Share

Misi

Author: Queeny
last update Last Updated: 2021-02-12 19:14:58

Sudah satu minggu mereka menikah, dan selama itu juga Dara berada di kamar Ciara. Alasan Dara tetap sama, kasihan putrinya jika tidur sendirian sekalipun sudah sembuh.

Itu membuat Dewa diam-diam menyimpan rasa kesal. Putrinya juga sama, lebih senang ditemani oleh Dara dari pada dirinya.

Sudah satu minggu ini juga Dara mempelajari kebiasaan keluarga ini. Dari Dewa yang suka menyimpan handuk basah di kasur, meletakkan tas kerja atau ponsel di sembarang tempat, juga menarik baju sembarangan dari lemari.

Ah, rasanya semua laki-laki memang begitu.

Satu lagi, Ciara terlalu dituruti semua keinginannya sehingga anak itu sangat manja. Apa pun yang ingin dia minta untuk jajan, maka Dewa akan langsung membelikan, tak peduli itu baik untuk kesehatan atau tidak. 

Alhasil, hari ini anak itu mengeluh sakit gigi.

"Tadi beli apa waktu jalan sama papa?"

Ciara memandang Dara dengan sedikit takut, padahal dia hanya bertanya, bukan memarahi. 

"Ngggg ...."

"Jawab mama. Biar tahu penyebab sakitnya. Apa mau langsung ke dokter aja buat periksa?" 

Wanita itu bertanya dengan hati-hati. Selain manja, perasaan Ciara juga sangat sensitif sehingga gampang merajuk atau menangis.

"Itu tadi ... gulali. Sama es krim."

Oh, oke. Dara menarik napas panjang. Apa dulu mendiang adiknya juga bersikap sama? Jika iya, ini sulit untuk diubah.

"Sini mama lihat."

Anak itu membuka mulut dengan lebar kemudian pasrah saat Dara mulai memeriksa.

"Ada apa?" Dewa tiba-tiba masuk ke kamar putrinya.

Ini hari minggu, jadi sebelum besok masuk kerja karena cuti sudah selesai, tadi dia mengajak Ciara jalan-jalan.

"Cia sakit gigi. Tadi jajan sembarangan, ya?" tanya Dara.

"Jajan kayak biasa. Beli es krim," jawab Dewa.

"Beli gulali juga, kan? Udah tau giginya bolong kenapa malah dikasih," kata Dara sambil menatap Dewa.

Lelaki itu menjadi salah tingkah. Ternyata sifat asli Dara mulai kelihatan. Dia pikir istrinya ini lembut karena wajahnya sangat ayu. Ternyata diam-diam galak.

"Cuma satu. Terus Cia makan setengah, sisanya mas yang abisin," kata Dewa membela diri. Dia tidak berbohong, memang itu kenyataannya. 

Mata cantik Dara melirik ke arah jam di dinding yang jarumnya menunjukkan angka 3 sore.

"Kita ke dokter aja, Mas. Ini dia ngeluh sakit terus. Aku kompres aja sebentar sama kumur dengan air garam," kata Dara memberikan solusi. 

"Terserah kamu. Dokter praktek juga habis maghrib baru buka. Nanti kita shalat jama'ah dulu baru jalan," jawab Dewa.

Dara mengangguk lalu berjalan ke dapur dan mengambil es batu. Dia juga memasukkan garam ke dalam segelas air.

Ciara menuruti apa saja yang diminta oleh mamanya. Dewa juga ikut membantu mengambil gelas yang disodorkan, padahal sengaja ingin memegang tangan Dara. 

"Awas gelasnya jatuh." Dia setengah berteriak saat Dewa merampas gelas itu. 

"Kamu ini, sentuhan sama suami aja takut. Kayak kita bukan mahram," gerutu Dewa.

Rasanya dia harus mencari cara agar Dara kembali ke kamarnya. Mungkin dengan berpura-pura sakit sehingga bsia mendapatkan perhatian istrinya. Masa' Ciara saja yang dimanja, dia juga mau.

"Mas megangnya kayak gitu. Ntar airnya tumpah," jawab Dara.

"Kalau tumpah tinggal dibersihkan. Gak usah repot. Suami lebih penting. Sudah tidur sendirian, pegang tangan juga dilarang," gerutu Dewa lagi.

Dara tergumam mendengarnya. Bukannya ini memang kesepakatan, atau ... jangan-jangan Dewa malah ingin mengingkari janji? 

"Tolong mas bawakan semua ke dapur. Aku masih mau ngelonin Cia. Ngantuk kayaknya ini," Dara menyerahkan nampan tempat membawa gelas dan mangkuk es batu.

"Cia aja dikelonin. Papanya kapan?"

Suaranya pelan sekali, namun sayu-sayup masih terdengar oleh Dara. 

Wanita itu menggelengkan kepala melihat tingkah suaminya. Jika situasinya begini, rasanya Dara ingin cepat-cepat masuk kerja daripada mengurus dua orang manja di rumah ini.

"Cia bobok, ya. Mama mau beresin yang lain. Besok kan mama udah mulai ngajar lagi," bujuknya.

"Gimana Cia mau sekolah kalau sakit gigi?" 

"Nanti habis maghrib kita ke dokter periksa. Kan dikasih obat tuh, mana tau sembuh."

"Cia takut."

"Jangan takut, kan ada mama nemenin. Papa juga."

"Mama jangan pergi, ya. Jangan tinggalin Cia kayak Mama Laura."

Hati Dara perih saat mendengarnya. Betapa mereka sangat menyayangi mendiang adiknya. 

Cia yang selalu menyebut nama Laura juga Dewa yang masih suka keceplosan menyebutkan kebiasaan adiknya. 

Dara merasa, dia hanya menjadi bayang-bayang di rumah ini. Tapi bukannya itu yang diinginkan? Dia juga telah meneguhkan diri untuk tidak bermain hati selama menjalani pernikahan ini.

"Iya. Mama gak akan pergi."

"Janji?"

"Janji!"

Dua jari kelingking bertautan tanda sepakat. Disertai dengan senyuman manis yang melengkung dari bibir Ciara. 

"Kamu pejamkan mata. Nanti mama bangunkan kalau udah mau pergi."

Gadis kecil itu menangguk, lalu memejamkan mata. Nyeri giginya sudah mulai berkurang, tapi dia tetap akan ikut ke dokter gigi karena mamanya yang meminta.

Dara menutup pintu dan melangkah keluar. Dia lapar, sejak tadi sibuk mengurus ini itu hingga lupa makan. Di bibik libur setiap hari minggu atau tanggal merah. 

Jadi seharian dia memasak di dapur dan membersihkan rumah. 

"Aduh, aduh!" 

Dara berhenti di depan kamar Dewa saat mendengar rintihan. Dia berpura-pura cuek namun suara itu terdengar lebih kencang.

Kaki kecilnya melangkah mendekat ke arah daun pintu yang setengah terbuka dan menguping. 

"Aduh ... sakit banget."

Dewa kenapa? Dia bertanya dalam hati. Rasanya tadi sewaktu di kamar Ciara, suaminya itu baik-baik saja. Kenapa sekarang malah mengaduh? 

Karena penasaran, dia membuka pintu itu lebih lebar lalu terkejut saat melihat Dewa terbaring di kasur sambil memegang perut.

"Kenapa, Mas?"

Dewa membuka sedikit mata lalu berpura-pura mengaduh lagi.

"Perut melilit banget. Gak tau kenapa."

"Masuk angin? Atau mules?"

Lelaki itu menggeleng. 

"Terus?" Dara duduk di pingigir ranjang  dan menatap suaminya dengan kebingungan. 

Seharian ini, kenapa semua orang rumah serentak sakit? Mana bibik libur juga.

"Coba kamu lihat." Dewa menunjuk perutnya.

Tanpa curiga Dara mendekat dan membuka kaus Dewa dan mengusap pelan. Sama seperti saat dia mengusap pipi Ciara yang sedikit bengkak. 

"Masih sakit?"

"Huum."

"Mas ini kayak cewek datang bulan aja, mules gak jelas," gerutunya karena sejak tadi sakitnya belum hilang.

Dewa mengulum senyum, lalu ketika Dara melihat wajahnya dia berpura-pura kesakitan lagi. 

"Aku ambilkan minyak gosok. Kali aja sembuh."

Dara hendak beranjak saat tiba-tiba saja tangannya dipegang lembut.

"Gak usah. Diginiin aja udah enakan, kok."

"Yaudah kalau gitu, mas tiduran aja. Nanti pas mau berangkat aku bangunin. Cia juga lagi tidur."

"Tapi kamu temenin, ya?"

"Kok gitu?"

"Nanti perut mas sakit lagi."

Mata Dara melotot mendengar itu. Belum sempat dia menjawab, dengan cepat Dewa meraih kepalanya, kemudian menyentuh bibirnya dengan lembut. 

***

Lanjut tidak?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti   Harapan Baru (Ending)

    Dara mengernyitkan dahi ketika mobil Dewa berbelok ke arah rumah. Tadinya, dia berpikir kalau mereka akan menjemput anak-anak setelah acara akad nikah Riri. "Kita gak jemput anak-anak, Mas?" tanya wanita itu heran. Dewa menjawab pertanyaan istrinya dengan gelengan dan bersiul sembari menyetir. Lelaki itu sudah mengatakan kepada mamanya bahwa mereka akan datang ke sana setelah Magrib. Jadi, masih ada beberapa jam untuk bisa berduaan. "Kasihan Sarah, Mas. Nanti dia cari aku," ucap Dara. Setiap ada undangan pernikahan, mereka memang jarang membawa anak-anak. Namun, Dara juga tak akan pergi lama. Setelah acara selesai dia akan menjemput mereka. "Mas kenapa, sih? Kok aneh?" tanya Dara saat mobil sudah terparkir di halaman rumah. Dewa menarik lengan istrinya saat mereka akan masuk. Suasana sepi siang ini karena tak banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitaran komplek. Apalagi cuaca agak mendung, sehingga membuat

  • Pengantin Pengganti   Riri dan Radit

    Dara menuntun Riri memasuki ruangan itu. Sahabatnya itu adalah anak tunggal sehingga hanya dia sendiri yang mendampingi. Ada sepupu dan keponakan, tetapi justeru dia yang dipilih. Acara pertunangan ini mirip dengan yang biasa dilakukan oleh para artis di televisi. Hanya saja dibatasi dan dihadiri oleh keluarga. Namun, dekorasi yang mewah sudah menjawab bahwa Radit tak main-main dalam mempersiapkan masa depannya. Seserahan yang dibawa dari pihak laki-laki cukup banyak. Dara sampai tertegun saat melihat isinya. Apalagi ketika Riri memperlihatkan cincin berlian yang dibeli Radit untuknya. "Radit royal banget ya, Ra. Aku tegur dia biar gak terlalu berlebihan," curhat Riri sehari sebelum acara dilangsungkan. "Ya gak apa-apa. Kan buat istri sendiri. Lagian dia memang udah mapan. Udah punya rumah sendiri. Nanti habis nikahan bisa langsung kamu tempati. Kayak aku sama Mas Dewa dulu.

  • Pengantin Pengganti   Hari Bahagia Untuk Keysa

    Satu minggu kemudian. Suasana di ballroom hotel itu begitu meriah. Setiap sudut ruangannya berhiaskan bunga-bunga, juga penggung tempat kedua mempelai bersanding. Berbagai lampu kristal menhiasi setiap sudut ruangan. Dekorasi yang begitu mewah menandakan bahwa yang mempunyai acara adalah keluarga terpandang. Apalagi saat melihat sajian dan souvenir untuk para tamu. Juga bagusnya pakaian yang dikenakan oleh para bridesmaid dan groomsmen. Keysa tampak anggun dengan gaun pengantin putih rancangan seorang designer terkenal. Sebuah mahkota bertahtakan berlian tersemat di kepalanya. William memesan itu sebagai tanda bahwa wanita itu adalah ratu di hati dan hidupnya. Keysa menyambut para tamu dengan antusias sekalipun perutnya begitu kentara terlihat. Wanita itu tampak santai, begitu pula dengan keluarganya. Bahkan William kerap mengusap perut istrinya selama acara berlangsung. William terlihat begitu gagah dengan jas hitam ya

  • Pengantin Pengganti   Pilihan

    Dara menatap wajah Dewa dengan gamang. Ucapan suaminya tadi cukup membuat hatinya galau setengah mati. Jika dia mengiyakan penawaran itu, maka mereka akan memulai hidup baru di kota lain. Bukannya Dara tak mau mengikuti Dewa bertugas dan mengabdi sebagai istri yang taat. Hanya saja beradaptasi dengan lingkungan baru itu cukup melelahkan. Apalagi Sarah masih kecil. Sekolah Ciara juga harus pindah jika sampai itu terjadi. "Ini kesempatan emas buat kita. Kalau menjadi kepala cabang, tentunya penghasilan aku bakalan lebih besar. Jadi kalian bisa lebih sejahtera," bujuk Dewa lembut. Dara masih menatap suaminya dengan perasaan tak menentu. Istri mana yang tidak tergiur jika dijanjikan kemewahan dunia. Namun, hatinya masih bimbang. Dewa yang melihat Dara tampak meragu, akhirnya memilih untuk mengalah dan tak mau memaksakan kehendak. "Tapi tentunya kalau kamu setuju. Kalau gak mau, aku ikhlas walau cuma jadi manager di sini,"

  • Pengantin Pengganti   Ketegasan Hati

    Sebuah panggilan membuat Dewa menoleh. Tampak sosok Keysa, dengan perut yang terlihat membulat, berjalan agak cepat untuk menghampirinya."Wa!""Ada apa?" tanya lelaki itu malas. Dia sudah menduga apa yang akan dilakukan oleh Keysa."Kamu udah lunch?"Dewa membuang pandangan karena kesal. Hampir setiap hari Keysa datang dan mengajaknya makan siang. Hal itu membuatnya malas karena tak enak hati kepada William. Lelaki itu pastilah menyimpan rasa cemburu karena calon istrinya berduaan dengan lelaki lain.Hanya saja Dewa belum tahu apa yang harus dilakukan untuk menolak keinginan Keysa. Jika dia bersikap kasar, dikhawatirkan akan berdampak pada pekerjaan."Udah," jawab Dewa berbohong. Padahal dia baru saja akan makan di ruangan, karena hari ini memesan secara online."Yah, aku telat, dong!"Raut wajah Keysa berubah kecewa. Sekalipun begitu, wanita itu tetap terlihat cantik. Kehamilan membuat tubu

  • Pengantin Pengganti   Lamaran

    Radit menggosok tangan karena gugup. Sementara itu kedua orang tuanya malah tersenyum geli. Hari ini mereka akan melamar Riri, berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Acaranya tidak formal, hanya pertemuan dua keluarga inti. Nanti jika mereka mencapai kesepakatan, baru akan diadakan acara pertunangan yang melibatkan keluarga besar."Ayo pencet belnya. Masa' gitu aja takut," ucap papanya.Radit menarik napas panjang untuk mengurangi rasa gelisah. Lelaki itu menatap mamanya berulang kali untuk meminta kekuatan."Anak mama ini. Ngobatin gigi yang parah aja berani, masa mau ke rumah calon mertua takut," ledek mamanya.Radit kembali hendak menekan bel ketika tiba-tiba saja pintu rumah terbuka. Hal itu membuatnya terkejut dan hampir berteriak. Sosok Riri yang berbalut gamis muncul menyambutnya."Eh, calon istri," ucapnya spontan.Semua orang tergelak mendengar ucapannya. Lalu, Radit langsung membuang pandangan dengan wajah mero

  • Pengantin Pengganti   Feeling

    Riri tertegun saat membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Gadis itu mengusap dada karena tak percaya dengan apa yang baru saja dia baca.'Hari Minggu nanti Mama sama Papa aku aku mau datang ke sini. Apa boleh kami ke rumah kamu?'Radit mengirim pesan itu satu jam lalu dan Riri belum sempat membalas. Gadis itu masih mengajar hingga siang hingga tak sempat menyentuh ponsel. Ketika jam istirahat tiba, dia langsung membaca kotak masuk dan terkejut membacanya.'Oke.'Hanya itu yang Riri ketikkan saat membalas. Dia kelaparan karena tadi pagi hanya sarapan sedikit. Gadis itu bergegas ke kantin dan memesan semangkuk bakso sebagai pengganjal perut."Sendirian, Neng?"Sebuah suara mengejutkan Riri. Gadis itu menoleh dan mendapati Dara sedang menghampirinya."Loh, kamu kok ke sini?""Kangen sekolah. Kangen mie ayamnya."Riri menggeser posisi dan membiarkan Dara duduk di sebelahnya. Gadis itu melambaikan tangan ke

  • Pengantin Pengganti   Perjuangan Riri

    Riri menepikan motor di parkiran rumah sakit dan membuka jaketnya. Cuaca cukup dingin pagi ini. Dia tidak mengajar karena ini hari Sabtu. Wanita itu ingin bertemu dengan kekasihnya. Sudah lama mereka lost contact. Sejak keberangkatan Radit untuk mengikuti seminar, lelaki itu seperti hilang ditelan bumi.Padahal Radit berjanji akan melamarnya sepulang dari luar kota. Riri menunggu dengan sabar. Sayangnya, entah mengapa lelaki itu sulit dihubungi."Poli gigi di mana ya?" tanya Riri kepada salah satu petugas resepsionis yang berjaga di depan."Mbak sudah daftar?""Saya bukan pasien. Saya mau ketemu Dr. Radit," jawabnya dengan yakin.Resepsionis itu memandang Riri dengan lekat seolah-olah mencari tahu identitasnya. Radit adalah salah satu dokter favorit di rumah sakit ini. Selain berwajah tampan, lelaki itu juga ramah kepada karyawan lain dan pasien.Status Radit yang masih lajang juga menambah nilai plus, sehingga banyak

  • Pengantin Pengganti   Keysa Berulah

    Kantor pagi itu terlihat lebih meriah dari biasanya. Seluruh ruangan tertata rapi dengan tambahan beberapa perabotan baru. Para karyawan berpenampilan terbaik hari ini karena pemilik perusahaan akan berkunjung. Ada banner ucapan selamat datang di depan pintu masuk. Nama William tertulis besar sebagai penghormatan. Sepasang kekasih itu turun dari mobil sembari bergandengan tangan. Mereka saling bertatapan mesra dan tersenyum senang. Keysa tampak semakin cantik karena tubuhnya terlihat lebih berisi. Perutnya memang membuncit karena ada janin yang sedang bersemayam di dalamnya. "Kenapa aku harus ikut ke kantor?" bisik Keysa ketika beberapa orang menghampiri mereka. "Karena aku ingin memperkenalkan kamu kepada semua karyawanku," jawab William dengan bahasa yang kaku. Sejak Keysa menyetujui perjodohan mereka, William mulai mempelajari banyak hal mengenai Indonesia. Dia mulai mencicipi berbagai menu khas daerah, juga belajar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status