Huànyǐng dan Tiānyin berjalan santai menyusuri jalan setapak yang berlapis tanah kerikil, langkah mereka terayun ringan di bawah naungan pepohonan yang mulai meranggas. Ling Qingyu berjalan di samping mereka, tangannya erat berpegangan pada lengan Huànyǐng. Dia masih merasa gelisah setelah semalam melihat langsung seorang pria malang yang hampir kehilangan nyawanya setelah bertemu Xī Hún Yāo.
"Huànyǐng Xiōng," bisiknya pelan. Pandangannya melirik ke arah Tiānyin yang terus melangkah tanpa ragu, seakan tidak terpengaruh oleh cerita mengerikan itu."Jangan takut," sahut Huànyǐng dengan nada tenang. Dia menepuk lembut lengan Qingyu, memberi sedikit rasa nyaman.Pagi ini, setelah semalam menginap di sebuah penginapan kecil di desa Cuì Lú, mereka bertiga memutuskan untuk memulai penyelidikan. Sepanjang pagi, mereka berkeliling desa, bertanya kepada para penduduk. Namun, jawaban yang mereka dapatkan hampir selalu sama. Tidak ada yang pernah melihat dengan jelasHuànyǐng dan Tiānyin saling berpandangan, seakan membaca pikiran satu sama lain tanpa perlu kata-kata. Sementara itu, Ling Qingyu masih bersembunyi di belakang Huànyǐng, menggenggam erat lengan pemuda itu dengan jari-jari yang sedikit gemetar. Namun, cengkeramannya segera terlepas saat tatapan dingin dan tajam dari Yuè Tiānyin menyapunya. "Yuè Èr Gōngzǐ..." gumamnya lirih, menelan ludah sebelum dengan canggung bergegas berdiri di sisi Huànyǐng. "Chénxī, kita masuk saja," ujar Huànyǐng tanpa ragu. Tiānyin mengangguk dan melangkah lebih dulu tanpa banyak bicara. "Huànyǐng Xiōng, bagaimana jika di dalam sana ada Xī Hún Yāo?" tanya Ling Qingyu dengan suara sedikit bergetar. Ia bergidik ngeri dan kembali merapatkan dirinya pada Huànyǐng. "Mana mungkin! Bukankah kau sendiri mendengar ucapan para pencari kayu bakar tadi? Mereka hanya menyebutkan batu yang dipuja penduduk sekitar kuil," sahut Huànyǐng santai, menoleh sekilas ke ara
Suara gemuruh menggelegar di dalam kuil, menggema di antara pilar-pilar batu yang telah berlumut. Debu halus beterbangan dari langit-langit, berputar dalam bias cahaya senja yang masuk dari celah dinding. Batu besar yang terletak di altar pemujaan perlahan bergerak, seakan menggeliat bangun dari tidur panjangnya. Retakan-retakan halus mulai muncul di permukaannya."Batu itu bergerak!" seru para murid yunior Akademi Bìxiāo serempak. Suara mereka penuh ketakutan. Beberapa mundur dengan tergesa-gesa, sementara yang lain hampir tersandung oleh batu-batu kecil di lantai kuil. Panik melanda mereka, membuat api unggun yang baru saja dinyalakan hampir padam tertiup angin yang berhembus masuk dari pintu kuil yang terbuka."Yuè Èr Gōngzǐ, bagaimana ini? Bagaimana dengan Huànyǐng Xiōng?" Ling Qingyu bertanya dengan suara bergetar. Matanya memantulkan kecemasan saat ia menoleh ke arah pemuda berjubah putih yang berdiri di hadapannya."Lindungi jiwa
Tiānyin dan Huànyǐng menatap batu yang kini terus bergerak, seakan memiliki nyawa sendiri. Ia bergetar, menggeram dalam diam, merasakan kehadiran jiwa-jiwa di sekitarnya. "Hampir malam," ucap Tiānyin, pemuda berjubah putih itu mendongakkan kepala, menatap langit yang mulai dipenuhi semburat jingga. Senja perlahan merambat, membawa serta kegelapan yang akan segera menyelimuti. Dalam kondisi seperti ini, situasi bisa menjadi semakin sulit, terutama bagi murid-murid yunior yang belum berpengalaman menghadapi bahaya semacam ini. "Kalian! Nyalakan sinyal!" Huànyǐng berseru kepada para murid Akademi Bìxiāo. Suaranya tajam menembus udara dingin, "Tetapi, Qianbei… tidak ada senior kami di sekitar tempat ini," sahut seorang murid dengan ragu. "Tidak masalah! Di kota Yin Hen Chéng ada kultivator dari Sekte Musik Abadi, Pemecah Langit, dan Aliran Roh Suci. Mereka pasti memahami maksud sinyal kalian," Huànyǐng menjawab
Héxié Zhìzūn masih menatap pemandangan di depannya. Meski langit mulai gelap, cahaya lentera yang dibawa beberapa kultivator menerangi sekitar bukit. Tarian Kipas Huànyǐng tampak begitu jelas, memukau setiap pasang mata yang menyaksikan. Gerakannya anggun, mengalir seperti ombak yang menari di bawah bulan. Setiap ayunan kipasnya seakan melukiskan jejak cahaya di udara, sementara denting guqin dari Tiānyin mengiringi dengan melodi yang menggetarkan jiwa. Siluet mereka berdua berpadu dalam harmoni, bak lukisan para dewa yang hidup dalam kegelapan malam.“Ling Xiōng! Saatnya menyegel roh!” suara Yuè Lǜ Shén Jūn memecah keheningan, menyerukan pada Ling Qingyu.Pria itu, meski sempat terpukau oleh keindahan tarian Huànyǐng dan Tiānyin, tetap waspada terhadap situasi di sekelilingnya. Tanpa perlu penjelasan, dia memahami urgensi keadaan. Suasana di sekitar semakin dipenuhi energi spiritual yang liar, pertanda roh yang mereka hadapi masih belum sepenuhnya dikendalikan.
"Chénxī! Jangan tarik lenganku!" Huànyǐng masih memprotes hingga mereka berada di dalam kamar.Tiānyin tidak menanggapinya, diam tanpa sepatah kata. Gerakannya tetap tenang saat ia mendudukkan Huànyǐng di atas tempat tidur, lalu tanpa ragu, menarik lengan hanfu hitam pemuda itu untuk memeriksa nadinya."Chénxī, aku baik-baik saja," ucap Huànyǐng lirih.Namun, kini ia mengerti alasan Tiānyin membawanya ke kamar tanpa membuang waktu. Pemuda tanpa ekspresi itu rupanya mengkhawatirkannya."Bukankah Qingyu Xiōng telah melindungi jiwaku dengan mantra Wú Gòu Hù Hún Jué?" Huànyǐng kembali berucap, suaranya terdengar samar.Tatapannya jatuh pada pemuda bermata biru di hadapannya, yang tengah menyalurkan energi murninya tanpa menanggapi pertanyaannya. Tiānyin tampak sepenuhnya fokus, seolah tidak ingin melewatkan sedikit pun detail dari kondisi tubuhnya."Istirahat," ujar Tiānyin akhirnya. Singkat dan dingin, setelah memastikan keadaan Huà
Chén Xiāng Fǔ, Istana Harum Pagi—kediaman resmi Jìng Jūnlán Wángyé.Jian Wei berdiri diam, membiarkan tatapannya menyapu pemandangan di hadapannya. Angin musim gugur berembus lembut, menggugurkan daun-daun merah kecoklatan yang berputar di udara sebelum perlahan jatuh melapisi tanah seperti hamparan permadani alami. Bunga krisan dan camelia bermekaran di sela-sela bebatuan taman, menyebarkan aroma lembut yang samar namun menenangkan."Bi Hai Wan juga indah di musim gugur, Tiānyù Jiànzhàn."Suara tenang itu membuyarkan lamunannya. Jian Wei menoleh dan mendapati Jìng Jūnlán Wángyé berjalan mendekat. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Kehadiran sang pangeran di saat seperti ini terasa sedikit mengusik hatinya. Dulu, mereka jarang berjumpa seperti sekarang."Selamat atas kelahiran putra sulungmu, Taizi," ucap Jian Wei tulus, disertai rasa hormat yang tidak berlebihan."Terima kasih, Tiānyù Jiànzhàn." Nada suara Jìng Jūnlán Wángyé tetap te
Beberapa hari kemudian, mereka kembali berkumpul di Jiù Dào Jū. Penginapan itu terletak di tengah kota. Namun, suasananya tetap tenang, seolah terpisah dari hiruk-pikuk dunia luar. Di gazebo taman yang dikelilingi pepohonan hijau dan aroma teh yang menguar lembut dari meja batu, Héxié Zhìzūn, Jian Wei, Jian Xue, Mo Chén, dan Jìng Zhenjun Wángyé duduk mengitari meja bundar, berbincang santai di bawah sinar matahari yang menghangatkan udara."Jadi... Apa rencana kalian selanjutnya?" Jìng Zhenjun Wángyé bertanya. Suaranya terdengar tenang tetapi ada ketajaman tersembunyi di baliknya."Yang terpenting menghindari kecurigaan kaisar dan para tetua," Jian Wei menanggapi dengan santai, sembari menuangkan teh ke dalam cawan porselen putihnya. Asap tipis mengepul dari permukaan teh yang baru diseduh."Itu benar," Jìng Zhenjun Wángyé mengangguk pelan. Lalu melanjutkan, "Lalu, apakah ada yang bisa dilakukan untuk memurnikan Heibing Hùfú?""Berlatih Tiān Jí Ti
Setelah susunan array pelindung terpasang dengan sempurna, Yīnlǜ Shengzhe melangkah ke tengah lingkaran, lalu dengan gerakan tenang dan pasti, ia kembali membentuk formasi yang lebih kecil. Hawa energi mengalir lembut di sekelilingnya, menciptakan getaran halus di udara."Kalian duduklah saling berhadapan!" perintahnya dengan ketegasan yang tak bisa dibantah.Tanpa banyak kata, Tiānyin dan Huànyǐng segera menurut. Mereka duduk bersila, berhadapan dalam formasi lingkaran dengan jarak sekitar dua meter.Dengan gerakan ringan, Yīnlǜ Shengzhe mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong pundi dimensi miliknya. Kilauan samar terpancar saat empat buah Líng Jīng—kristal energi murni yang langka—berpendar dalam genggamannya. Ia meletakkan masing-masing kristal itu di empat titik terkuat dalam formasi, menciptakan keseimbangan sempurna bagi aliran energi dua pemuda di hadapannya. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah jimat tipis berukiran pola kuno dan meletakkannya di antar
Ketenangan setelah badai hanyalah ilusi. Di Hé Yún Gé, Paviliun Awan Harmonis, ketegangan masih terasa kental meski pertemuan para tetua telah usai. Bulan menggantung rendah di langit, menyaksikan takdir yang mulai bergerak di bawah naungannya.Di sebuah ruangan privat, Yuè Tiānyin berlutut dengan sikap formal di hadapan ayahnya. Wajahnya yang biasanya tanpa ekspresi kini menampakkan kesungguhan yang jarang terlihat."Izinkan aku membawa Huànyǐng ke Kediaman Aroma Wisteria, A Tiě," ucapnya, suaranya tenang namun tegas.Yīnlǜ Shengzhe menatap putranya dengan sorot mata penuh perhitungan. Jemarinya yang lentik mengusap Xiǎo, seruling abadi yang selalu menemaninya."Kau yakin tempat itu lebih aman dari Bi Hai Wan?" tanyanya dengan nada rendah."Energi spiritual di sana hampir sama dengan kabut di Shén Wu Gǔ," Tiānyin menjawab tanpa keraguan. "Dan aku bisa lebih mudah melindunginya di wil
Wu Chéng kini diselimuti ketegangan yang terasa di setiap sudutnya. Insiden dengan Heibing Hùfú telah menyebar bagai api di padang rumput kering, dan semua sekte besar yang berpartisipasi dalam Perburuan Roh menyadari bahwa dunia kultivasi akan segera mengalami perubahan besar.Di Hé Yún Gé, Paviliun Awan Harmonis, yang semula disediakan sebagai penginapan bagi Sekte Pemecah Langit dan Musik Abadi, kini berubah menjadi tempat perundingan rahasia. Aula utama dipenuhi oleh para pemimpin sekte yang duduk dengan wajah serius.Wúshuāng Jiàn Shèng dan Yīnlǜ Shengzhe duduk di tengah, dikelilingi oleh para tetua dan pemimpin sekte lainnya. Sikap mereka tenang, tetapi siapapun bisa merasakan tekanan qi yang menguar dari tubuh keduanya."Kita harus menentukan langkah berikutnya," Wúshuāng Jiàn Shèng memulai dengan suara dalam yang berwibawa. "Setelah insiden ini, kekaisaran dan sekte-sekte besar akan bergerak. Kita harus bersiap."
Lán Tiān Gōng, Istana Langit Biru, berdiri megah di pusat Kekaisaran Bìxiāo. Ruang pertemuan kaisar diselimuti atmosfer mencekam. Malam telah larut, tetapi Kaisar Jìng Yǔhàn masih terjaga, tangan terkepal di atas meja kayu berukir naga sembilan kepala.Mata tajamnya menatap laporan di hadapannya. Jemarinya yang kuat mengetuk-ngetuk meja dengan ritme tak beraturan, mencerminkan kegelisahan yang bergejolak dalam benaknya."Keberadaan Mófǎ Shī bukanlah kebetulan," gumamnya pelan, suaranya menggema dalam ruangan luas yang hanya diterangi lilin-lilin besar.Bayangan kejadian di Shén Wu Gǔ terus berputar dalam ingatannya. Bagaimana Heibing Hùfú, Amulet Es Hitam, bukan sekadar artefak biasa. Namun, telah menyatu dengan jiwa dan raga Jian Huànyǐng. Artefak itu seolah memilih pemuda itu sebagai wadahnya.Yang lebih mengganggunya lagi adalah sikap Wúshuāng Jiàn Shèng. Kaisar tahu betul bahwa ketua Sekte Pemecah Langit itu tidak akan membiarkan siapapun meny
Tekanan energi semakin memuncak, membuat langit Shén Wu Gǔ bergemuruh dengan kilatan petir ungu kehitaman. Di Panggung Kehormatan, Wúshuāng Jiàn Shèng dan Yīnlǜ Shengzhe bergerak hendak turun tangan.Kaisar Jìng Yǔhàn menaikkan alisnya, menatap mereka dengan tajam. "Kalian hendak melanggar aturan Perburuan Roh?""Dia adalah putraku," Wúshuāng Jiàn Shèng berkata dengan tegas, tanpa sedikitpun keraguan di matanya. Jubah hitamnya berkibar oleh tekanan qi yang ia keluarkan."Bìxiā, ini sudah di luar kendali. Mohon berikan perintah pada kami," Jìng Jūnlán Wángyé berlutut di hadapan kaisar, wajahnya menyiratkan kekhawatiran mendalam. Bagaimanapun, ia sangat memahami kegelisahan Wúshuāng Jiàn Shèng. Adik sepupunya, Qing Héng Zhì juga terpengaruh oleh kekuatan Heibing Hùfú."Bìxiā, semua roh target dalam Perburuan Roh telah ditangkap. Dan roh ini bukanlah target para peserta. Saya rasa tidak ada masalah jika Wú
Langit di atas Shén Wu Gǔ bergetar hebat, diselubungi aura es hitam yang semakin pekat. Di tengah kabut kegelapan, sosok Jian Huànyǐng melayang, tubuhnya dikelilingi kilatan energi gelap dari Heibing Hùfú—Amulet Es Hitam.Jian Wei menghentikan langkahnya mendadak, merasakan tekanan qi yang mencekam hingga ke sumsum tulang."Huànyǐng..." matanya melebar menyaksikan kilatan aura kehitaman yang menari liar di sekeliling adiknya.Mo Chén menggenggam erat Yǐng Mó Jiàn, menyadari bahwa semua yang mereka takutkan kini telah terjadi."Sial! Tekanan energinya tidak stabil," gumam Mo Chén, mengamati bagaimana kabut hitam dari Míng Bīng Shì Pò mulai tertarik ke dalam tubuh Huànyǐng.Jian Wei dan Mo Chén berada dalam kebimbangan. Haruskah mereka menghentikan roh purba yang belum sepenuhnya lenyap, atau melindungi Huànyǐng dari kekuatan artefak yang kini tak terkendali?Tepat pada saat mereka terombang-ambing dalam dilema, Huànyǐng melesat de
Kabut hitam menelan hampir seluruh Medan Perburuan Roh, mengental seperti lumpur kegelapan yang mematikan. Medan energi menjadi tidak stabil, berfluktuasi liar bagaikan gelombang badai. Para kultivator di zona pertahanan berlutut satu persatu, qi mereka tersedot tanpa ampun.Di tengah kekacauan itu, Mo Chén dan Jian Wei berdiri bersisian, tubuh penuh luka namun tatapan mata mereka masih berkilat tajam."Satu serangan lagi," Mo Chén menggenggam Yǐng Mó Jiàn yang berkilauan dengan aura hitam keunguan. "Kau siap?"Jian Wei menatap lurus ke arah Míng Bīng Shì Pò, sosok kristal mengerikan yang kini hampir sepenuhnya diselimuti kabut hitam. "Kau tahu ini gila, kan?""Hei, bukankah semua yang kita lakukan selalu gila?" Mo Chén menyeringai, darah mengalir dari sudut bibirnya.Tanpa menunggu jawaban, Jian Wei mengangkat Shén Jiàn tinggi-tinggi. Pedangnya bersinar terang, membelah kegelapan dengan cahaya putih murni."Qián Kūn Fēn!" seru J
Tanah bergetar semakin hebat saat Mo Chén dan Jian Wei terus melancarkan serangan demi serangan terhadap Míng Bīng Shì Pò. Meski keduanya adalah kultivator berbakat dengan teknik-teknik menakjubkan, roh purba itu seperti tidak terpengaruh."Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Jian Wei, napasnya mulai tersengal. "Seharusnya kita sudah bisa melukainya.""Dia menyerap energi kita," jawab Mo Chén, mengamati bagaimana setiap serangan mereka justru membuat kabut hitam semakin tebal. "Semakin kita menyerang, dia menjadi semakin kuat ."Seolah mendengar percakapan mereka, Míng Bīng Shì Pò tiba-tiba mengubah postur tubuhnya. Kedua tangannya terangkat, dan kristal hitam di dadanya bersinar dengan cahaya dingin yang mengerikan."Hati-hati!" teriak Mo Chén, merasakan perubahan aura di sekitarnya.Terlambat. Roh purba itu melepaskan gelombang energi es yang menyapu seluruh area pertempuran. Berbed
Di zona pertahanan, Jian Wei berdiri tegak di depan barisan kultivator yang tersisa. Tangannya terangkat, menopang formasi pelindung yang semakin melemah setiap detiknya. Di sampingnya, Héxié Zhìzūn dan Ling Zhi menambahkan energi mereka untuk memperkuat pertahanan."Formasi ini tidak akan bertahan lama," ucap Jian Wei, keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Jika Mo Chén tidak segera kembali ...""Dia akan kembali," potong Ling Zhi, matanya tidak lepas dari kabut hitam yang semakin mendekat. "Si bodoh itu selalu punya cara untuk selamat."Sementara itu, Ketua Wu berdiri di tengah lingkaran formasi, tangannya membentuk segel rumit. "Líng Xī Zhèn Yā!" (Formasi Penekanan Qi!)Cahaya kebiruan menyebar dari tubuhnya, menciptakan lapisan tipis yang membantu meredam efek penyedotan energi dari Míng Bīng Shì Pò. Para kultivator yang tadinya hampir kehilangan kendali atas qi mereka kini bisa bernapas sedikit lebih lega."Bertahanlah!" seru Ketua
Kabut hitam semakin menebal, bergerak seperti makhluk hidup yang menyerap segala cahaya di sekitarnya. Mo Chén berdiri tegak di depan Míng Bīng Shì Pò, pedangnya berkilau dengan cahaya keunguan yang melawan kegelapan seakan menolak untuk padam."Hei, makhluk jelek!" teriak Mo Chén, mengayunkan Yǐng Mó Jiàn dengan gerakan melingkar. "Kau datang ke pesta yang salah!"Roh purba itu tidak menunjukkan reaksi terhadap provokasi Mo Chén. Mata kristalnya yang dingin menatap kosong. Namun, aura pembunuh yang dipancarkannya semakin mengental di udara. Setiap hembusan napasnya mengeluarkan kabut hitam yang membekukan apa pun yang disentuhnya.Mo Chén melesat ke depan, meninggalkan jejak cahaya pekat. Sosoknya hampir tidak terlihat di tengah kabut hitam yang semakin tebal. Ia memposisikan pedangnya secara horizontal dan menggumamkan mantra."Yǐng Mó Jiàn Wǔ – Dì Yī Shì!" (Teknik Pedang Bayangan Iblis – Bentuk Pertama!)T