Beberapa hari setelah hidup lagi di tubuh Murong Yi, Jian Huànyǐng mulai terbiasa dengan suasana di kediaman Murong. Bangunan megah dengan taman yang indah dan udara yang sejuk membuatnya sedikit lebih nyaman, meskipun kepribadian Murong Yi yang jauh berbeda dengan dirinya kerap membuatnya canggung. Namun, Jian Huànyǐng tidak menganggapnya sebagai masalah besar.
Akhir-akhir ini, di kediaman tampak lebih sibuk dari biasanya. Hiruk-pikuk pelayan yang berlalu-lalang, mengangkat berbagai barang, membuatnya sedikit penasaran. Namun, Jian Huànyǐng memilih untuk tidak terlalu ambil pusing, merasa bahwa semua itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. "Hei, Hantu!" Sebuah suara keras tiba-tiba memecah lamunannya. Seseorang memanggil dari belakang ketika dia sedang berjalan santai, menikmati suasana manor seperti biasa. Usai mengunjungi Nyonya Tua setiap pagi, Jian Huànyǐng memiliki kebiasaan berkeliling manor, bertemu dengan para penghuni dan pelayan lainnya. Meskipun tidak semua orang menyambutnya dengan hangat, dia selalu berusaha bersikap tenang. Beberapa di antara mereka memang suka mengganggunya, mungkin karena statusnya yang dianggap canggung. Jian Huànyǐng menoleh perlahan. "Siapa yang kau panggil Hantu?" tanyanya dengan suara datar, tetapi ada ketegangan yang samar dalam nadanya. Langkahnya mantap, mendekati pria yang baru saja memanggilnya. "Tentu saja kau!" Pria itu tersenyum sinis, matanya menyipit mengejek. Dengan gerakan sembarangan, dia meraih kerah hanfu Jian Huànyǐng dan mulai merapikannya dengan cara yang sangat merendahkan. "Meskipun kau terlihat lebih rapi sekarang, tetap saja kau ini tak lebih dari sampah, Hantu! Tidak usah berlagak seperti Gōngzǐ yang terhormat!" Suaranya seperti racun, meresap pelan-pelan ke dalam ego Jian Huànyǐng. Jian Huànyǐng menatap pria itu sejenak, kemudian dengan gerakan halus, dia menepis tangan pria tersebut dari kerah bajunya. "Sekalipun kau berlagak seperti seorang tuan muda," katanya dengan nada tenang, "kau tetap seorang pelayan. Lihat pakaianmu... Itu sudah cukup menunjukkan siapa dirimu." Sebuah senyum sarkastik mengembang di wajahnya, sebelum ia berbalik dan melangkah pergi. Tatapan penuh penghinaan dari Jian Huànyǐng rupanya membakar amarah pria itu. Dalam sekejap, dia mengayunkan tangan hendak memukulnya. Namun, Jian Huànyǐng lebih cepat. Dengan sekali tepukan lembut dan bisikan mantra, pria itu mendadak kaku, tak bisa bergerak, apalagi berbicara. "Kau ini, sepertinya belum sadar siapa dirimu sebenarnya." Jian Huànyǐng kembali tersenyum tipis sebelum meninggalkan pelayan yang kini terdiam tanpa daya. Jian Huanying terus berjalan, menikmati udara segar sembari memperhatikan kesibukan para pelayan di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana, dia melihat A Shu yang tengah memberi instruksi pada beberapa pelayan yang lebih muda darinya. Saat melihat Jian Huànyǐng, mereka menyapanya dengan hormat. "Dà Gōngzǐ, Anda terlihat lebih sehat akhir-akhir ini," kata A Shu dengan senyum lebar. Sorot matanya memancarkan kegembiraan yang tulus. "Dà Gōngzǐ sungguh tampan, ya. Kenapa dahulu selalu memakai topeng?" bisik salah seorang gadis muda di antara mereka. Beberapa gadis lainnya mengangguk setuju, mencuri pandang malu-malu di belakang A Shu. "Tolong jaga sikap kalian di depan Dà Gōngzǐ!" A Shu menegur mereka dengan lembut, tetapi tegas. Seketika, wajah para gadis itu memerah. Mereka menundukkan kepala, tampak menyesal. Jian Huànyǐng tersenyum manis dan ramah. "Jiějie, jangan terlalu keras pada mereka," katanya, melambaikan tangan dengan santai. Senyum ramahnya segera mencairkan suasana, dan para gadis itu tersipu semakin dalam, malu tapi senang. A Shu tertawa kecil. "Dà Gōngzǐ sungguh baik hati," katanya, menunduk hormat. "Oh, beberapa hari lagi adalah hari besar Dà Xiǎojiě. Saya akan menyiapkan pakaian dan segala keperluan untuk Anda setelah saya menemui Tài Fū Rén." "Oh, begitu rupanya! Pantas saja semua orang sibuk hari ini!" Jian Huànyǐng menggaruk-garuk kepala dengan kikuk, merasa sedikit canggung di tengah hiruk-pikuk persiapan. Kediaman ini terasa begitu asing baginya, meski tubuh yang kini ia tempati lahir dan dibesarkan di sini. Ia masih belum sepenuhnya menyatu dengan kehidupan keluarga Murong. Ketika berjalan lebih jauh, ia mendengar serombongan pelayan yang lewat, berbisik-bisik di antara mereka. "Dà Xiǎojiě sungguh beruntung. Dia akan menikah dengan Pangeran Jing Yan," salah satu dari mereka berkata, suaranya lirih, tetapi jelas terdengar oleh telinga tajam Jian Huànyǐng. Mendengar itu, langkah Jian Huànyǐng terhenti. Matanya menyipit, menatap pelayan-pelayan itu yang perlahan menghilang di balik tikungan. Pikirannya berputar cepat, mencoba mengingat sosok yang mereka sebutkan. "Pangeran Jing Yan?" gumamnya pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Nama itu terasa akrab, tapi samar, seolah terselip di antara kenangan masa lalu yang sudah lama tak diingatnya. Dua puluh dua tahun yang lalu, di Akademi Bìxiāo, dia pernah bertemu dengan beberapa pangeran kekaisaran. Jian Huànyǐng menarik napas panjang, kerutan di dahinya semakin dalam. "Putra Mahkota... Seharusnya sudah naik tahta sekarang," katanya pelan. Kaisar Jing Yǔhàn hanya memiliki tiga orang putra, dan dia cukup mengenal mereka. "Apakah dia putra dari kaisar yang sekarang?" gumamnya seraya terus berpikir, mencoba merangkai potongan-potongan ingatan yang tercerai-berai. Pikirannya masih berkelana, ketika tiba-tiba dia melihat sekumpulan orang memasuki halaman manor. Seketika, tubuhnya menegang. Salah satu dari mereka adalah sosok yang sangat dikenalnya. "Dia...!" Kedua tangannya mengepal erat, dan seketika emosi yang telah lama dikuburnya kembali bangkit, menghantam keras tanpa permisi. noted : *Dà Xiǎojiě : Nona Muda PertamaTiānyin berjalan mendekati teras dengan langkah yang tegap dan berirama. Setiap gerakannya memancarkan keanggunan yang khas, sesuatu yang bahkan sulit ditiru oleh siapapun, bahkan oleh Héxié Zhìzūn atau Hòu Jūn yang telah lama mengamatinya. Ada ketenangan dalam langkahnya, seolah setiap jejak kaki telah diperhitungkan dengan matang."Aku kira kau akan membiarkanku kelaparan," keluh Huànyǐng dengan nada manja yang sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu."Ayo masuk!" Tiānyin tidak menanggapi kelahannya, namun nada suaranya terdengar lembut. Dia mengisyaratkan Huànyǐng untuk mengikutinya kembali ke dalam kamar."Yuè Èr Gēge, kau memang yang paling mengerti diriku..." Huànyǐng bersorak gembira ketika mereka masuk ke dalam kamar dan Tiānyin mulai membuka keranjang bambu di atas meja rendah.Satu persatu hidangan dikeluarkan dengan hati-hati. Sup kepiting asparagus yang masih mengepul hangat, daging asam manis
Huànyǐng duduk bersila di hadapan meja rendah yang hanya dihiasi secawan teh yang telah lama tak mengepul. Uap hangat yang dulu membubung tipis kini telah sirna, meninggalkan cairan yang dingin dan pahit. Perutnya menggeliat lapar, mengingatkannya pada kenyataan bahwa sejak tadi sore dia belum menyantap apapun.Shengyuan tadi hanya berkata, "Dàoyì Zhenjun berkata tidak perlu menghidangkan makanan untuk Murong Gōngzǐ," setelah pemuda itu membantu mengatur pakaian gantinya. Kini dia sendirian di Shuǐyùn Tíng, kelaparan meski tubuhnya tak merasakan dingin berkat energi Heibing Hùfú yang masih mengalir dalam tubuh Murong Yi."Meow..." Yu Shi mengeong pelan dari sudut kamar, suaranya terdengar seperti bertanya."Ada apa?" Huànyǐng menoleh pada kucing spiritual berbulu putih itu dengan suara yang hampir berbisik.Yu Shi melompat dengan lincah ke pangkuannya, mata keemasan itu menatapnya dengan tatapan tajam yang khas kucing spiritual tingkat tinggi. "Hei bocah, kemana saja kau selama ini?"
"Chénxī, turunkan aku ya," pinta Huànyǐng memelas, suaranya berubah menjadi lembut dan penuh harap. "Aku tidak akan berbuat macam-macam, janjinya.""Sebentar lagi kita sampai," sahut Tiānyin mengabaikan permintaan Huànyǐng, langkahnya tidak melambat sedikit pun."Shuǐyùn Tíng, masih jauh," sahut Huànyǐng dengan nada yang mulai putus asa.Tiānyin berhenti di tengah jalan yang diapit oleh pohon-pohon bambu yang bergoyang lembut tertiup angin sore. Lalu dengan perlahan menurunkan Huànyǐng.Huànyǐng tersenyum senang lalu meregangkan tubuhnya yang terasa pegal setelah lama berada dalam posisi yang tidak nyaman. Dia menggerakkan leher dan bahunya untuk melemaskan otot-otot yang tegang."Chénxī, aku tinggal di Zǐténg Ju saja ya?" pintanya lagi dengan nada yang penuh harap.Tiānyin menggelengkan kepala dengan tegas, tatapannya dingin dan tidak bisa dibantah.
Héxié Zhìzūn tersenyum menatap sang adik yang tak bergeming meski orang yang dipanggulnya terus memukuli punggungnya dengan gerakan yang tidak beraturan. Tiānyin berjalan dengan langkah yang mantap, tidak terpengaruh sedikit pun oleh protes keras dari pemuda yang dipanggulnnya."Sepertinya Tiānyin sedang merasa sangat bahagia," gumamnya pelan lalu menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda.Sementara itu Tiānyin membawa Huànyǐng masuk ke Kediaman Aroma Wisteria. Bangunan-bangunan bambu yang sederhana namun indah menjulang di antara pepohonan yang rimbun. Konstruksi bambu yang dianyam dengan rapi menampilkan keindahan arsitektur yang asri dan menyatu dengan alam.Mereka menaiki tangga batu yang menanjak, melewati jalan setapak berlapis batu yang dinaungi pohon wisteria. Cabang-cabang wisteria yang berbunga lebat membentuk lorong ungu yang memukau, kelopak-kelopak yang berguguran menari-nari di udara seperti hujan bunga.Aroma wisteria yang lembut berca
Huànyǐng menatap sosok berjubah biru langit itu dan tiba-tiba sebuah kerinduan menyeruak dalam hatinya yang membuatnya hampir tak sanggup menahan tangis. Héxié Zhìzūn, sahabat karib sang kakak, Jiàn Wéi, yang juga merupakan kakak Tiānyin dan sudah dianggap sebagai kakak olehnya."Héxié Zhìzūn," gumamnya pelan, suaranya bergetar menahan haru.Tiānyin mengangguk lalu mengajak Huànyǐng mendekat. Langkah mereka melambat, seolah enggan mengganggu ketenangan sore yang mulai turun."Xiōngzhǎng!" dengan sopan Tiānyin memberi hormat diikuti murid-muridnya yang mengekor di belakang.Héxié Zhìzūn tersenyum lembut, matanya yang bijaksana menatap ramah pemuda bertopeng jelek di sebelah Tiānyin. "Kau membawa tamu rupanya!" ucapnya dengan nada hangat yang khas.Tiba-tiba saja, tanpa bisa dicegah oleh Tiānyin, Huànyǐng menubruk Héxié Zhìzūn dengan gerakan yang tak terkendali. Tubuhnya yang masih lema
Perahu kayu kecil bergoyang perlahan saat menyentuh dermaga batu di tepi Sungai Ungu Gelap. Tiānyin segera berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantu Huànyǐng turun dari perahu. Langit sore mewarnai permukaan air dengan kilau keemasan yang memukau."Aku bisa berjalan sendiri, Chénxī," bisik Huànyǐng lirih, meski tangannya berpegangan erat di pinggang pria itu.Tiānyin tidak berkata apa-apa dan hanya memapahnya dengan hati-hati. Gerakan kakinya stabil, memastikan Huànyǐng tidak terjatuh saat melangkah di atas dermaga batu yang licin.Para yunior mengikuti mereka dengan patuh dan diam, meski ada banyak pertanyaan berkelebat di benak mereka. Hòu Jūn dan Shengyuan saling bertukar pandang, masih penasaran mengapa guru mereka begitu perhatian pada pemuda bertopeng jelek yang tampak aneh itu.Huànyǐng melirik mereka dan tersenyum kecil di balik topengnya. "Mereka sangat patuh, sama seperti dirimu dulu," ucapnya pelan sambil memandang kedua pemuda yang berjalan di belakang mereka.Tiāny