru kemarahan Vira membuatnya semakin tertarik untuk memiliki wanita berambut hitam dengan postur tubuh yang tinggi semampai yang merupakan salah satu staf biasa yang bekerja di perusahaannya itu.Hanya dengan menatap lekuk tubuh dari wanita yang terbalut celana bahan berwarna hitam serta kemeja putih polos berlengan pendek membuat Nathan sudah bisa membayangkan bagaimana bentuk tubuh wanita itu.Meski pakaian Vira memang terkesan tertutup dalam kesehariannya, namun hal itu saja sudah mampu membuat Nathan bisa membayangkan malam-malam panas mereka di atas ranjang. Nathan bahkan sudah mulai berimajinasi liar di dalam kepalanya membayangkan bagaimana wanita itu akan mendesah dibawah kungkungannya di atas ranjang empuk miliknya."Benarkah?" tanya Nathan dengan nada yang terdengar meremehkan. Seolah dia merasa bahwa ucapan wanita itu hanyalah bualan semata."Apa wajahku ini terlihat sedang bermain-main?" tanya Vira dengan raut wajah yang cukup menyakinkan."Baiklah! Tapi apa kau yakin tidak tertarik dengan penawaranku?" tantang Nathan."Padahal di lain waktu, belum tentu aku akan memberikan tawaran yang sama padamu," ucap Nathan lagi.Nathan mengangkat tangannya hendak menyentuh pipi kiri Vira, namun gagal saat Vira memalingkan wajahnya dengan segera.Melihat wajah Vira yang semakin memerah menahan kesal, membuat Nathan justru semakin menyunggingkan senyum kemenangan."Pilihannya hanya ada dua, Vira. Terima tawaranku dan selamatkan ibumu, atau kau akan melihat ibumu tidak tertolong" ucap Nathan, membuat Vira menelan ludahnya dengan susah payah.--"Vira, aku tahu kau di dalam! Berhentilah main-main!" Teriak Nathan dari luar. Sementara itu di dalam bilik sempit itu, situasi mencekam. Andi terus memaksa mendekat, membuat Vira tak henti berusaha menghindar. Ia bergerak memutar, menyamping, bahkan menabrak wastafel demi menjaga jarak dengan pria itu. Ruangan yang sempit membuat gerakannya terbatas. Rambutnya mulai kusut, dan bajunya tampak berantakan akibat usahanya melawan. Nafasnya memburu, matanya terus mencari celah untuk melarikan diri. "Andi, hentikan! Kau sudah kelewatan!" pekik Vira dengan suara bergetar namun penuh penolakan. "Sampai kapan kau ingin terus bermain kucing-kucingan denganku, Vira?" tanya Andi, nadanya datar namun penuh tekanan. Tanpa aba-aba, ia meraih pinggang Vira dengan satu tangan, menarik tubuh gadis itu mendekat. Tangan lainnya terangkat, menyibakkan rambut Vira yang berantakan ke belakang telinganya. "Vira, kau tidak bisa ke mana-mana sekarang," desis Andi seraya mendekat. "Jadi diamlah… dan
Andi menunduk, wajahnya seperti kehilangan warna. Ia tak menyangka rahasianya terbongkar."Vira… aku bisa jelaskan," ucap Andi ingin menjelaskan. "Sudah cukup!" potong Vira cepat. "Penjelasanmu sudah kedaluwarsa sejak malam itu!""Vira, kamu salah paham! Kamu tahu kan kalau aku sangat mencintaimu?" tanya Andi, masih menggenggam pergelangan tangan Vira.Vira mendengus sinis."Cih! Salah paham?" matanya menatap tajam. "Bagaimana bisa kamu sebut itu salah paham, sementara aku lihat sendiri pengkhianatan yang kamu lakukan... dengan mata kepalaku sendiri!""Aku datang malam itu, Andi! Aku berdiri di depan pintu kamarmu dan melihat kalian berdua bermesraan, berpelukan, seolah tak pernah ada aku dihidupmu!" lanjutnya, suaranya mulai bergetar menahan emosi.Andi tercekat. Ia belum sempat bicara saat Vira kembali bersuara, lebih tegas."Sekarang, lepaskan tanganku!" Vira berusaha menarik pergelangannya, namun Andi tak bergeming."Lepaskan, Andi!" Suara Vira datar, tapi tajam."Kau bukan bagia
"Bagaimana kalau kita makan dulu? Aku yakin kau pasti lapar, kan?" tanya Nathan, suaranya lebih tenang kali ini, membuyarkan keheningan yang sejak tadi menggantung di antara mereka."Iya, Pak. Aku rasa itu ide yang sangat bagus," sahut Vira, mencoba tersenyum.Sebenarnya, Vira memang sudah lapar sejak tadi. Bagaimana tidak? Terakhir kali ia makan adalah semalam, sesaat setelah ia tiba di apartemen Nathan.Setelah itu tenaganya habis terkuras oleh pria itu semalam, dan pagi harinya ia bahkan tak sempat sarapan. Dari pagi hingga menjelang siang, ia masih harus terus menjadi pelampiasan hasrat Nathan. Tak heran tubuhnya kini terasa begitu lemas. "Heh, apa kau sangat kelaparan?" tanya Nathan dengan nada menggoda, sudut bibirnya terangkat samar.Vira mendengus pelan. "Hem, Anda masih sempat bertanya? Padahal Anda sendiri pasti sudah tahu jawabannya," balas Vira sambil mencibir kecil."Hahaha... baiklah, maafkan aku!" Nathan terkekeh. "Sebagai gantinya, nanti kau boleh pesan makanan apa p
Tanpa memberi waktu bagi Vira untuk bertanya, ia mendekat dan mengecup bibir Vira dengan lembut, tak tergesa namun cukup dalam untuk menyampaikan semua yang tak bisa ia ucapkan. Kejutan itu membuat Vira terpaku, tubuhnya melemah dalam pelukan pria itu. Nathan mulai membuka satu persatu kancing baju Vira. Vira refleks menarik diri, napasnya tersengal. "Nathan, kita bisa terlambat..." ucapnya dengan suara bergetar, mencoba tetap berpikir jernih di tengah gejolak yang menghentak.Namun Nathan hanya tersenyum miring."Waktu seolah berhenti saat aku bersamamu,Vira," gumamnya sambil mendekat lagi. Ia membelai pipi Vira, lalu tanpa tergesa menarik tubuhnya hingga bersandar di meja rias.Vira mengalihkan pandangan, berusaha mengatur debar di dadanya yang tak karuan."Tapi, kita harus berangkat sekarang, Pak. Kalau tidak, pasti klien sudah menunggu," kata Vira pelan. Nathan menarik napas dalam, lalu akhirnya mengangguk pelan."Baiklah... Ayo kita pergi, sebelum aku berubah pikiran!"Namun,
Nathan kembali menyentuh wajah Vira, kali ini lebih lama, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sentuhan itu membuat Vira terusik, kelopak matanya perlahan terbuka.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, Vira terperanjat mendapati Nathan duduk begitu dekat, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan."M-maaf, Pak… eh, maksudku, Nathan. Aku tidak tahu kalau kau sudah bangun," ujar Vira gugup. "Tak masalah," jawab Nathan singkat, suaranya terdengar tenang.Vira menunduk sejenak sebelum melanjutkan, "Dan maaf… aku tertidur di sebelahmu. Semalam kau terus menggenggam tanganku sambil mengigau jadi, aku… tidak bisa pergi.""Apa kamu bermimpi buruk? Kamu sempat mengigau sampai ingin menangis," tanya Vira pelan, menatap wajah Nathan penuh empati. "Aku lihat ada luka yang dalam di balik raut wajahmu."Nathan terdiam sejenak. Tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh ke masa lalu, lalu ia menggeleng perlahan. "Tidak, aku tidak bermimpi. Mungkin hanya karena terlalu kelelahan,
Flashback — 17 tahun yang lalu...Di sebuah taman bermain kecil yang dikelilingi pagar kayu warna-warni, tampak seorang anak perempuan berusia enam tahun duduk di ayunan, matanya terus menatap ke arah gerbang taman.Setiap sore, ia akan datang ke tempat itu—duduk menanti sosok yang selalu ia rindukan: seorang bocah laki-laki berseragam SD yang baru saja pulang sekolah.Dan seperti biasa, bocah itu datang dengan langkah cepat—seolah takut membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap terjaga. Ada semangat yang tak bisa dijelaskan tiap kali matanya menemukan sosok kecil yang duduk menunggunya di sana."Kak Adit!" seru anak perempuan itu, suaranya lantang dan penuh semangat, seperti nyanyian kecil yang menggema di antara gemericik tawa anak-anak di taman sore itu.Adit, bocah laki-laki yang baru saja naik ke kelas 2 SD, menoleh dan tersenyum lebar. Seragamnya sedikit kusut, tasnya menggantung miring di pundak, dan keringat masih membasahi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments