Share

2. Tak Sadar

Rara terduduk lemas di kursinya, perhari ini Karin telah dipecat dan Rara kini di tunjuk untuk menggantikan posisinya. Rara tidak pernah memperkirakan hal ini akan terjadi, selama ini ia selalu menuruti perkataan Karin karena ia merasa posisinya terancam.

Rian merupakan CEO yang bijaksana, ia mendengarkan semua penjelasan Rara tentang Karin dan juga mengkonfirmasikan kepada beberapa orang perihal kelakuan Karin. Namun kenaikan jabatan tidak berarti membuat Rara senang.

Secara mengejutkan, Rian ingin ruangan Rara pindah, menjadi tepat di depan ruangan Rian, sejajar dengan meja sekretarisnya Rian. Bebannya terasa bertambah berat karena harus berhadapan langsung dengan sang bos setiap hari.

“Ra, ingat tugasmu sekarang sudah berubah,” suara Rian tiba-tiba terdengar di dekatnya membuat Rara terkejut bukan main.

“B-baik, Pak.”

Rian memperhatikan penampilan Rara, dari ujung kepala hingga kaki. Ia kemudian membandingkannya dengan sekretarisnya. Rara terlihat lebih baik dari segi penampilan di bandingkan dengan sekretarisnya.

“Kau,” Rian menunjuk sekretarisnya, “Ikuti cara berpakaian Rara, dia lebih sopan dan enak di pandang.”

Rara seketika mengerjapkan matanya berulang kali setelah Rian berkata seperti itu dan pergi. Ia menjadi canggung terhadap Viona, sekretaris Rian. Pujian Rian bisa saja membuat Rara lupa daratan dan malah menjadi bumerang baginya.

“Mungkin dia bercanda, Vio. Tidak usah dimasukkan ke hati ya, kau lebih cantik dariku, loh.” Rara mencoba menghibur gadis itu, Viona sedang cemberut.

Viona hanya mengangguk sebelum akhirnya meninggalkan Rara juga. Gadis itu menghela napasnya lega, ini sudah waktunya untuk pulang. Rara merapikan dirinya lalu bersiap untuk pergi, tak lupa ia mengecek ponselnya yang terhubung dengan kunci apartemennya.

Rara sengaja menggunakan ini karena di apartemen sebelumnya, kunci nya sempat rusak karena seseorang berusaha membobolnya. Padahal Rara tidak merasa memiliki barang berharga yang cocok untuk di rampok.

"Apa yang akan dicuri dari gadis yang tidak memiliki apa-apa seperti ku?" Rara bergumam sendiri.

Tidak ada yang mencoba membobolnya lagi, Rara bisa lebih tenang sekarang. Walau seharusnya ia juga tidak perlu berpikir akan ada yang merampok apartemennya, pengamanan gedung saja sudah tinggi dan tidak membiarkan sembarang tamu masuk, harusnya ia tidak perlu khawatir.

Lagi-lagi begitu sampai di depan pintu, Rara melihat panel kunci apartemennya berlumuran bedak bayi. Rara celingak-celinguk, tidak ada siapapun di koridor dan juga tidak ada bekas jejak kaki.

“Siapa yang melakukan ini?” gumam Rara, ia ingin mengecek cctv tapi hari ini tubuhnya terlalu lelah, mungkin ia bisa melakukannya besok sebelum berangkat bekerja.

Begitu masuk ke dalam apartemennya, ia merasakan aura yang berbeda dan mencium aroma maskulin. Walau sedikit takut tapi badan Rara sangat lelah dan membutuhkan istirahat sehingga ia berusaha untuk tidak memperdulikannya, ia bergegas mandi dan bersiap untuk tidur.

Tak lama setelah Rara tertidur lelap, seorang pria keluar dari bawah ranjang Rara. Pria itu memperhatikan Rara dalam diam kemudian memeriksa apartemen Rara. Setelah di rasanya cukup berkeliling, ia menutup wajah Rara sejenak menggunakan sebuah sapu tangan yang ternyata sudah di rendam dengan obat bius.

"Kau sangat cantik," suara pria itu terdengar gembira ketika melihat wajah Rara.

Pria itu tersenyum kemudian ia membersihkan tubuhnya di kamar mandi, setelah itu ia memasak di dapur dan menyimpan masakannya sebagian di kulkas lalu ditempelkannya  sebuah catatan untuk Rara.

Rara yang tertidur lelap akibat obat bius mungkin akan membutuhkan waktu lama untuk sadar. 

Pria itu tinggi, dengan rambut hitam gaya emo dengan hidung mancung dan wajah yang tampan. Ia segera berbaring di samping Rara yang terlelap sangat dalam, merapikan anak rambut gadis itu dan mencium keningnya.

“Tidurlah dengan nyenyak,” bisiknya lalu ia menarik selimut dan tidur di samping Rara yang tidak sadar.

Sebelum pria itu terlelap, ia juga sudah mengatur alarm pada ponsel Rara yang entah bagaimana bisa ia buka dengan mudah. Pria itu bahkan mengetahui kata sandi untuk ponsel Rara.

Alarm terus menyala dan bergetar dari ponsel Rara, gadis itu sedikit menggeliat dari tidurnya dengan badan yang terasa pegal hingga ia memaksakan diri untuk membuka matanya. Setelah sadar sepenuhnya, ia mematikan alarm dan mengecek ponselnya.

Rara terkejut bukan main, dirinya sudah tidur selama sehari penuh, selama dua puluh empat jam. Ia ingat, jam terakhir tidurnya adalah jam sepuluh malam tanggal dua puluh empat, sekarang sudah jam sepuluh malam tanggal dua lima.

"Ya Tuhan... apa yang terjadi padaku?"

Begitu banyak panggilan masuk dan pesan masuk dari Rian, mulai dari pesan marah hingga khawatir dari bosnya. Rara merasa ingin menangis sekarang, apa yang terjadi pada dirinya hingga ia tertidur begitu lama?

Rara memeriksa sekitarnya, mulai dari kasur hingga seluruh bagian kamarnya. Ia menemukan beberapa hal mencurigakan, yaitu seperti ada seseorang yang sudah ikut tidur bersamanya dan juga ada orang yang baru saja menggunakan kamar mandinya.

Akhirnya Rara memberanikan diri untuk mengintip kebawah ranjang tidurnya dengan spontan sembari di terangi oleh cahaya senter. Walau ia sedikit takut dan tangannya gemetar tapi pada akhirnya Rara bernapas lega, karena di bawah ranjangnya aman dan tidak ada hal menakutkan yang sebelumnya menghantuinya.

Rara kini masuk ke dapurnya dan melihat ada beberapa masakan juga sebuah catatan, kini ia tidak bisa berpikir positif lagi. Tidak ada yang pernah ia ajak datang ke apartemennya termasuk keluarganya sendiri karena ia baru saja pindah kemari. Rara hanya memberitahukan alamat apartemen barunya pada Karin yang sekarang masih berada di luar kota.

Namun Rara tidak memberitahukan alamatnya secara detail, jadi, siapa yang memasak ini untuknya? Di tambah, semua masakan ini masih hangat.

“Halo? Siapapun itu, apakah kau memang sedang ada di sini sekarang?!” Rara bertanya entah pada siapa, ia sudah memeriksa setiap ruangan di apartemennya yang tidak terlalu besar itu tapi tidak menemukan jejak apapun.

Rara segera membuang semua masakan yang ada di meja makannya juga beberapa makanan yang ada di dalam kulkasnya. Ia takut ada racun di dalamnya.

“Kau tidak menghargai masakan ku?”

Sebuah suara terdengar membuat Rara merinding hebat, ia sangat terkejut mendengarnya karena tidak ada siapapun di sekitarnya. Lantas dari mana datangnya suara tersebut? Rara tidak tahan lagi, ia merasa halusinasinya terlalu parah.

"Tidak! Argh!"

Gadis itu segera keluar dari apartemennya, ia lebih takut berada di sana ketimbang di jalanan. Rara memutuskan untuk membeli kudapan di minimarket dan duduk di sana. Memikirkan apa yang baru saja terjadi dan mencari informasi tentang psikiater yang bisa membantunya.

Rara membeli kopi hangat dan beberapa camilan, ia nongkrong di depan minimarket. Gadis itu tidak menyadari kalau ada seorang pria yang berjalan ke arahnya dengan wajah penuh amarah.

“Rara!” pria itu menyerukan namanya dan seketika gadis itu menoleh.

“P-pak Rian? Bagaimana bisa bapak ada di sini?” Rara terbata-bata karena terkejut melihat Rian. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status