Share

104. Tiga Naga

last update Last Updated: 2025-06-07 23:32:34

Zaren membuka mata. Di sekelilingnya, hamparan kaca mengambang di udara seperti pecahan mimpi yang belum selesai. Setiap kaca menampilkan potongan masa lalu: wajah-wajah yang ia khianati, kota-kota yang ia biarkan jatuh, dan senyum-senyum yang berubah menjadi jerit.

Ia berdiri di tengah lingkaran kenangan. Udara dingin menusuk, tapi bukan karena suhu—melainkan rasa bersalah yang menggantung di setiap napas.

“Sudah lama, Zaren.”

Suara itu keluar dari balik pantulan. Sosok yang muncul bukan siapa-siapa… selain dirinya sendiri. Tapi versi yang berbeda—lebih muda, lebih ambisius, dan lebih haus kuasa. Jubahnya masih bersih. Matanya memancarkan keyakinan yang dulu pernah Zaren miliki.

“Kau lupa untuk apa kita dulu memulai?” tanya bayangan Zaren.

“Kita ingin meruntuhkan sistem bobrok. Kita ingin kekuatan agar tak lagi dibodohi para penguasa.”

Zaren menggeleng perlahan. “Dan dalam jalan menuju kekuatan itu… kita menghancurkan lebih banyak jiwa dari yang kita selamatkan.”

Bayangan Zaren terta
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Naga   107. Pemulihan Naga Hitam

    Hujan turun deras, menghantam atap dan tanah dengan suara seperti denting ribuan panah. Di tengah halaman istana yang sepi, Kael berdiri dengan mantel hitamnya yang basah kuyup, matanya menatap tajam ke arah sosok yang baru saja muncul dari bayang-bayang.Arsel.Sahabatnya. Pengkhianatnya.“Berani juga kau datang,” suara Kael serak, bukan karena cuaca, tapi karena amarah yang sudah lama membara.Arsel berjalan perlahan, tanpa pedang, hanya membawa kata-kata.“Aku tidak datang untuk bertarung, Kael.”“Tapi aku datang untuk membalas,” sahut Kael dingin.Kilatan petir menyambar langit. Dan di saat itulah pedang naga hitam Kael muncul di tangannya, seperti menjawab panggilan darahnya sendiri.Arsel mengangkat tangan. “Apa kau pikir aku yang menjebakmu di Benteng Suda? Kau tahu siapa dalangnya.”“Cukup! Kau diam saat aku dipenjara! Kau diam saat mereka menyiksa murid-muridku! Itu lebih buruk daripada pengkhianatan!”Kael melompat ke depan, pedangnya menebas udara. Arsel berguling menghinda

  • Pendekar Pedang Naga   106. Pengkhianatak Kaisar

    Pasukan kerajaan tiba di medan perang dengan kemegahan yang menggetarkan bumi. Barisan rapi dengan bendera berkibar tinggi, sorak sorai prajurit, dan sihir pelindung yang menyelimuti langit. Cahaya seolah kembali menyinari ladang kehancuran.Arsel berdiri di barisan depan bersama Kael, mengamati betapa besarnya kekuatan kerajaan. Untuk sesaat, harapan muncul kembali.Namun harapan itu hanya ilusi.Malam itu, saat tenda-tenda didirikan dan pasukan beristirahat, Arsel dipanggil ke tenda komando oleh Jenderal Taris, tangan kanan Kaisar. Di sana, bukan strategi pertempuran yang dibicarakan, melainkan rencana yang mengejutkan.“Arsel,” kata Taris, suaranya rendah namun penuh tekanan. “Kaisar telah membuat kesepakatan. Kita tidak akan melawan Dorian.”Arsel menyipitkan mata. “Apa maksudmu?”“Kaisar tahu kekuatan para naga tak bisa dimenangkan dengan kekuatan biasa. Jadi, dia memilih untuk bernegosiasi. Sebagian wilayah akan diserahkan. Sebagai gantinya, kerajaan akan dibiarkan utuh... dan a

  • Pendekar Pedang Naga   105. Langit Hitam Penghianatan

    Asap mengepul membumbung tinggi ke langit kelam, membungkus medan pertempuran dengan aroma hangus dan getir. Kael berdiri sendiri, tubuhnya penuh luka dan napasnya kian berat. Di hadapannya, kegelapan menjelma dalam wujud pasukan bayangan yang tak kenal lelah, terus merangsek maju. Suara denting logam telah lama pudar, tergantikan oleh jeritan dan derak reruntuhan.Pasukan yang bersamanya telah tumbang satu per satu, meninggalkan jejak darah dan bisu yang menggantung di udara. Kael berjuang sendirian kini—tanpa bala bantuan, tanpa kabar dari Arsel. Di setiap detik yang berlalu, harapannya mulai merapuh.Cahaya dari pedang naga hitamnya mulai redup, seolah kehabisan tenaga, tak lagi menyala dengan kemarahan seperti sebelumnya. Kael menggenggamnya erat, namun ia tahu: kekuatan itu hampir habis. Dan tanpa kekuatan itu, ia bukan tandingan kegelapan yang berdiri di hadapannya."Arsel... di mana kau?" bisiknya lirih, hampir tak terdengar di tengah riuhnya kehancuran.Langit menggelap sepenu

  • Pendekar Pedang Naga   104. Tiga Naga

    Zaren membuka mata. Di sekelilingnya, hamparan kaca mengambang di udara seperti pecahan mimpi yang belum selesai. Setiap kaca menampilkan potongan masa lalu: wajah-wajah yang ia khianati, kota-kota yang ia biarkan jatuh, dan senyum-senyum yang berubah menjadi jerit.Ia berdiri di tengah lingkaran kenangan. Udara dingin menusuk, tapi bukan karena suhu—melainkan rasa bersalah yang menggantung di setiap napas.“Sudah lama, Zaren.”Suara itu keluar dari balik pantulan. Sosok yang muncul bukan siapa-siapa… selain dirinya sendiri. Tapi versi yang berbeda—lebih muda, lebih ambisius, dan lebih haus kuasa. Jubahnya masih bersih. Matanya memancarkan keyakinan yang dulu pernah Zaren miliki.“Kau lupa untuk apa kita dulu memulai?” tanya bayangan Zaren.“Kita ingin meruntuhkan sistem bobrok. Kita ingin kekuatan agar tak lagi dibodohi para penguasa.”Zaren menggeleng perlahan. “Dan dalam jalan menuju kekuatan itu… kita menghancurkan lebih banyak jiwa dari yang kita selamatkan.”Bayangan Zaren terta

  • Pendekar Pedang Naga   103. Naga Bayangan

    Kabut hitam menggulung perlahan, menyelimuti jalur setapak menuju puncak. Pegunungan Hitam telah lama dianggap terkutuk—tak ada burung yang terbang di atasnya, tak ada binatang yang tinggal di lembahnya. Bahkan cahaya matahari pun terasa enggan menyentuh bebatuan tajamnya.Kael melangkah lebih dulu. Napasnya membentuk uap tipis di udara yang semakin dingin. Arsel menyusul di belakang, tangannya tak pernah jauh dari gagang pedang naga emasnya. Zaren berjalan paling akhir, wajahnya pucat, matanya menatap kosong ke arah menara yang perlahan muncul dari balik kabut.“Ini tempatnya,” bisik Zaren, suaranya hampir tak terdengar.Kael berhenti. Di depan mereka berdiri tiga menara spiral menjulang tinggi, saling melilit seperti akar pohon yang tumbuh ke langit. Tapi bukan akar—lebih seperti tanduk, atau tulang. Masing-masing menara memancarkan cahaya ungu gelap dari celah-celahnya, seperti darah yang mengalir perlahan. Di puncaknya, cahaya itu bertemu, membentuk simbol mata tertutup yang berde

  • Pendekar Pedang Naga   102. Masa Lalu Kelam

    Angin di Tebing Tersumpah berubah arah secara tiba-tiba. Udara yang tadinya diam kini membawa bau logam… darah. Zaren belum sempat menjelaskan lebih jauh ketika tanah di sekitar mereka mulai bergetar. Kabut hitam menyusup dari celah-celah batu—bukan kabut biasa. Ini adalah Kabut Perintah, sinyal bahwa unit eksekusi Bayangan Tertutup telah tiba.“Mereka mengikutimu,” desis Kael, menatap Zaren dengan sorot curiga.“Aku tahu,” jawab Zaren cepat, suaranya tenang. “Aku diberi satu misi: jebak kalian di sini dan serahkan mayat kalian… tapi aku belum memilih.”Arsel mencabut pedangnya. “Kau bawa kita ke dalam perangkap?”Zaren menatap tajam, lalu membuka jubahnya. Di baliknya tergantung lambang bayangan yang telah terbelah dua. “Aku membawa kalian… ke tempat di mana kalian bisa menghancurkan mereka semua.”Seketika itu, tanah di bawah meledak.Pasukan Bayangan Dalam muncul—kelas pembunuh elit dari organisasi. Tidak seperti Pemburu Tanpa Cahaya sebelumnya, mereka memiliki bentuk yang jelas: b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status