Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Mirabilis / Bab 8. Jangan Berkorban Untukku

Share

Bab 8. Jangan Berkorban Untukku

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 07:42:10

Banga mencari kedai nasi untuk makan siang. Ia sulit mengisi perut jika di antara pengunjung terdapat kaki tangan istana.

Ada kejadian yang melecut nuraninya saat Banga melewati sebuah rumah sederhana, beberapa warga menyaksikan dari rumah masing-masing dengan sinar mata prihatin.

Tampak pendekar brewok membawa paksa seorang gadis, sementara ibunya berusaha mempertahankan.

"Jangan bawa anakku, Tuan," pinta wanita separuh baya itu. "Kasihanilah anakku, ia akan menikah pekan depan."

"Kau seharusnya bangga anakmu menjadi gundik kepala kampung," sergah pendekar berambut gimbal. "Berarti anakmu cantik."

"Apalah artinya cantik kalau ia harus mengkhianati kekasihnya?"

"Dasar ibu tidak tahu diri!" maki pendekar berjidat nongnong. "Seharusnya kau selamatan seperti ibu lain, bukan menghiba!"

Tugas gundik setiap hari berdandan dan hidup dalam kemewahan, mereka bisa membantu keluarganya yang kekurangan karena mendapat harta berlimpah dari kepala kampung.

Hadiah mengalir setiap hari kala
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 22. Simbol Kekuasaan Langit

    Debu beterbangan di udara laksana asap membumbung. Lima ratus prajurit kotaraja memacu kuda dengan cepat, mereka mengenakan zirah serta bersenjata tombak dan panah.Pasukan itu dipimpin seorang jendral perang, turut bersamanya dua puluh tokoh silat istana dengan berbagai senjata pusaka.Kuda berlari melambat mendekati rumah kepala kampung. Jendral perang memberi isyarat untuk berhenti saat tiba di pintu benteng yang rusak parah."Aku belum pernah melihat pemandangan keji sebelumnya," kata jendral perang marah. Matanya memandang nanar mayat yang bergeletakan di halaman. "Prajuritku di perlakukan secara hina dina."Belasan mayat di dekat pintu gerbang diguyur air comberan sehingga penuh lumpur dan berbau busuk, bahkan di beberapa mayat terdapat tinja."Kau jendral munafik!" seru Banga, yang berdiri dengan gagah di beranda sambil menggenggam pedang kalkolitik. "Kau berperan serta dalam pembantaian klan Adikara! Mereka dibunuh secara biadab! Kebiadaban kalian tidak pernah dilakukan makhlu

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 21. Berjuang Di Kemudian Hari

    Komandan legiun berkeringat dingin melihat seluruh pendekar dan prajurit bergelimpangan di halaman. Penduduk bahkan meludahi beberapa mayat yang semasa hidupnya sangat kejam menindas rakyat.Komandan legiun menyesal membiarkan kepala pengawal pergi ke dalam rumah. Tapi ia tidak gentar, ia mencabut pedang komando untuk bertarung sampai mati."Kau bukan ksatria," geram komandan legiun. "Kau iblis yang haus darah. Apakah hanya kematian yang ada di pikiranmu?""Hukuman bagi kaki tangan istana adalah kematian," tegas Banga. "Untukmu aku ada toleransi, kau ingin mati dengan cara apa?""Bedebah!" umpat komandan legiun dengan kemarahan memuncak. "Kau harus membayar perbuatanmu kepada anak buahku!""Aku akan membayar biaya pemakaman mereka, juga pemakaman dirimu!"Komandan legiun menyerang sambil berteriak, "Hiiaaat!"Trang! Trang!Pedang mereka bentrok menimbulkan percikan bunga api. Dua potongan pedang jatuh ke pelataran.Komandan legiun bengong sebelum akhirnya terjungkal dengan nyawa lepa

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 20. Sudah Terlambat

    Kepala pengawal tidak peduli ksatria perang berasal dari klan mana, ia tak mungkin mampu melawan kekuatan besar istana.Legenda itu hanyalah cerita turun temurun yang entah dari mana asalnya. Kemunculan ksatria perang tidak terdapat dalam kitab kuno istana, selain pedang kalkolitik yang sangat misterius itu.Persetan dengan semua itu.Ia hanyalah pendekar bayaran yang diperintahkan melindungi keselamatan kepala kampung. Orang yang dilindungi sekarang sudah pergi ke kotaraja. Lalu apa lagi yang membuatnya perlu bertahan di rumah ini?"Aku memeriksa situasi di dalam dulu," kata kepala pengawal. "Apakah semua pelayan sudah meninggalkan rumah ini?"Kepala kampung pergi naik kereta lewat belakang rumah, membawa harta kekayaan dan beberapa perempuan peliharaan. Ia hanya menyisakan beberapa pelayan tua dan tidak berguna di ranjang."Rumah sudah kosong sebelum ksatria itu datang," kata komandan legiun. "Tinggal dua gundikmu saja. Bukankah ia diminta menunggu?"Kepala pengawal tersenyum licik.

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 19. Pewaris Dewa Perang

    Banga melompat terbang melewati pagar tinggi dan mendatangi sekumpulan pendekar yang menunggu di beranda. Puluhan prajurit yang berbaris siaga di halaman segera membubarkan diri dan mengepung Banga. Kepala kampung tidak kelihatan. Banga curiga ia melarikan diri. Tindakan bodoh kalau bersembunyi di dalam rumah. "Aku ingin bertemu dengan kepala kampung," kata Banga. "Adakah di antara kalian yang ingin menjelaskan?" Banga tidak mengenal kepala kampung, tapi bisa dibedakan dari pakaian ningrat yang dikenakan. Di antara mereka tidak ada yang memakai emblem istana. Banga tidak akan terpedaya jika kepala kampung berpakaian pendekar atau prajurit, karakter pemimpin congkak tidak bisa disembunyikan. "Kau tidak perlu tahu keberadaan kepala kampung," kata kepala pengawal yang berdiri di dekat komandan legiun. "Ia akan muncul untuk melihat mayatmu." Banga mendengus sinis. "Cecunguk istana itu takkan pernah melihat mayatku, selain mayat kalian." "Sombong sekali kau anak muda! Ja

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 18. Ingin Mati Di Rumah Sendiri

    Banga tidak bermaksud menyindir mereka, namun kakek bongkok mendadak berubah pikiran. Ia keluar dari antrian, matanya memandang nanar ke arah penduduk yang berduyun-duyun masuk ke halaman rumah. Mereka adalah tetangga yang setiap hari minum kopi di kedainya, dan paling gigih mengkritik kepala kampung, Hari ini mereka jadi pecundang. Takut mati, padahal kehidupan mereka sudah mati. "Kalian bodoh semua!" sergah kakek bongkok. "Untuk apa minta perlindungan pada kepala kampung yang menginginkan kematian kalian?" "Kau kesurupan apa, Ki Lontong?" tanya kakek sebaya. "Kau sering ceramah bahwa kita perlu bertahan hidup untuk membantu perjuangan. Kita menginap semalam saja di rumah kepala kampung, setelah itu mengalir lagi sumpah serapah untuknya." Ki Lontong mengetukkan tongkat ke tanah sehingga debu beterbangan dan hinggap di kakinya. Ia mendelik marah, seakan hatinya sudah tersinari cahaya perjuangan anak cucunya. "Sumpah serapah tidak akan menghentikan kepala kampu

  • Pendekar Pedang Mirabilis   Bab 17. Untuk Apa Bernafas

    Sebuah rumah megah dan besar dengan halaman luas dikelilingi pagar tinggi. Di pintu gerbang dua orang penjaga berwajah sangar sibuk memungut biaya untuk masuk ke rumah itu. Penduduk antri panjang. Dewasa, remaja, anak-anak, berdesak-desakan ingin segera masuk dengan wajah berpeluh. Maklumat untuk berlindung di rumah kepala kampung membuat mereka rela antri dalam panggangan matahari. Mereka tidak berani tinggal di rumah sendiri karena akan menjadi target pasukan kotaraja. "Kapan kepala kampung berbuat kebaikan untuk rakyatnya?" gerutu seorang bapak yang antri paling belakang. "Minta perlindungan saja dipungut biaya. Aku curiga ia bekerja sama dengan pasukan kotaraja." "Bukankah kongkalingkong sudah membudaya sejak Ratu Nayaka berkuasa? Aku berharap ksatria perang datang untuk menumpas kesewenang-wenangan." "Kemunculan ksatria perang hanyalah mimpi di zaman kita." "Perbuatan mereka sudah melampaui batas. Menunggu sampai kapan lagi dewa perang mengutus sang pewaris?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status