Di tengah perjalanan, ternyata rombongan kereta kuda yang membawa Sang Putri dihadang oleh sekelompok orang."Berhenti!" ucap orang itu."Hiyeik...!""Hiyeik...!"Terdengar suara kuda-kuda itu yang merasa tak nyaman karena disuruh berhenti secara mendadak."Ada apa?" tanya Vivi pada pengawalnya."Sepertinya kita kedatangan Tamu Yang Tak diundang, cih!" Kaisar Juned merasa kesal dengan adanya gangguan dalam perjalanannya. Ia sudah sangat senang akan mendapatkan hadiah dari Raja jika berhasil membara Tuan Putri Kembali ke Istana.Namun ketika ia melihat lima orang yang ada di depannya, nyalinya langsung ciut."Sepertinya akan ada hal berbahaya," Kaisar Juned berbisik pada Zero.Namun, Zero dengan gagah beraninya maju dan langsung berbicara kepada lima orang tersebut.Zero bertanya apa yang mereka inginkan. Setelah beberapa puluh menit kemudian barulah Zero kembali ke dalam kereta kudanya.Ternyata yang mereka inginkan adalah meninggalkan Kaisar Juned beserta pasukannya. Mereka memiliki
Kaisar Juned melihat secarik kertas dan kemudian membacanya. Kaisar Juned langsung berdiri dan bersiap akan menyerang namun Dika dengan cepat datang dan menunjukkannya. Sedangkan para prajurit lainnya saat ini tengah gemetaran. Mereka tidak menduga bahwa saat ini sedang dikepung oleh warga desa yang memiliki dendam.Di kertas itu tertuliskan perjanjian tentang hutang piutang. Namun entah bagaimana ceritanya dan yang terjadi hasilnya ada satu keluarga yang dipaksa merelakan putri mereka untuk dibawa ke markas para prajurit Kaisar Juned. Hutang itu dikatakan menjadi lunas setelah mereka membawa gadis cantik yang akan mereka jadikan mainan di markas mereka. Perbuatan tercela yang sangat bejat itu membuat hati Zero benar-benar terbakar api membara. Zero sangat marah dengan semua kejadian yang terjadi itu. Zero yang dengan bersusah payah melindungi dan menjaga dari desa itu dari ancaman desa lain amarahnya benar-benar memuncak. Bagaimana tidak? Terlihat jelas kalau hutang itu hanyalah untu
Betapa terkejutnya Vivi saat melihat tangan Zero yang berkobarkan api berwarna biru di bagian lengan kanannya."Argh...!" Zero berteriak sekali lagi. Yang Zero rasakan seperti ada listrik yang menyengat tubuhnya.Karena melihat ada hal yang aneh pada Zero, Vivi dengan cepat bergegas mendekati Zero. Namun saat Vivi menyentuh tangan Zero, tubuhnya langsung terpental."Argh...!" teriak Vivi."Vivi...! Ah! Sial! Ada apa dengan pedang ini?!" Zero merasa marah karena melihat Vivi terpental akibat menyentuhnya tadi. Zero tidak ingin melihat Vivi terluka barang sedikitpun. Zero benar-benar menjaga Vivi baik secara jiwa dan raganya.Dulu, sebelum guru mereka meninggal telah berpesan kepada Zero agar menjaga Vivi dengan baik. Dan pada hari itu Zero bersumpah kepada gurunya akan melindungi dan menjaga Vivi supaya terhindar dari apapun yang menyakitinya sampai ia mati. Zero tidak hanya membual atas ucapannya. Itu semua terbukti dengan perilaku dan sikapnya terhadap Vivi selama ini. Zero benar-ben
Zero dengan sekuat tenaga berusaha untuk menegakkan tubuhnya. Dan beberapa detik kemudian akhirnya ia berhasil. Setelah itu Zero langsung berjalan mendekati Vivi yang terlihat sedang terbaring. Ternyata Vivi pingsan. Ketika Vivi terpental tadi ternyata energinya juga ikut terserap oleh pedang yang Zero pegang itu.Lalu Zero memangku Vivi untuk meminumkannya ramuan pemulih. Butuh waktu lima menit untuk ramuan itu beraksi. Dan setelah lima menit akhirnya Vivi kembali sadar. Ketika sadar, Vivi mencoba mengingat kejadian terakhir kali yang ia alami."Zero? Apakah kau baik-baik saja?" Bukannya khawatir dengan dirinya sendiri, ketika baru saja sadarkan diri, Vivi justru mengkhawatirkan keadaan Zero."Hey, aku baik-baik saja. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu. Sudahlah, kau lanjut istirahat saja dulu." Zero berdiri dan menatap ke arah pedang yang masih tergeletak.Salam harinya Zero merasa ragu. Apakah ia harus mengambil kembali pedang itu, atau ia buang saja? Tapi hati kecil
Zero akhirnya turun dari kereta kudanya dan langsung memasang kuda-kuda untuk siap bertarung. Namun orang yang menyerang secara diam-diam itu tidak juga memunculkan keberadaannya. Malahan, ada lagi beberapa serangan anak panah beracun ke arah Zero. Namun serangan-serangan itu masih sanggup Zero tepis dengan mudahnya.Lalu Zero melirik ke arah Vivi yang ingin mendekatinya dan langsung berteriak untuk menyuruh Vivi agar tidak mendekatinya. Zero dapat merasakan bahwa anak panah itu semuanya beracun. Zero mengetahuinya ketika ia menepis beberapa anak panah itu yang mengenai pepohonan dan beberapa batang pohon itu yang tadinya tumbuh segar langsung menjadi layu seketika. Dari situlah Zero yakin bahwa racun yang ada pada anak panah itu sangat mematikan."Vivi, jangan mendekat! Sebaiknya kau bersembunyi saja yang agak jauh dari sini terlebih dahulu! Biarkan aku saja yang menghadapi orang yang menyerang kita ini! Cepatlah!" teriak Zero."Ta-tap-" Vivi yang ingin membantah langsung disela lagi
Zero melesat dengan cepat mengikuti arah yang dituju oleh pedang miliknya. Pedang yang terbang untuk mengejar orang itu, ternyata berhasil mengejarnya.Sring!Pedang aura harimau menebas orang itu dan setelahnya kembali ke genggaman Zero."Boleh juga, kau. Kalau kau ingin bertarung, hadapilah aku secara jantan. Jangan beraninya menyerang secara sembunyi-sembunyi." Zero langsung menggunakan jurus pertamanya dan menyerang orang itu.Namun orang itu ternyata memiliki sebilah pedang juga yang memiliki aura yang cukup kuat.Roar...!Pedang milik orang itu mengeluarkan aura serigala ketika ditebaskan.Melihat hal itu, Zero langsung menambah kewaspadaannya. Sebab, pedang yang digunakan oleh musuh kali ini terasa kuat. Itu terbukti ketika Zero mengadu serangan orang itu menggunakan jurus keduanya ternyata seimbang."Katakan padaku! Siapa kau sebenarnya? dan kenapa kau menyerangku secara tiba-tiba?" Zero masih mencoba mengajak bicara lawannya karena Zero sedari tadi tidak merasakan aura jahat d
Zero merasa bingung saat melihat ekspresi isterinya itu. Sepertinya Vivi kenal dengan wanita yang menyerang mereka."Vivi, apakah kau mengenalnya?" tanya Zero penasaran."Hem..., iya Sayang, tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah salah satu prajurit berperang wanita di Istana. Tapi aku heran kenap ia berada di sini," jawab Vivi.Lalu Vivi menyuruh wanita itu melepaskan topengnya dan memperkenalkan dirinya kepada Zero."Maafkan atas kelancanganku, Tuan Zero. Namaku adalah Hanabi." Hanabi menundukkan tubuhnya guna memberi salam hormat terhadap Zero."Sudahlah. Aku tidak mau mempermasalahkan lebih lanjut. Yang telah terjadi, ya sudah biarkan saja. Tapi, aku ingin tahu tentang dirimu. Tadi kau mengatakan terang wilayah? Apa maksud dari ucapanmu itu?" tanya Zero.Kemudian Vivi dan Zero mengajak Hanabi untuk merawat lukanya terlebih dahulu di kereta kuda. Setelah itu barulah Hanabi diminta untuk menceritakan situasi dan kondisi yang ada di wilayah ini.Ternyata, Hanabi adalah utusan yang di
Hanabi maju dan berteriak demi menghentikan orang yang tiba-tiba menyerang Zero tadi."Hahaha...! Tenanglah, Hanabi. Aku hanya mengetes tamu kita." Lalu pria itu memasukkan kembali pedang ke sarungnya."Huft...! Kau ini yah, kebiasaan!" Hanabi menghela nafasnya.Zero yang melihat lawannya menyarungkan pedang, ia pun ikut menyarungkan pedangnya kembali. Zero melihat ke arah pria yang tadi menyerangnya dan menyeringai. Zero memang tidak merasakan adanya aura membunuh pada pria itu. Oleh sebab itulah Zero tidak menyerang balik. Zero juga tahu kalau pria itu memiliki hati yang baik.Kemudian karena merasa bersalah, Hanabi langsung membungkukkan tubuhnya di dihadapan Vivi."Maafkan temanku ini, Tuan Putri," ucap Hanabi."Hah?! Tu-tuan Putri?" Kedua mata temannya Hanabi itu langsung melotot."Hus, cepatlah! Jangan berlaku kurang ajar di hadapan Tuan Putri!" Hanabi menoleh dan berbisik kepada temannya itu."Ma-mafkan aku, Tuan Putri. Aku, Hayabusa siap menerima hukuman karena telah melakukan