Share

Tamu Istimewa

Tidak banyak ikan yang didapat sore itu.

Mereka bertiga kemudian pulang kembali, begitulah mereka sering menghabiskan waktu bersama.

Hari itu, sehabis dari langgar (surau /musholla) yang letaknya tidak jauh dari rumahnya, Satya sedang sibuk belajar di ruang tamu yang sangat sangat sederhana dengan lampu yang redup.

Ruang tamu ini hanya terdapat beberapa kursi kayu tua dan sebuah menja sederhana.

Walaupun aliran listrik sudah mulai menjangkau desa ini, akan tetapi keluarga Satya tidak mampu untuk memasang sendiri listrik ke rumahnya.

Jadilah mereka hanya bisa menyambung listrik dari tetangga yang berbaik hati mau mengalirkan listrik ke rumah awan dengan imbalan seikhlasnya.

Ketika Satya sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas sekolah, tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya.

"Paling-paling mobil yang sekedar parkir saja," pikir Satya.

Ya, rumah Satya mempunyai halaman yang cukup luas, berada di pinggir rel kereta api, walaupun sekarang ini kereta apinya sudah berhenti beroperasi di daerah ini, entah apa sebabnya, Satya tidak tau.

"Tok, tok, tok!"

Terdengar ketukan pelan di pintu rumahnya.

"Siapa  yang bertamu malam malam gini ya!" pikir Satya.

"Satya! Buka pintu nak" Ada tamu..!" Seru Ibu dari ruang dalam.

"Iya Bu!" Jawab Satya.

Dengan agak malas Satya segera berdiri dari tempatnya duduk!

Pintu di buka dengan mengeluarkan suara berderak karena posisi nya sudah tidak benar dan beberapa bagian sudah agak lapuk dimakan rayap.

Begitu pintu terbuka lebar!

Seorang gadis, tinggi semampai dengan rambut panjang terurai telah berdiri di muka pintu dengan anggun layaknya bidadari!

"Dinda... !" Seru Satya kaget.

"Iya Satya, aku,,,, !" Jwab Dinda  pelan.

"Siapa Satya!?" Seru Ibu dari dalam!

"Eh, mmh, ini, ini, Bu!" Jawab Satya gugup.

"Siapa Satya!?" Tanya sang ibu mendesak!

"Teman Satya Bu!" Akhirnya Satya pun menjawab pertanyaan sang ibu.

"kalau temen ya disuruh masuk dong Satya!" Balas sang ibu!

"Mari silahkan masuk Dinda," kata Satya mempersilahkan Dinda masuk kedalam rumahnya dengan gugup dan kikuk.

"Maaf Dinda, rumah aku jelek dan kumuh, tidak seharusnya kamu kemari! " Kata Satya lirih.

"Tidak apa Satya, rumah kamu cukup bersih kok," jawab Dinda sopan.

"Apakah kamu tidak takut tertukar penyakit Dinda?" canda Satya berusaha memecah kecanggungannya dalam menghadapi gadis ini.

Tidak ada sedikitpun dalam hatinya untuk sekedar bisa berbicara dengan gadis yang sangat cantik dan sangat terkenal di sekolahnya ini.

kini, dia seperti mimpi saja ketika gadis ini sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Berdiri di hadapannya.

"Hmm... penyakit miskin!?" Huh.. ada ada saja kamu Satya," jawab Dinda tersenyum manis.

Melihat senyum gadis ini, seketika hampir saja Satya pingsan dibuatnya.

Sang ibu yang mendengarkan suara dari depan menjadi penasaran, tidak biasanya ada teman Satya yang datang kemari kecuali temen-temen satu desa seperti Bambang, Solikin,  Hartono, Budi, atau yang lain.

"Oh, ada tamu rupanya!" Sambut ibu ramah, begitu dia ke ruang tamu.

"Iya Bu, saya Dinda, temannya sekolah Satya Bu!" Kata Dinda, memperkenalkan dirinya.

"Saya ibunya Satya Mbak Dinda!" sambut Ibu Satya sambil mengulurkan tangannya menyambut uluran tangan Dinda dengan tersenyum ramah.

"Silakan duduk Mbak Dinda," kata Ibu yang kemudian kembali ke belakang.

Sesaat Satya bingung harus membuka pembicaraan apa.

Untunglah, Dinda yang kemudian membuka pembicaraan.

"Aku hanya ingin main saja kerumahmu kok Satya!" Kata Dinda.

"Ternyata ibumu sangat ramah gak kayak kamu! kaku banget!" Lanjut Dinda Kirana sambil tersenyum manis.

"Aku juga mau minta maaf pada kejadian kemarin dan kejadian tadi siang! Aku sudah melaporkan kejadian tadi pada Pak Dhe ku!" Lanjut Dinda.

"Biar Mas Galang di tegurnya!" Kata Dinda lagi.

Satya tampak terkejut mendengar keterangan dari Dinda ini.

"Tak kusangka, Dinda ternyata sangat baik hati!" Batin Satya.

"Ah, seharusnya tidak usah kau laporkan kejadian ini pada Pak Dhe mu Dinda!

Kejadian ini hanyalah kesalah pahaman biasa!" Jawab Satya.

"Hal ini sudah sering di lakukan mas Galang pada anak-anak lain Satya!

Jadi  aku kira sudah sepantasnya kalau Mas Galang mendapat teguran dari  Pak Dhe!" Kata Dinda menerangkan kelakuan Galang pada Satya.

Selanjutnya pembicaraan mereka menjadi semakin hangat, Dinda yang terbuka dan ceria serta lembut,  sudah menjadikan suasana menjadi cair.

Dalam berteman dia tidaklah membedakan bedakan dan memilih, sehingga banyak dari teman-teman nya dan juga gurunya yang sangat menyukai sifat Dinda Kirana.

Selain cantik, manis, Dinda juga sangat pintar!

Dan dalam hatinya Satya sangat mengagumi gadis ini dan tak disangka malam ini sang gadis sudah berdiri di hadapannya membuat hatinya tak berhenti berdebar sejak tadi.

"Ayo ini jahe anget Mbak Dinda, di minum dulu," kata ibu, yang keluar sambil membawakan minuman hangat untuk Satya dan Dinda.

"Ah, gak usah repot-repot Bu!"  Jawab Dinda lembut!

"Nggak papa kok Mbak, jarang-jarang ada temen Satya  yang main kemari, apalagi secantik Mbak Dinda," kata ibu.

"Kebanyakan yang main kemari, ya temen-temen Satya yang deket sini saja, seperti Tono, Bambang, Likin, Budi," kata sang ibu.

"Dan itupun cowok semua, tidak ada anak gadisnya!"

Lanjut sang ibu.

"Satya itu sangat pemalu Mbak, terutama pada anak anak gadis sekitar sini," lanjut sang ibu yang sudah ikut duduk di sebelah Satya dan mengobrol karena sang ibu benar-benar saran dengan teman dari Satya kali ini.

"Bener Bu?" Kata Dinda.

"Iya, Mbak! Apalagi gadis secantik Mbak Dinda ini," kata ibu.

Satya hanya mendengarkan pembicaraan antara ibunya dan Dinda saja. Ternyata ibu dan Dinda sangatlah cocok.

"Sudah dulu Mbak Dinda, silakan di lanjut sama Satya, Ibu mau kebelakang dulu," ibu segera mengakhiri pembicaraan nya dengan Dinda dan menuju kebelakang.

"Yang penting aku sudah menyampaikan ini padamu Satya. Pakde juga menitipkan  ini padamu sebagai permintaan maafnya  padamu!" Lanjut Dinda seraya menyodorkan amplop cokelat kepada Satya Wiguna.

Satya segera menerimanya dan membukanya.

Alangkah terkejutnya Satya, ketika di buka ternyata isinya adalah lembaran uang yang nilainya sangatlah banyak baginya.

Masih terikat kertas bertuliskan sepuluh juta rupiah.

Satya  tampak tertegun memandang  segepok uang di tangannya ini, belum pernah seumur hidupnya dia memegang uang sebanyak ini.

"Aku tidak sanggup menerimanya Dinda, bawalah pulang uang ini. Aku benar-benar tidak sanggup menerimanya," kata Satya lembut.

"Kenapa Satya!?" Tanya Dinda kaget.

"Galang tidak berbuat salah padaku, kalaupun dia memusuhiku, mungkin saja aku yang salah, mungkin aku sudah menyakitinya tanpa  aku sengaja," kata Satya Wiguna.

"Pak Dhe dan juga aku ikhlas memberikannya sebagai permintaan maaf Pak Dhe padamu Satya!" Lanjut Dinda berusaha membujuk.

"Tidak, tidak Dinda.! Aku tidak sanggup menerimanya!" Kata Satya tetap kekeuh!

Dinda tampak kecewa mendapat penolakan dari Satya ini.

Wajahnya terlihat agak gelap dan matanya tampak  sedih.

Kemudian Dinda berkata lagi.

"Tapi ijinkan aku untuk tetap menjadi sahabatmu Satya!" Bisik Dinda lirih.

Satya mengangguk pelan mendengar permintaan Dinda ini!

Satya bingung juga, bersahabat dengan Dinda pasti akan menimbulkan kehebohan di sekolah bahkan di desanya ini, Desa Landoh!

"Dan sahabat?! Bagaimanakah bentuk persahabatan itu?" Seperti hubungannya dengan Hartono? dengan Sholihin? dengan Bambang ?" batin Satya.

Sedangkan perbedaan dirinya dan Dinda terlalu jauh, jauh sekali.

"Ah, entahlah," batinnya.

Ketika malam makin larut, Dinda  segera pamit kepada Satya dan Ibunya...

Ibu memandang kepergian Dinda dengan pandangan menerawang jauh dan kemudian memandang pada putra nya ini.

"Anakku sudah tumbuh menjadi pemuda yang gagah perkasa," batin sang ibu.

Walaupun terlihat masih lugu dan belum banyak mengenal wanita, tapi si ibu paham, putranya ini sudah mulai tertarik pada gadis dan begitupun banyak gadis yang memandang putranya ini dengan tatapan kagum dan tertarik, termasuk Dinda yang barusan telah pergi.

Setelah kepergian Dinda, Satya segera pamit kepada sang Ibu untuk pergi ke rumah Hartono, nama lengkap  sahabatnya ini adalah Akhmad Pudji Hartono.

***

Bersama Tono , Satya kemudian mengajak ke rumah Bambang.

Bertiga kemudian mereka menuju ke Desa Lambangan  yang jaraknya kurang lebih sepuluh kilometer dari desa Landoh menuju arah selatan, melewati Kota Kecamatan Sulang dan kemudian berbelok ke barat.

Memang, Satya pernah menceritakan pada Tono dan Bambang tentang mimpinya.

Dalam suatu mimpi Satya telah di temui sesosok  orang Jepang dengan pakaian khas pasukan Jepang.

Dalam mimpi itu dia di minta untuk menggali di sebelah batu padas yang menonjol berbentuk oval sebesar kerbau yang sedang duduk.

Dalam mimpi itu, di tempat yang tidak jauh dari Desa ini yang sangat di kenal oleh Satya, terlihat orang-orang  Jepang yang tampak sedang memerintah orang -orang dengan menggunakan alat berat menggali tanah berhektar-hektar untuk mencari benda -benda peninggalan dari tentara Jepang yang katanya telah di timbun di sekitar tempat itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status