Share

Bab 3

Penulis: Rey
Luela terkejut dan bertanya,

“Bu Felicia, kok kamu ada di rumah Pak Jeff?”

Mendengar itu, aku langsung reflek menarik anakku ke belakang, menutupi pandangannya.

“Aku….”

“Mereka saudaraku, menumpang sementara di sini.”

Belum sempat aku menjelaskan, Jeff sudah memotong ucapanku.

Tangannya yang memegang koper semakin mengencang.

Meskipun ini bukan pertama kalinya….

Tapi, setiap kali mendengarnya, dadaku tetap terasa tertusuk.

Baru saja aku hendak bicara, Joel sudah lebih dulu berkata,

“Halo, om.”

Aku menoleh tak percaya, tapi malah melihat mata Joel yang sudah berkaca-kaca.

“Ibu, ayo kita pergi.”

Semua kata-kataku pun seperti tersangkut di tenggorokan. Aku pun tersenyum canggung dan menjawab,

“Iya.”

Saat kami berpapasan, tiba-tiba Jeff menarikku.

Dia menatapku dengan tak percaya.

“Joel… panggil aku apa?”

Aku tersenyum, rasanya begitu menyakitkan.

“Bukannya ini yang selalu kamu inginkan, Pak Jeff?”

Enam tahun menjalani pernikahan diam-diam, Jeff bukan hanya tidak pernah mengakui status pernikahan kami.

Dia bahkan tidak pernah mengizinkan Joel memanggilnya ayah.

Perbedaannya hanya satu.

Dulu, dia memaksa Joel memanggilnya om.

Sekarang, Joel sendiri yang memilih menjaga jarak darinya.

Aku menunduk, berusaha menarik tangannya yang mencengkeramku, tapi sama sekali tak bisa kulepaskan.

Jeff menatapku dengan tatapan penuh emosi yang rumit.

“Tunggu aku beberapa hari.”

“Aku akan menjelaskan semuanya pada Joel.”

Aku mengingatkannya,

“Luela sedang menunggumu, lepaskan tanganmu.”

Barulah Jeff menyadarinya dan melepaskan tanganku dengan enggan.

Aku tersenyum mengejek, lalu menggandeng Joel dan bersiap pergi.

Namun, tiba-tiba Jeff kembali memanggil kami,

“Tunggu.”

Dia berlari ke mobil, mengambil sekotak kue dan menyerahkannya padaku.

“Joel, selamat ulang tahun.”

Felicia ikut menimpali dengan ramah,

“Tadinya kue ini dibelikan Pak Jeff untukku, tak disangka ternyata bertepatan di hari ulang tahun anakmu.”

“Bu Felicia, semoga kamu nggak keberatan, ya.”

Seketika, kotak kue di tanganku terasa berat seperti ribuan kilo.

Baru saja aku ingin mengembalikannya, saat melihat sorot mata Joel yang penuh harapan, hatiku pun luluh.

Aku mengurungkan niat.

Joel tidak mengerti pertarungan emosi orang dewasa. Dia hanya menatap Jeff dengan tatapan penuh harapan.

“Bolehkah kamu makan bersama denganku?”

Jeff ragu sebentar, lalu mengiyakan.

Joel langsung bersorak riang, berlari masuk ke ruang tamu dan menyuruhku membuka kuenya.

Aku mengusap kepalanya, lalu segera memotong kue dan membaginya.

Namun, senyumanku langsung membeku saat melihat kue itu hendak masuk ke mulut.

“Muntahkan! Jangan dimakan!”

Aku panik dan merebut potongan kue dari tangan Joel, wajahku terlihat sangat tegang.

Raut wajah Jeff langsung memuram.

“Felicia, kamu sudah gila?”

Aku mendongak, mataku sudah berkaca-kaca.

“Joel alergi mangga, kamu nggak tahu?”

Mendengar itu, kepanikan langsung muncul di wajah Jeff.

“Maaf, aku nggak tahu.”

Lagi-lagi kata maaf.

Sejak Joel lahir sampai sekarang, entah sudah berapa kali aku mendengarnya berkata begitu.

Joel pun juga tampak mengerti sekarang. Dia menatap Jeff dengan tatapan kosong.

Tak ada lagi harapan di matanya.

“Nggak apa-apa, wajar saja kalau mereka nggak tahu.”

Usai bicara, Joel menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukanku dan tak mau lagi menoleh ke arah Jeff.

Tanpa ragu lagi, aku berdiri, menggendong Joel dan berjalan keluar.

Sampai melewati pagar vila, aku masih bisa merasakan tatapan menyesal dan panik Jeff di belakang kami.

Hanya saja, aku dan Joel sudah tidak tergerak lagi kali ini.

Setelah meninggalkan rumah, aku langsung ke kantor dan cepat-cepat membereskan semua barang di meja kerjaku.

Awalnya aku berniat berpamitan dengan baik-baik.

Namun sekarang, sepertinya itu sudah tidak perlu.

Aku meletakkan surat cerai yang sudah ditandatangani ke atas meja.

Aku pun menghela napas panjang.

Membawa koper, aku menggandeng Joel pergi ke bandara.

Sebelum naik pesawat, aku bertanya padanya,

“Ibu mengajakmu pergi jauh, kamu marah nggak?”

Joel menggeleng, lau menempelkan wajahnya ke pipiku.

“Aku hanya butuh ibu.”

Air mataku pun jatuh juga. Semua rasa sakit seolah berubah jadi kelegaan.

Aku membuka ponsel dan memblokir semua kontak Jeff.

Jeff, mulai sekarang… kita tidak akan pernah berjumpa lagi.

Keesokan harinya, Jeff datang ke kantor tepat waktu.

Setelah kejadian kemarin, hatinya terus terasa tidak tenang.

Saat membuka email, satu pesan persetujuan langsung muncul.

“Pengajuan pengunduran diri?”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 8

    Aku menghabiskan lima tahun untuk bisa berada di sisi Jeff, tapi hanya satu malam baginya untuk menghancurkan semua usahaku.Aku menajamkan sudut bibir, tetap berusaha menjaga harga diri sebagai orang dewasa.Aku membuka pintu tanpa menoleh, “Masuk dan duduklah.”Mata Jeff langsung berbinar, dia segera mengikuti langkahku.“Dua gula, tanpa susu.”Aku menuangkan secangkir kopi dan meletakkannya di depan Jeff, lalu duduk di sofa seberang.Suara Jeff terdengar serak, “Kamu masih ingat.”Aku tersenyum, tidak menanggapi.“Kamu datang mencariku, artinya kamu juga sudah melihat surat cerainya, ‘kan?”“Aku tak ingin setengah hartamu, aku hanya mau hak asuh Joel.”Tarikan napas Jeff terhenti, dia mendongak dan menatapku.“Felicia, aku gak setuju untuk cerai.”Aku mengangguk pelan, sudah menduganya sejak awal.“Nggak apa-apa, aku bisa menunggu. Tiga tahun berpisah rumah juga sudah bisa bercerai.”Jeff meletakkan cangkirnya dengan keras, menghasilkan suara berat yang memecah keheningan.“Felici

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 7

    Malam itu, Jeff duduk di lantai dapur sepanjang malam.Ini pertama kalinya dia begitu menyedihkan.Dulu, tidak peduli seberapa larut dia pulang, selalu ada lampu yang dinyalakan untuknya.Selalu ada orang yang duduk di sofa, menunggu dia pulang dengan tenang.Sekarang, semuanya sudah tiada.Hanya tersisa dirinya seorang di vila yang begitu besar, menunggu fajar dalam kesepian.Keesokan harinya, Jeff bahkan tidak mengganti pakaian. Dia langsung pergi ke kantor.Saat membuka pintu kantor, meja kerjaku sudah dibereskan rapi.Sangking bersihnya, sampai terasa menusuk mata.Di meja, ada satu berkas tipis yang tergeletak di sana.Seperti kotak pandora yang menunggu untuk dibuka.Dengan tangan gemetar, dia membuka lembar kertas itu. Sebaris tulisan besar pun langsung terpampang di depan matanya.[Karena perbedaan karakter, hubungan suami istri pun sudah retak dan tak mungkin bisa diperbaiki.][Setelah melalui kesepakatan bersama, kedua pihak sepakat untuk bercerai dan menandatangani perjanjia

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 6

    Setelah susah payah menunggu hingga jamuan selesai dan berpamitan dengan pihak penyelenggara, Jeff langsung pergi seolah melarikan diri.Begitu tiba di rumah, rasa mabuknya mulai naik.Dia memegang kepalanya, melangkah terhuyung sambil mendorong pintu rumah.“Felicia, ambilkan air.”Usai dia bicara, seluruh ruangan sunyi.Jeff mendongak, menatap ruang tamu yang gelap, barulah dia tersadar….Aku dan Joel sudah pergi kemarin.Dia menyalakan lampu, lalu berjalan ke dapur.Mengambil sekaleng soda dari kulkas dan saat menutup pintunya, dia baru menyadari entah sejak kapan, pintu kulkas itu dipenuhi stiker kecil dan besar.Kebanyakan adalah karakter anime yang disukai anak-anak.Melihat gambar-gambar yang biasanya dia anggap kekanak-kanakan itu, Jeff malah tiba-tiba tersenyum.Dia seolah kembali melihat Joel berjalan pelan memasuki ruang kerjanya.Dengan membawa buku cerita, mendekat dengan hati-hati, sambil berkata, “Ayah, bisa temani aku baca buku?”Lalu apa jawabannya saat itu?Gerakan t

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 5

    Bayangan tentang aku dan Joel yang pergi tanpa menoleh kembali muncul di depan mata Jeff, membuat detak jantungnya semakin cepat.Mungkin… dirinya harus berhenti bersikap kekanak-kanakan.Mungkin… setelah bertahun-tahun, aku sudah berubah.Mungkin….Pukul enam sore, Jeff membawa Luela menghadiri jamuan makan yang diadakan mitra kerja sama.Sudah seharian tidak melihatku, membuatnya memegang gelas alkohol dengan pikiran berantakan.Apakah dirinya sudah keterlaluan kali ini?Kalimat itu tiba-tiba terlintas di benaknya.Jeff mengatupkan bibirnya, meneguk habis alkohol di gelasnya.Dia mengeluarkan ponsel, berniat mengirim pesan padaku. Tapi, langkahnya terhenti saat pihak mitra tiba-tiba menghampirinya.“Pak Jeff, soal proposal kemarin….”Jeff sempat terdiam, tapi segera menyingkirkan pikiran lain dan masuk ke mode kerjanya.Saat percakapan mulai berjalan lancar, tiba-tiba sebuah suara yang tidak nyambung menyela.“Pak Jeff, kue ini enak sekali.”Luela membawa cupcake cokelat, matanya sep

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 4

    Saat melihat tiga kata di judul email itu, tiba-tiba Jeff merasakan firasat buruk.Saat hendak membukanya, Luela berjalan masuk dengan langkah menggoda.“Pak Jeff, ini laporan yang kemarin.”Luela meletakkan berkas itu di meja, lalu dengan terbiasa mendekati ke samping Jeff, satu tangannya merangkul di bahunya.Dulu, ini adalah kemesraan mereka berdua.Sekarang, Jeff malah merasa tidak nyaman.Dia duduk tegak, membuka berkas tersebut. Baru melihat halaman pertama, dia langsung mengernyitkan kening.Satu halaman penuh itu, selain formatnya, hampir tidak ada yang benar.Bahkan nama divisi juga salah ketik.Dengan keras, Jeff membanting berkas itu ke atas meja, lalu berkata dengan suara sedingin es,“Siapa yang buat laporan ini? Kemampuan kerja dasar saja nggak punya?”“Panggil Pak Rey ke sini! Kok bisa bagian HR merekrut orang seperti ini?!”Seketika, raut wajah Luela langsung berubah.“Pak Jeff, aku yang buat.”Semua amarah Jeff pun padam.Dia menatap Luela yang tampak ketakutan. Untuk

  • Penantian Yang Tak Kunjung Kembali   Bab 3

    Luela terkejut dan bertanya, “Bu Felicia, kok kamu ada di rumah Pak Jeff?”Mendengar itu, aku langsung reflek menarik anakku ke belakang, menutupi pandangannya.“Aku….”“Mereka saudaraku, menumpang sementara di sini.”Belum sempat aku menjelaskan, Jeff sudah memotong ucapanku.Tangannya yang memegang koper semakin mengencang.Meskipun ini bukan pertama kalinya….Tapi, setiap kali mendengarnya, dadaku tetap terasa tertusuk.Baru saja aku hendak bicara, Joel sudah lebih dulu berkata, “Halo, om.”Aku menoleh tak percaya, tapi malah melihat mata Joel yang sudah berkaca-kaca.“Ibu, ayo kita pergi.”Semua kata-kataku pun seperti tersangkut di tenggorokan. Aku pun tersenyum canggung dan menjawab, “Iya.”Saat kami berpapasan, tiba-tiba Jeff menarikku.Dia menatapku dengan tak percaya.“Joel… panggil aku apa?”Aku tersenyum, rasanya begitu menyakitkan.“Bukannya ini yang selalu kamu inginkan, Pak Jeff?”Enam tahun menjalani pernikahan diam-diam, Jeff bukan hanya tidak pernah mengakui status

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status