Beranda / Pendekar / Pendekar Naga Siluman / Keceriaan masa kecil

Share

Pendekar Naga Siluman
Pendekar Naga Siluman
Penulis: Wong Jowo

Keceriaan masa kecil

Penulis: Wong Jowo
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-08 15:32:52

Di suatu siang, di sebuah sekolah dasar negeri.

 

Anak-anak baru saja keluar dari lingkungan sekolah, ada yang berlarian dan ada yang berjalan pelan menyusuri jalanan berbatu.

 

Wajah-wajah polos dengan senyum dan tawa canda mengiringi langkah-langkah kecil mereka.

 

"Satya, nanti habis ganti baju kita kumpul di TPK ya," ajak seorang anak yang tubuhnya kerempeng dan berkulit agak hitam, Bambang namanya dan kawan-kawannya memanggilnya Bambang atau Mbang.

 

TPK adalah tempat penimbunan kayu milik Perum Perhutani yang ada di desa itu. 

 

TPK ini di gunakan sebagai tempat menimbun kayu-kayu Jati ataupun kayu jenis lainnya seperti Sonokeling dan Mahoni setelah di tebang dari hutan yang ada di area tersebut.

 

"Baik, nanti aku yang bawa bola," jawab seorang anak lain yang bertubuh agak pendek tapi berisi, wajahnya bulat dan agak bersih kulitnya. Dia adalah anak dari kepala TPK, Ardian namanya.

 

"kita kumpul di TPK lor ya , dibawah pohon sawo," kata anak yang di panggil Satya tersebut, yang tampaknya memang sebagai pemimpin dari rombongan anak-anak kecil itu. 

 

Satya ini bertubuh agak berisi dengan kulit sawo matang, wajahnya memancarkan aura ceria dan penuh semangat. tatapannya sangat tajam walaupun dia masih kecil.

 

Tempat penimbunan kayu ini cukup luas dan terbagi menjadi dua lokasi. TPK lor (utara) dan TPK kidul (selatan).

 

Luas tempat penimbunan kayu ini kira-kira empat sampai lima hektar, terpisah menjadi dua karena dibelah oleh jalanan desa yang menghubungkan antara Desa Landoh dengan desa dan padukuhan lainnya.

 

Dalam lingkungan TPK sendiri terdapat pohon-pohon Mindik (Munggur) yang berukuran sangat besar yang menurut orang orang tua di sekitar tempat ini di tanam pada masa penjajahan Belanda, jadi umurnya pasti sudah ratusan tahun.

 

Ukuran pohon-pohon di dalam area tempat penimbunan kayu hasil hutan ini mencapai diameter dua sampai tiga meter dengan ketinggian mencapai kurang lebih tiga puluh meter, sehingga tempat ini menjadi teduh dan nyaman untuk beraktivitas.

 

Jumlah pohon-pohon yang sangat besar cukup banyak , ada puluhan dengan diameter yang rata-rata sangat besar lebih dari satu meter, sehingga hampir setiap sudut tempat ini sangat teduh dan rindang.

 

Anak-anak yang lain segera menyanggupinya untuk berkumpul sehabis berganti baju dan makan siang.

 

Mereka berjalan sambil bersenda gurau, dan tanpa terasa sampailah di jalan raya beraspal yang melintasi desa tersebut. Itu adalah sebuah perempatan besar.

 

Jalan beraspal menghubungkan antara dua kabupaten. Kabupaten Rembang dan Blora. 

 

Sedang jalanan yang belum beraspal menghubungkan antar desa yang satu dengan desa yang lainnya.

 

Dijalan ini rombongan anak-anak mulai terpisah, sebagian berbelok kekanan menyusuri jalan raya.

 

Diantara yang belok kekanan adalah Bambang, Yon, To, Andri dan masih banyak lagi.

 

Sebagian berbelok ke kiri juga menyusuri jalan raya menuju ke dukuh Jangglengan diantaranya Tris dan Sutar.

 

Adapula yang rumahnya tepat di perempatan desa tersebut , Likin namanya, anak Pak Salim. Seorang Kyai di Desa Landoh.

 

Satya dan sebagian anak menyeberang jalan raya tersebut dan berjalan lurus menuju dusun lainnya lagi.

 

Rumah Satya sendiri terletak tidak jauh dari perempatan jalan tersebut dan berjarak lima puluhan meter saja dari TPK.

 

Salah satu sahabat Satya rumahnya di dalam komplek TPK dan berdekatan dengan rumah Satya, hanya berjarak lima puluh meteran saja. Hartono namanya, anaknya putih bersih dan agak kecil mungil.

 

Ketika Satya sampai di depan rumah yang sangat sederhana dan berdinding anyaman bambu (gedeg, bahasa Jawa) Satya segera pamit pada kawan-kawannya.

 

"Duluan ya !" seru Satya sambil melambaikan tangan pada kawan-kawannya.

 

Ardian, Hartono, Masruf , Ngali dan lainnya segera melanjutkan perjalanan nya bersama kawan-kawan yang lain yang rumah nya di dukuh paling jauh yaitu Dukuh Kedung Lawa.

 

Baru beberapa langkah kedepan, Hartono juga sudah sampai di depan rumahnya yang berada di dalam komplek tepeka.

 

Antara rumah Satya dengan tepeka sendiri terpisahkan oleh rel kereta api yang menghubungkan Kota Rembang dan Kota Blora.

 

Rumah Ardian ada di sebelah barat TPK, masih masuk komplek TPK dan merupakan rumah dinas milik Perhutani. Karena Ayahnya seorang Sinder atau Asper (asisten perhutani) yang mengepalai TPK.

 

Satya segera mengucap salam, akan tapi tidak terdengar sahutan dari dalam rumah. Dia segera mendorong pintu dengan tangannya yang kecil.

 

Ditaruhnya tas sekolahnya dan di gantinya seragam merah putih yang di kenakannya dengan kaus dan celana hariannya yang telah usang.

 

Setelah usai berganti baju dia kebelakang ke kiwan (kamar mandi) untuk membersihkan diri.

 

Jangan bayangkan kamar mandi nya tertutup rapat dan ada airnya melimpah ruah seperti sekarang ini.

 

Kamar mandi ini hanyalah terlindungi dari gedeg yang sudah tua dan rapuh tanpa ada atapnya.

 

Di dalamnya pun tidak ada wastafel, bak mandi ataupun bathup, yang ada hanyalah sebuah gentong dari tanah liat sebagai tempat air untuk kepentingan mandi dan lain sebagainya.

 

Setelah membersihkan dirinya, Satya kembali ke dalam rumah, di carinya makanan di lemari makanan.

 

Ternyata memang ibu sudah menyiapkan nasi beserta sambal kesukaannya tanpa lauk apapun, karena memang hanya inilah yang mampu di makan oleh keluarga ini.

 

Satya makan dengan lahapnya walaupun hanya nasi dan sambal belaka. Usai makan Satya mengambil perlengkapan mainnya.

 

Sebuah ketapel ataupun plinteng (blandring) dikalungkan di lehernya.

 

Satya adalah seorang anak yang mandiri, segala mainan bisa di buatnya dengan tangan-tangan kecilnya yang terampil.

 

Dia segera menutup pintu tanpa di kunci dan berlari-lari kecil ke tepeka tempat janjian dengan teman-teman kecilnya.

 

Dan siang itu, di tempat nyang agak lapang dalam naungan pohon Mindik yang sangat besar dengan daun-daun yang rindang melindungi badan anak-anak kecil itu dari sinar matahari terik yang menyengat.

 

Dengan teriakan-teriakan kas anak-anak kecil dengan serunya bermain bola.

 

Dua kelompok berhadap hadapan saling memperebutkan bola.

 

Ardian dengan tubuh mungilnya meliuk-liuk melewati lawan-lawannya dengan lincahnya.

 

Walaupun bertubuh kecil mungil Ardian sangat lincah menghadapi kawan-kawannya yang bertubuh lebih besar.

 

Tiap ada pertandingan melawan anak-anak dari dukuh lain, Ardian selalu menjadi momok bagi lawan-lawannya, tak ada yang bisa menghentikannya. dia adalah penyerang tangguh.

 

Ketika siang sudah berganti sore hari dan permainan bola sudah usai anak-anak kecil tersebut berjalan keluar komplek tepeka dan berlarian di pematang sawah menuju sungai yang jaraknya kurang lebih satu kilometer.

 

Mereka berlari dengan riang gembira diselingi tawa canda khas anak-anak.

 

"Ayo kita ke Watu Gajah saja!" Ajak Satya pada kawan-kawannya ini.

 

Ada beberapa lokasi sungai yang menjadi favorit anak-anak buat mandi dan bermain di sungai. Salah satunya adalah Watu Gajah, karena ada batu yang cukup besar menjorok ke sungai sehingga dinamakan Watu Gajah.

 

Tempat lain yang jadi favorit untuk bermain adalah di bawah jembatan dan juga kedung (bagian sungai yang dalam).

 

Lokasinya dekat sawah milik pak Mo'in, sehingga di beri nama kedung Pak Mo'in.

 

Setelah sampai di pinggiran sungai, anak-anak kecil tersebut segera melepas semua pakaian yang di kenakan, mereka telanjang bulat.

 

Mereka berlomba-lomba meloncat dari ketinggian batu yang menonjol tersebut

 

"Byur, byur, byur!" tiga anak sekaligus melompat terjun ke sungai yang beraliran cukup deras.

 

Sore itu mereka bermain di sungai dengan riangnya. Mereka tidak takut akan tenggelam karena mereka adalah perenang-perenang otodidak.

 

Begitulah dalam keterbatasannya Satya tumbuh menjadi anak yang kuat dan mandiri.

 

Ketika malam telah tiba, Satya akan di jemput oleh kakek buyutnya yang bernama Mbah Wiguno, seorang kakek yang sudah sangat tua, usianya sudah mendekati seratusan tahun, tapi masih terlihat kuat dan cekatan.

 

Ayah Satya sendiri jarang pulang kerumah, entahlah apa yang dikerjakan di luaran, Satya tidak mengetahuinya.

 

Ketika Satya di jemput oleh kakek buyutnya, ibunya Satya pun mengijinkannya.

 

Kakek buyut Satya ini adalah ayah dari kakeknya yang sudah tiada, meninggal karena sakit.

 

Malam ini Satya diajak oleh Mbah Wiguno kearah sungai di bawah jembatan kereta.

 

Daerah ini di kenal oleh penduduk desa tersebut dengan nama Klamping, itu merupakan sebuah lembah kecil dimana aliran sungai nya cukup dalam dan dipercaya di daerah tersebut sangat angker dan wingit.

 

Diatas Klamping ini ada gumuk (bukit) kecil yang di tumbuhi tanaman perdu dan semak-semak belukar, tampak seperti hutan kecil. 

 

Dan di gumuk kecil ini masih banyak di jumpai ayam hutan dan juga landak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Joyokusumo
wow, sangat menarik
goodnovel comment avatar
Wong Jowo
hmm menarik... perjuangan seorang pemuda jujur dan rendah hati
goodnovel comment avatar
Nastiti
seru nampaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pendekar Naga Siluman    cerita perlawanan

    Ki Mangun Surosentiko menarik nafas panjang. Pandangan nya menerawang jauh .. mengingat -ingat lagi masa lalu . Sebatang rokok yang berada di sudut bibir tuanya hampir sudah hampir habis. Dan tangan tangan tuanya yang masih nampak cekatan dengan terampil meracik dan melinting rokok. Dan sesaat kemudian rokok hasil lintingan Ki Mangun sudah menggantikan rokok yang tinggal pendek di ujung bibir tuanya. Setelah satu kali hisapan, kemudian Ki Mangun kembali melanjutkan ceritanya... "Untuk membakar semangat sepanjang perjalanan dari desa kemadu menuju desa Landoh, kami selalu menyanyikan lagu- lagu masa kecil! Lagu perjuangan yang membakar semangat! Bukan lagu- lagu perjuangan yang dikenal seperti sekarang ini! Lagu ini hanya di nyanyikan di kalangan kami sendiri... Ki Mangun berdiam sejenak.. Dan tiba -tiba terdengar suaranya yang serak dan berat.. .. "Ben aku kuru mergo aku kurang m

  • Pendekar Naga Siluman    Ki Mangun

    Sohaling Ilat, yang artinya gerakan lidah. Tidak boleh berbicara sembarangan dan berkata bohong, karena lidah lah sumber malapetaka jika tidak di gunakan secara benar.Selain itu ajaran Samin adalah ; Ono Iro Mergo Ingsun, Ono Ingsun mergo Iro yang artinya adalah Ada kamu karena aku dan ada aku karena Kamu yang mengandung pokok ajaran untuk saling tolong menolong dan welas asih antar umat manusia.Orang orang Samin menyebut dirinya Wong Sikep yang mempunyai arti orang yang suka damai.***Ketika malam agak larut, Ki Warso menawarkan Ratih dan dua kawannya untuk beristirahat di sebuah kamar sederhana di rumah Ki Warso.Sedangkan Satya, Galang, Tono dan Bamb melanjutkan njagong bersama Ki Warso dan orang orang di pendopo tersebut.Ketela pohon , Talas, pisang godok (rebus) yang masih hangat telah di keluarkan sang tuan rumah! demikian pula tembakau linting sendiri juga di sediakan.Ketika asik njagong ( nongkrong sambil ng

  • Pendekar Naga Siluman    Samin

    Satya segera menggamit lengan Galang dan memberi kode pada Bamb dan Tono untuk mengikuti langkahnya. Satya bergerak cepat dan menuju ke arah sebuah pohon jati yang paling besar yang berjarak kurang lebih seratusan langkah dari tempat nya sekarang ini. Tiba di balik pohon jati besar tersebut segera di dapatinya Ratih dan dua orang kawannya duduk berjongkok ketakutan. "Siapa itu!" Tegur Ratih begitu terdengar suara gemerasak ketika kaki- kaki menginjak daun- daun jati kering yang banyak terhampar di bawah pepohonan jati. "Kami Ratih!" Jawab Satya. "Satya!" Sahut Satya . "Oh, syukurlah kalian!" Seru Ratih gembira. Ratih tahu, Satya dan Galang serta Tono dan Bamb telah berusaha mati matian tanpa perduli keselamatan diri sendiri berusaha menyelamatkan dirinya. Kini, Ratih sadar, dia telah salah menilai Satya. Begitu Satya yang menggamit Galang muncul di depannya, Ratih

  • Pendekar Naga Siluman    pertolongan

    Detik berikutnya , Satya mulai menambah kekuatan wadag dan batinnya ..Pelan dan pasti, tenaga batin mulai membentengi tubuhnya !Kembali pertarungan berlangsung lebih berimbang, Jantur pun merasakan semakin kuatnya pertahanan dari Satya Wiguno .Beberapa kali gesekan kekuatan membuat Jantur menyadari bahwa ternyata lawannya ini benar- benar kuat seperti apa yang di katakan oleh Suro Gotho.Pertarungan antara Satya melawan Jantur, sedikit demi sedikit meningkat tatarannya!Dari yang tadinya hanya mengandalkan tenaga wadag, pelan tapi pasti mulai mengambah pada pengerahan aji Jaya Kawijayan.Dari yang tadinya hanya lingkup beberapa meter saja pengaruh pertarungan di antara keduanya, kini pertarungan menyebabkan perluasan Arena pertarungan!Dan mendesak Suro Gotho yang bertarung melawan Galang agak menjauh , demikian pula pertarungan antara dua anak buah Suro Gotho melawan Bamb dan Tono.Sementara itu tidak jauh d

  • Pendekar Naga Siluman    padepokan di tengah hutan

    Jika pada beberapa saat yang lalu, Galang menjadi bulan-bulanan dari Gotho dan kawan kawannya, kali ini dalam serangan pertama Gotho sudah merasakan bahwa Galang yang menjadi lawannya ini terasa sangat kuat tenaganya, gerakannya juga sangat cepat.Kali ini Gotho harus mengeluarkan segenap kemampuannya untuk mengatasi perlawanan Galang.Sementara dari Galang sendiri, dia mulai merasa bahwa kali ini dia mampu mengimbangi Gotho yang bertarung dengan kekuatan penuhnya .Gerakan Gotho penuh kekuatan dan membuat suasana pertarungan berubah keras dan mendengarkan .Galang yang merasa mampu mengimbangi Gotho pun bertarung dengan penuh semangat.Tak sia- sia dia berlatih di bawah tebing kelamping di desa Ladoh di bawah bimbingan orang-orang sakti dari dunia lain.Ketika pertarungan semakin seru dan mendebarkan, tiba-tiba saja suasana di arena seperti berubah.Ternyata Gotho telah mengerahkan tenaga batin nya untuk bisa segera men

  • Pendekar Naga Siluman    hutan angker

    Dengan cepat dua unit mobil sudah keluar dari lingkungan permandian kartini dan melaju dengan cepat ke arah kota Blora.Dan Galang dengan sigap juga memacu mobilnya kencang, menguber dua mobil di depan yang membawa Ratih dan dua orang kawannya.Kejar-kejaran terjadi di jalan raya yang menghubungkan kabupaten Rembang Dan kabupaten Blora.Beberapa saat Galang masih belum mampu mendekati dua mobil di depannya.Sementara itu di dalam mobil Suzuki Esteem warna hijau metalik.Ratih dan dua kawannya tampak sangat ketakutan ..Wajah judes dan galak yang biasa ditampilkan Kali ini terlihat takut dan gelisah.Dua orang pria tampak mengapit di kanan dan kiri Ratih dan seorang kawannya, sedangkan seorang di antaranya berada di depan, di sebelah pengemudi tapi dalan ke adaan yang sangat ketakutan, karena dari belakang ada sebuah pisau belati yang mengancamnya.Demikian pula dengan Ratih dan seorang kawannya yang harus berimp

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status