Share

Bab 4 Victor Hutapea

last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-09 14:55:30

“Jangan takut kepadaku, Gadis manis,” goda Victor Hutapea sambil mengulurkan tangannya ke arah wajah Anisa Rahma.

 Dengan cepat Anisa menipis tangan Victor dan berkata, “Jaga sikapmu! Jangan ganggu aku! Aku ini wanita baik-baik yang tidak suka bermain dengan pria hidung belang seperti kamu!”

 "Gadis kecil nakal, memukul aku. Aku suka itu." Victor mengusap bibirnya dan perlahan menyudutkan Anisa ke dinding.

 "Mengapa kamu tidak memberiku kesempatan? Kamu akan menyadari bahwa aku adalah pria tampan yang jauh lebih baik daripada kakak laki-lakiku yang lemah. Aku bisa memberikan kamu rumah, mobil, tas desainer mewah, dan tentu saja, banyak kesenangan duniawi jika bersamaku."

 Paman Iskandar Muda menyaksikan pemandangan itu dari sudut tangga di ruang tamu. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Tuan Muda, haruskah saya melakukan sesuatu?"

 David melihat tangan Victor yang menyentuh wajah istrinya. Kilatan kebencian memasuki tatapannya yang lembut dan kini dia sangat marah kepada Victor lalu berkata, "Tunggu sebentar. Saya ingin lihat apa yang dilakukan Anisa Rahma kepada saudaraku."

 “Baiklah, mari kita lihat apa yang akan dilakukan dia. Kita harus berjaga-jaga di sini agar kejadian tak mengenakan tidak terjadi,” ucap Paman Iskandar Muda dengan matanya fokus memerhatikan setiap rangkaian kejadian di atas.

 Dari bawah David dan Paman Iskandar Muda memerhatikan dengan saksama. Anisa melihat tubuh Victor menjebak tubuhnya. Dengan tegas, Anisa berkata, "Demi kakak laki-lakimu, aku memberi peringatan untuk terakhir kalinya kepada kamu. Cepat menjauhlah dariku!"

 Tanpa memedulikan ancamannya, Victor mencengkeram dagu Anisa lagi, menikmati tekstur kulit putih lembutnya. Dia telah bersenang-senang dengan putri-putri keluarga bangsawan yang tak terhitung jumlahnya, tapi tidak pernah ada yang seperti Anisa, yang penampilannya seperti bidadari menyangkal sifatnya yang penuh semangat.

 Victor membiarkan dirinya merenungkan seperti apa dia nantinya di balik selimut. "Bukankah hidup bersama aku akan lebih baik daripada hidup di dapur, cantik? Pekerjaan di sini membuat dirimu kotor dan melelahkan, ikutlah denganku, dan aku akan-"

 Tanpa ragu-ragu, Anisa berlutut di antara kedua kaki Victor lalu menendang bagian paling rentan bagi seorang pria untuk memotong ucapan Victor.

 Victor melolong kesakitan, berlipat ganda dan terhuyung mundur. "Beraninya kamu menendangku!" dia menjadi marah dan berniat membalaskan dendamnya lalu berkata, "Aku akan membunuhmu, gadis kecil!"

 Anisa berbalik dan mengambil pisau yang tergeletak di talenan, dan mengarahkannya ke Victor. Meskipun tubuhnya kecil, pada saat itu, keganasannya tak tertandingi dan berkata, "Cobalah! Lihat apakah aku bisa membunuhmu terlebih dahulu!"

 Melihat keributan terjadi di atas, Paman Iskandar Muda tanpa berpikir panjang mengatupkan kedua pahanya. Anisa jelas bisa membunuh seorang pria di tempat yang terluka dengan kekuatan yang sangat besar. "Tuan Muda, lihat betapa liarnya wanita ini. Dia melumpuhkan Tuan Muda Victor begitu saja!"

 David terkejut karena Anisa cukup berani untuk menyerang saudaranya, lalu dia berkata, "Cepat bawa aku ke sana!" Jika Victor berani menyentuh istrinya, dia pantas mendapatkan apa pun yang didapatnya.

 Paman Iskandar Muda segera menuruti perintah Tuan Muda David. Dia tidak ingin melihat pertumpahan darah terjadi di rumah ini. Tanpa ragu Paman Iskandar Muda membawa David menuju ke atas untuk menghentikan keributan yang terjadi.

 Paman Iskandar Muda berlari mendorong kursi roda David menuju lift. Bahkan sebelum Victor pulih dari serangan di kakinya, Anisa sudah mendekatinya, menekan pisaunya ke tenggorokannya. Dia hampir muntah darah terbunuh oleh Anisa saat itu.

 “Cukup! Hentikan semua ini! Sebelum semuanya terlambat! Aku tidak ingin melihat pertumpahan darah di rumahku!” seru David menghentikan Anisa yang ingin membunuh Victor karena dia merendahkan martabat seorang wanita.

 Saat itu juga, Victor mendengar suara kakaknya yang berseru dan mendekat menggunakan kursi roda dari belakangnya. Dia tahu itu bukan siapa-siapa kecuali kakak laki-lakinya yang malang.

 Harga dirinya tidak akan membiarkan dia menunjukkan kelemahan seperti itu di hadapan makhluk tak berharga itu, jadi dia menahan rasa sakitnya dan menegakkan dirinya hingga setinggi mungkin.

 "Gadis pelayanmu sudah tidak terkendali, saudaraku. Dia berani mengangkat pisau dapur ke arahku. Kakak sebaiknya memberikan pelajaran kepadanya!”

 Mendengar suara kursi roda, Anisa meletakkan pisaunya. Namun ketika dia mendengar tuduhan Victor, dia melemparkan talenan ke arah samping Victor dengan suara keras dan berkata, "Aku lepas kendali? Tanganmu menyentuhku dalam beberapa detik setelah kita bertemu! Menurutku, kamu lolos dengan mudah untuk saat ini, dasar pria tak tahu diri! Kau hampir saja merendahkan martabat diriku sebagai seorang wanita!"

 "Beraninya kamu menuduhku!" Victor hampir tidak bisa mempercayai keberanian gadis pelayan ini.

 "Cepat kemari, sayangku." David memberi isyarat kepada Anisa Rahma, yang ragu-ragu sebelum berjalan ke sisinya.

 David menatap adiknya dengan penuh perhatian dan berkata, "Di mana dia menyakitimu, saudaraku? Apa kamu baik-baik saja?"

 Pertanyaan itu membuat Victor tersedak. Bagaimana dia bisa memberi tahu kakaknya bahwa gadis mungil ini telah memukulnya di tempat yang paling rentan bagi seorang pria? Apakah dia masih punya harga diri yang tersisa? "Tidak apa-apa kakak, aku baik-baik saja."

 Victor memaksakan dirinya untuk berbohong lalu berkata, "Tetapi faktanya dia berani menyerang aku. Kakak harus menghukum dia di tempatnya. Jika ada masalah, aku dengan senang hati akan membantu kakak."

 Jelas dari cara bicara Victor bahwa dia meremehkan kakak laki-lakinya. Itu berarti hanya ada sedikit cinta di antara mereka berdua. Anisa Rahma mempertimbangkan hal ini sejenak.

 Wajah Anisa yang keras kepala tiba-tiba berubah menjadi kelembutan saat dia menarik lengan David, untuk menyentuh dagunya yang indah dan berkata, "Dia yang memulainya dahulu, suamiku tersayang. Dia berbicara kepadaku seolah-olah aku adalah seekor hewan peliharaan, menawarkan untuk membelikan aku banyak hadiah mahal, dan bahkan memegang daguku ini dengan tangannya yang kotor."

 Mendengar Anisa memanggilnya 'sayang' dengan suaranya yang lembut dan manis membuat David terdiam. David mengangkat tangannya dengan lembut membelai dagu Anisa, seolah ingin menghilangkan bekas yang ditinggalkan Victor di kulitnya.

 "Tidak perlu dijelaskan, Aku sudah tahu. Tadi aku memerhatikan kamu dan Victor dari kejauhan."

 Mata Victor melotot ketika dia mendengar wanita itu menyebut saudara laki-lakinya sebagai suaminya lalu berkata, "Apa katamu? Betapa tidak tahu malunya kamu, nona? Apakah kakakku sudah menikah?"

 David memegang tangan mungil Anisa, dan setelah terbatuk, dia berkata dengan suara serak, "Saudaraku, dia adalah istri baruku."

 Victor sangat terkejut dan berkata, “Bagaimana ini bisa terjadi?”

 Ketika dia mendengar dari ayahnya bahwa saudara laki-lakinya akan menikah, dia dengan sengaja menyarankan Amanda Santika yang tidak begitu cantik dan sulit diatur untuk dijadikan pengantin.

 Jadi mengapa Victor melihat wanita yang sangat cantik, dan penuh kasih sayang menjadi istri kakaknya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 37 Gairah Nafsu

    “Aku merasa bersalah. Aku… Aku tidak sengaja menumpahkan air panas kepadamu… Aku akan lebih hati-hati lagi…” Anisa sangat terpukul akibat perbuatannya sendiri yang tak mampu menjaga suaminya dengan baik.“Aku tidak apa-apa, sayang. Itu adalah kecelakaan… Maafkan aku juga yang tidak bisa memegang cangkir itu dengan benar,” balas David berusaha menjelaskan kondisi dirinya.“Kamu benar-benar tidak bisa merasakan apa pun di kakimu, sayang? Padahal airnya panas sekali?” kata Anisa sambil meneteskan air matanya di pipinya. “Sebenarnya aku merasakannya, tapi hanya sedikit.” David benci melihat Anisa menangis. Dengan cepat dia meraih Anisa untuk memeluknya, membungkus istri kecilnya dalam pelukan hangatnya. Selain itu, dia pada dasarnya berhati-hati, dan airnya paling hangat, tidak sepanas yang Anisa katakan. “Apakah kamu yakin tidak apa-apa, sayang?” kata Anisa sambil menyeka air matanya yang menetes. “Sungguh, aku baik-baik saja, Rahma. Hapus air matamu, aku akan merasa bersalah

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 36 Secangkir Air

    Setelah mengirim pesan, David melirik Anisa. Istrinya benar-benar cantik, dan penuh semangat. Tidak mengherankan jika Anisa memiliki beberapa pengagum di universitas, tetapi jika ada yang berani mencoba mengambil wanita itu darinya, mereka sama saja dengan mencari masalah. Anisa telah mempelajari dokumen yang diberikan Profesor Jalaluddin dengan cermat. Tiba-tiba, dia berseru, “Ternyata kemaluan pria penuh dengan saraf, sehingga sangat mudah untuk mendapatkan ereksi. Sungguh menarik...” Anisa terlalu fokus dengan tugasnya dan tidak sadar mengucapkan kata-kata sensitif yang bisa saja menyinggung suaminya. David terdiam mendengar kata-kata Anisa saat membaca dokumen milik Profesor Jalaluddin. “Ereksi adalah kondisi ketika kemaluan pria dalam keadaan tegang, keras, dan membesar karena peningkatan aliran darah. Apa ini? Aku jadi penasaran.” Anisa sedang memeriksa informasi tersebut murni melalui kacamata seorang mahasiswa kedokteran, tanpa memikirkan sesuatu yang tidak senonoh, i

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 35 Ungkapkan Rasa Cinta

    Anisa menggelengkan kepalanya. Dia adalah seorang mahasiswa kedokteran, ditambah lagi, dia memiliki pengetahuan umum untuk mendukungnya. Dia sudah bertekad untuk mencari cara mengobati suaminya tercinta. “Aku adalah istrimu, senang maupun sulit kita jalani bersama. Tidak masalah tentang penyakitmu, sayang. Aku menyayangi kamu karena aku mau. Aku menginginkan kamu seutuhnya, selamanya, setiap hari.” Anisa berusaha untuk meyakinkan suaminya, jika dia sungguh-sungguh mencintai David. Tatapan matanya melebar dengan senyuman manis terpancar dari sikap keterbukaannya. “Apakah kamu menerima aku apa adanya?” tanya David dengan mengerutkan keningnya, dia masih meragukan kesetian Anisa. “Ya, mengapa tidak? Belah dada ini dan lihatlah hatiku, jika itu bisa meyakinkan kamu. Hidup dan matiku hanya untukmu, rasa hati ini tak akan pernah bisa dusta.” Sebuah ungkapan rasa cinta yang mendalam diucapkan oleh Anisa, dia mencintai suaminya dengan setulus hatinya. David seketika tersenyum lebar sa

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 34 Cemburu Lagi?

    Terkejut dengan kata-kata temannya, Anisa melirik David dengan tatapan meminta maaf sebelum mematikan pengeras suara. “Kau sudah memberitahuku semua ini sebelumnya, Adelia. David adalah suamiku! Aku sudah menikah. Jadi, berhentilah membicarakan dia seperti itu.” Adelia masih menolak untuk mendengarkan alasan Anisa dengan berkata, “Berhentilah terlalu memedulikan pria berkebutuhan khusus itu. Lagi pula, dia tidak punya banyak waktu lagi untuk hidup. Tidakkah kamu setidaknya mencoba mendengarkan aku? Senior Ibrahim adalah segalanya yang diinginkan seorang gadis di kampus. Kamu akan menghancurkan hatiku jika terus melakukan ini, tahu.” Anisa tahu bahwa temannya hanya bermaksud yang terbaik untuknya. Kalau tidak, dia pasti sudah menutup telepon sejak lama. Namun kata-kata ini hanya akan melukai perasaan David jika dia mendengarnya. Sejenak Anisa mengabaikan suara telepon Adelia untuk melihat ekspresi suaminya, dia melihat David menundukkan pandangannya dan terdiam membeku saat mende

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 33 Mengerjakan Tugas

    Anisa menoleh ke arah sumber suara dan melihat suaminya bersama Paman Iskandar Muda datang, “Kedatangan kamu tepat waktu, sayang.” Dia memberi David sebuah sendok dan garpu makan sambil tersenyum lalu berkata, “Cobalah ini dan lihat bagaimana kamu menyukainya.” David mengambil tiga piring, dua mangkuk, dan alat makan lainnya di depannya, sebelum duduk dia memasang ekspresi di wajahnya yang berseri-seri. Kehidupan yang mereka jalani adalah hal yang rutin dan biasa saja, namun ada sesuatu yang istimewa juga di dalamnya, yaitu kualitas rumah tangga yang berbagi tempat tinggal, makan bersama, seiring pergantian musim dan perubahan di sekitar mereka. “Untuk apa kamu menatapku? Ayo makan, kenapa kamu hanya tersenyum?” kata Anisa mengajak suami untuk segera makan. “Karena kecantikanmu memanjakan mata,” jawab David sambil mengangkat alisnya. Sebuah pujian yang membuat hati berbunga-bunga saat mendengarnya. Anisa tersipu malu hingga pipinya memerah merona. Suaminya kadang-kadang

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 32 Rasa Kecewa Yang Dingin

    Wajah Anisa memerah merona indah bagaikan sebuah tomat yang matang. Karena bingung dan tidak berdaya, dia menjelaskan sekali lagi, "Aku hanya mengkhawatirkan penyakitmu, sayang. Aku tidak menolak untuk menciummu..." Jika Anisa benar-benar menolaknya, dia pasti sudah marah sejak lama. "Kalau begitu cium aku sekarang," kata David sambil tersenyum manis ke arah Anisa dan tatapan matanya dipenuhi rasa kasih sayang. David bersikap tidak adil, dia sudah memaksakan ciuman pada Anisa sebelumnya. Tapi Anisa tidak bisa menahan beban tatapan pria itu padanya, cerah dan membara, jadi dia memberinya kecupan di pipi, sapuan bibir paling halus di kulit. Sekarang David percaya, jika cinta Anisa hanya ada untuk dia seorang diri. David tidak tergerak lalu berkata dengan nadanya yang manja, "Aku sudah memberitahumu bahwa ciuman yang pantas antara suami dan istri dilakukan di bibir, bukan?" Terpecah antara menangis dan tertawa, Anisa hanya bisa bersandar dengan patuh dan menyentuh bibirnya den

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 31 Pengertian

    David tidak menanggapi. Wajahnya masih suram dan gelap seperti guntur. Khawatir, Anisa mengulurkan tangan dan meraba dahi David, dan dia tidak terasa lebih panas dari biasanya. Anisa masih bingung dengan sikap David yang seperti ini. "Apa yang salah? Bagian mana dari dirimu yang tidak sehat?" kata Anisa berusaha bertanya tentang kondisi suaminya yang dari tadi memasang ekspresi muram. "Aku baik-baik saja..." David menghela napas dengan beberapa kali batuk yang terdengar menyakitkan. Anisa menggenggam tangan David dan memeluknya, sekali lagi bersikeras bahwa dia baik-baik saja. “Apakah kamu yakin, sayang?” tanya Anisa dengan mengerutkan keningnya. Dia sangat khawatir dengan kondisi suaminya, sikap David tidak seperti biasanya. Kulit Paman Iskandar Muda merinding ketika dia melihat tuan mudanya kembali menunjukkan kerapuhannya, untuk menipu istri kecilnya. David terus terbatuk-batuk keras hingga dadanya terangkat. Anisa terlihat sangat cemas, dia menyusapkan tangannya dengan l

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 30 Cemburu

    "Aku serius, Kak Senior. Mengapa aku bercanda tentang sesuatu yang begitu penting? Aku benar-benar sudah menikah, Kak Senior. Paman Iskandar Muda adalah ajudan suamiku," kata Anisa dengan tatapan meyakinkan untuk meyakinkan Ibrahim jika dia sudah menjadi istri seseorang. Kata-kata Anisa seperti jarum yang menusuk telinga Ibrahim, tajam, menusuk ke dalam hatinya dengan rasa sakit yang berdenyut-denyut tak bisa dibayangkan. “Apa? Kamu sudah menjadi istri seseorang? Ha ha ha... Lucu sekali, Anisa.” Ibrahim tertawa terbahak-bahak seperti hilang akal karena belum bisa menerima kenyataan ini. “Kamu pasti bercanda, kan?” Ibrahim tidak percaya, jika gadis yang disukainya sudah menikah dan telah menjadi kekasih seseorang. Terlebih lagi, bagian yang paling lucu adalah dia masih menunggu Anisa menyadari perasaannya, seperti orang bodoh yang naif. Dia hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Jika Anisa tidak bercanda, maka pastilah hatinya sedang mempermainkan perasaannya. "Apakah kamu baik-

  • Pengantin Pengganti: Dia Yang Diremehkan Ternyata Luar Biasa   Bab 29 Ibrahim Terkejut

    Paman Iskandar Muda merapikan pakaiannya, kemudian dia keluar dari mobil, meringis dalam hati saat dia melangkah menuju Anisa. Saat dia mendekat, dia mendengar Anisa berkata, “Terima kasih telah menangkap saya, Senior Ibrahim. Jika tidak, aku akan terjatuh tadi.” “Hati-hati Anisa, perhatikan setiap langkah kakimu.” Saat mereka berjalan ke arah gerbang sekolah, Anisa dan Ibrahim sedang memeriksa dokumen yang diminta Profesor Jalaluddin untuk diterjemahkan, untuk melihat apakah dia dapat membantunya. Anisa terlalu terpaku pada beberapa bagian yang tidak bisa dia pahami, lupa arah dan hampir tersandung, tetapi Ibrahim telah mengulurkan tangan dan memeluk Anisa lalu menenangkannya. Anisa dan Ibrahim saling bertatapan sejenak dengan wajah mereka yang memerah merona karena tersipu malu. Ibrahim hampir bisa merasakan telapak tangannya kesemutan karena aroma Anisa yang sangat menggoda. Menjaga wajahnya tetap netral, dia bertanya, “Apakah kamu baik-baik saja?” “Aku baik-baik saja, ko

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status