"Baik. Sekarang kalian unggul! Tapi ingat, akan kubalas kalian lebih kejam lagi. Dan kau, Manusia Bodoh! Sampai kapan pun masih tetap akan kutuntut nyawamu!"
Wuuut...!
Nini Pancungsari segera berkelebat pergi. Baraka bergegas mengejar, tapi sang kakek segera berseru, "Tahan...!"
Pendekar Kera Sakti hentikan langkah, berpaling memandang sang kakak yang sedang melangkah dekati dirinya. Suaranya terdengar sedikit serak, mungkin karena menahan luka di dalam dadanya.
"Jangan mengejar orang yang telah mengaku kalah dan menyerah."
"Maaf, aku gemas sekali dengannya."
"Apakah kau punya urusan dengan Nini Pancungsari?"
"Tidak, Kek. Tapi... entah mengapa aku gemas sekali dengannya, ia tadi nyaris membunuhmu."
"Mengapa kau membelaku, Anak Muda?"
"Aku mengagumi ilmu kesaktianmu yang tenang sekali itu, Kek," jawab Baraka jujur, tak ada kesan memuji atau menyindir, tapi lebih berkesan polos.
"Siapa namamu?” tanya kakek itu
"Tidak. Aku tidak melihat saat Raja Tumbal membunuh mereka. Mungkin juga mereka mampu meloloskan diri, mungkin pula sudah hancur sejak kemarin. Aku tak sempat ikuti pelarian dan pengejaran itu" jawab Delima Gusti sejelas-jelasnya.Jawaban itu yang membuat Baraka tertegun kembali, memandang kearah jauh, menerawang lamunannya tentang keganasan Raja Tumbal.Tiba-tiba sekelebat sinar merah melesat dari balik gugusan batu yang tingginya menyamai sebuah rumah. Sinar merah itu mirip bintang berekor dan bergerak cepat menuju ke punggung Delima Gusti. Melihat kelebatan sinar merah itu, Delima Gusti segera ditarik Baraka secepatnya. Tarikan itu membuat Delima Gusti bagaikan jatuh dalam pelukan Pendekar Kera Sakti.Kemudian gerak cepat Baraka membuat Suling Naga Krishnanya menghadang di depan punggung Delima Gusti. Sinar merah itu akhirnya menghantam suling mustika.Daaab...!Suling Mustika itu bagaikan karet membai, memantulkan sinar merah yang semula sebesa
"Apa yang kau lihat?""Seruling Malaikat itu digunakan oleh Raja Tumbal.""Oh...?!" Baraka Sinfing mulal menegang."Kemarin lusa aku melihat pertarungan antara orang-orang Pasir Tawu dengan Raja Tumbal. Sepuluh orang murid Pasir Tawu hancur berkeping-keping begitu mendengar suara seruling maut itu. Anehnya, orang yang ada di dekatnya persis tidak terluka sedikit pun! Padahal menurut perhitunganku, orang yang berdiri di dekat Raja Tumbal jelas mendengar denging seruling lebih tajam dari mereka yang berjarak delapan langkah dari Raja Tumbal."āGelombang getaran suara seruling itu bekerja sama dengan mata dan hati peniupnya, Delima Gusti. Biar pun ada didepannya persis, tapi kalau mata hati peniupnya tidak kehendaki kehancuranmu, maka kau tetap hidup dan tak merasa berisik sedikit pun mendengar suara seruling tersebut!""Hmm...," Delima Gusti manggut-manggut. "Ditempat itu kulihat orang lain bersembunyi menyaksikan keganasan suara Seruling Malaikat. O
GENAP Lima hari Baraka sadar dari pingsannya, memar ditubuhnya karena gagal lakukan semadi 'Lepas Jasad" itu pun sembuh dengan sendiri. Saat itu terjadi percakapan antara Ki Bwana Sekarat dengan Resi Wulung Gading. Angon Luwak membantu Sukat membersihkan taman, sedangkan Pendeta Lima dan Pendeta Jantung Dewa sudah pergi meninggalkan pondok Resi Wulung Gading, kembali ke Biara meraka masing-masing sambil menunggu hasil keputusan rapat Baraka dengan para tokoh tua itu."Sekarang tak ada kesempatan cegah angkara murka si Raja Tumbal dengan gunakan Pedang Kayu Petir!" kata Resi Wulung Gading. "Satu-satunya cara adalah menghadapi Raja Tumbal dan adu kecepatan menyerang. Jangan beri kesempatan Raja Tumbal cabut serulingnya. Sebelum Ia gunakan seruling itu. Harus bisa menumbangkan lebih dulu."Ki Bwana Sekarat berkata dalam keadaan tidak tidur. "Bagaimana kalau kupancing dengan pasukan mayat!?""Kau akan gunakan pembangkit mayat? Oh, jangan, jangan mengusik mereka yang
Pemuda tampan itu semakin tercengang saat melihat putaran tiga wanita cantik yang mirip tiga putaran angin itu bergerak naik bersamaan, tapi segera bergerak kearah timur dan ketiganya hinggap di pohon. Dengan ilmu peringan tubuh yang cukup tinggi, ketiga perempuan itu berada di pucuk pohon dalam keadaan berdiri tanpa pusing sedikit pun. Jika tanpa Ilmu peringan tubuh, tentunya mereka akan jatuh berdiri di atas daun-daun pohon setipis itu.Dari tempat mereka bertiga berdiri, tampak orang-orang Pasir Tawu yang tunggang langgang terpental kesana sini itu sedang menggeliat untuk bangkit kembali. Beberapa suara erangan kesakitan terdengar silih berganti.Maki-makian pun berhamburan dari mulut mereka. Ada yang sempoyongan sambil memegangi kepalanya yang bocor karena membentur pohon, ada yang hanya bengong bagaikan kehilangan jati dirinya. Ada masih nungging memegangi akar pohon tanpa menyadari bahwa hembusan angin kencang itu sudah berhenti sejak tadi, Orang yang nungging itu segera ditenda
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia