หน้าหลัก / Romansa / Pengantin Pengganti / Bab. 4. Menolak karena Tidak Siap

แชร์

Bab. 4. Menolak karena Tidak Siap

ผู้เขียน: Aida Anida
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-03-28 13:35:08

Di meja makan kami menyantap menu yang dipesan Erland tadi tanpa berbicara, lalu setelah selesai lelaki itu segera saja pamit pergi.

“Pintu depan biar Kukunci sendiri, sebelum pukul sepuluh malam aku sudah balik.” kata-katanya diiringi dengan mengusap bahuku lembut.

Aku tak sempat mengucap tanggapan, hanya terpaku memandangi punggungnya meninggalkan ruang makan. Apa-apan sih, tega betul dia meninggalkanku sendirian pada hari pertama aku menjejakkan kaki di rumah ini?

Akan tetapi sisi lain ruang hatiku  menyanggah sendiri kedongkolanku itu. Biarlah Erland pergi, aku juga tidak siap bila adegan di ranjang tadi berlanjut. Gelagatnya ciuman di kening pasti akan berlanjut kemana-mana, jika  tidak terhenti oleh bunyi dering telpon.

Kubaringkan tubuh di tempat tidur dengan rasa penasaran yang tak urung  menyergap hati. Kenapa Erland pergi di malam pertama kami? Walaupun katanya hanya beberapa jam, tapi kenapa pula tidakmenyebutkan tujuan kepergiannya. Mustahil kan di hari perkawinan dia mengurus soal pekerjaan atau apapun melebihi pentingnya membersamai seorang  istri?

“Alia, menurutmu bagaimana co-gan  yang satu ini?” terngiang kembali ucapan Rivana ketika pertama kali menunjukkan wajah Erland di layar ponselnya, hampir setahun yang lalu.

“Kamu sudah dapat ganti  Dipo?” candaku sembari sekilas memperhatikan karakter wajah si  cowok ganteng yang dimaksud sepupuku itu.

“Dipo sih,tak tergantikan….” Ungkap Rivana tersenyum penuh arti.

“Lha…terus itu?”

“ini dikenalin sama Papa, mau disaving dulu ah! Kalau Dipo tak kunjung siap melamarku, jangan salahkan diriku pindah ke lain hati…Ahahaha” Riva tergelak  mentertawai sendiri nasib hubungan asmaranya dengan Dipo yang sudah berlangsung tiga tahun.

Aku tak mengikuti lagi perkembangan hubungan Rivana dengan Dipo atau dengan seseorang yang ditunjukkan foto wajahnya di galeri ponsel, tapi tak disebut siapa namanya.Belakangan pada saat Bunda dirawat di rumah sakit, satu kali Rivana pernah datang menjenguk bersama lelaki itu.

“Kayaknya  si Riva sudah pisahan dengan Dipo, dia sudahpunya gandengan baru. Itu tadi namanya Erland” Kakakku Ciko yang berkomentar setelah sepupu kami itu sudah pamit pulang. Aku tidak sempat ikut ngobrol dengan mereka bertiga karena sibuk melayani bunda meminum obatnya.

“Kamu kapan punya cowok, biar dikenalin juga sama Bunda, ya kan Bun?” Ciko mengerling kearahku.

Aku hanya tersenyum. Di usiaku menginjak duapuluh dua tahun, berstatus mahasiswa semester enam. Apakah terlihat aneh kalau belum ada satu figur pemuda yang berhasil menciptakan debar di dada? Teman cowok pasti ada beberapa, sebatas  bergaul biasa saja di kampus. Belum ada yang memberi dan diberi perhatian khusus atau  terkategori sebagai Teman Tapi Mesra

“Alia akan langsung mengenalkan calon suami, tak lama setelah itu lamaran. Bunda pasti bahagia sekali?” Bunda mengusap-usap tanganku dengan rasa sayangnya. Kutatap matanya dan kuaminkan doanya.

Siapa sangka sekarang harapan wanita terkasih itu jadi kenyataan, bahkan status calon suamiku hanya berlaku beberapa jam setelah Riva menghilang, sekejap kemudian Erland sudah berubah status menjadi suamiku!

Entah  karena sudah kelelahan atau suhu AC kamar yang begitu dingin, aku sudah terbang ke alam mimpi dan tak peduli lagi mau sampai jam berapa Erland akan pulang.

Di tengah tidur yang begitu lelap, kurasakan lengan yang kokoh merengkuh hangat di bawah selimut. Posisi tidurku yang miring meniadakan jarak sehingga kulit punggung yang berlapis piyama dapat merasakan  sebidang dada  yang terasa hangat mendekap. Satu dua kecupan di bahu juga tetap kuabaikan,  entah apakah tindakan asing yang nyaman ataukah buaian sang mimpi yang meredam kesadaranku.

“Alia…..”lamat indraku menangkap suara meracau dengan bibir yang dan hidung yang mendesak ke ceruk leher. Gerakan berulang yang agresif itu akhirnya membangunkanku.

Erland menciumiku dan deru napasnya mulai cepat merambat ke telingaku. Kusentak lengannya yang melingkar di pinggang dan berusaha melepaskan diri. Lelaki itu menghentikan aktivitasnya, sorot matanya yang sendu menyapu wajahku.

Kugeser tubuh berbaring setengah menyandar pada bantal yang kuletakkan di belakang punggung, semacam aksi waspada menghadapi serangannya. Erland tak bicara tapi malah merangkak dan kini membaringkan kepala di pahaku.

“Ini gerah, Er….” Suaraku mewakili kecamuk di hati.

“Gerah lagi? Sedari tadi kupeluk di bawah selimut, gerah juga?” sorot matanya mencari ke sepasang iris mataku. Aku menghindari dan menautkan pandangan ke jarum jam dinding. Pukul. 03.10 Waktu Indonesia.

“Jam berapa kamu pulang?” pertanyaanku sekedar mengganti topik. Hufffhh. Jam segini bukannya kerja hormon testoteron sedang maksimal memicu hasrat kaum Adam?

Erland tak menjawab, lengannya dalam sekali hentak membawa tubuhku kembali ke posisi berbaring dan kedua lengan yang melingkar di antara pinggang dan bawah payudaramembuatku terbeliak.

“Stop Er,….Aku belum siap” cegahku ketika wajahnya mendekat lagi hendak mengikis jarak. Sirat kecewa tergambar di sepasang matanya, aku menunduk.

Tanpa bicara ditariknya selimut menutupi tubuh kami sebatas pinggang. Memposisikan tubuh berbaring telentang dan memejamkan mata, kulihat tarikan napasnya diatur sedemikian rupa.

Ada rasa tak nyaman menyusup ke relung hati. Tak mampu kuterjemahkan makna kalimat  ‘Tak Siap’yang kuucapkan, sementara sekarang ingatanku malah terperangkap pada  hangat dekapannya yang tanpa permisi beberapa jam tadi. 

 

 

 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Pengantin Pengganti   Bab 85 Aku merindukannya

    Sepulang dari mendampingi kunjungan lapangan, aku jatuh sakit. Keletihan perjalanan darat hari kedua yang menguras tenaga ditambah hari-hari sebelumnya mentalku cukup tertekan setelah mengajukan berkas cerai ke pengadilan agama.Dengan tubuh meriang, aku bahkan tidak bisa melepaskan rindu pada baby Ghaazi. Tante Fifi melarangku langsung menemui putraku, terlebih karena aku baru datang dari daerah. Beliau khawatir masih tersisa penularan virus penyebab pandemi selama dua tahun lalu."Kamu sakit, Al?" Erland yang sore ini mengira baby Ghaazi sudah kubawa pulang ke rumah Citraland, terkejut mendapatiku demam. Aku yang tadinya meringkuk di tempat tidur mau tak mau membuka pintu yang sudah kukunci. Wajah yang pucat dan tubuh berlapis sweater tebal, mendorongnya secara otomatis meletakkan punggung tangan di dahiku."Egha dimana?" Tanyanya menyadari rumah yang sepi."Tante Fifi melarangku singgah untuk membawanya pulang, Mas. Di bandara tadi ak

  • Pengantin Pengganti   Bab.84 Bertemu Merlin lagi

    "Pergi ke Riau dengan bos-CEO? Baguslah, anggap saja kamu sedang healing?" Lontar Rivana tersenyum menggoda. Pagi ini kami bertemu secara tak sengaja. Aku mengantar suster dan baby Ghaazi untuk menginap di tempat orangtua Rivana sampai lusa. Besok ayah dan bunda juga akan datang ke sini menemani cucu mereka."Aku terpaksa diminta ikut, Va. Investor asing perlu penterjemah waktu dialog dengan pihak pemerintah daerah." kilahku berdalih."Nikmati saja, Al. Kurasa Pak Destanto bukan cuma membutuhkanmu di lapangan, tapi dia bermaksud supaya kamu sedikit melupakan perkara perceraian itu." Pungkas Rivana."Ngaco kamu ah, kemarin saja aku ditegur. Disarankan ambil cuti gegara ketahuan melamun?" Sergahku meringis."Haa...itu namanya bos-CEO menaruh perhatian padamu. Peduli dengan yang kamu sedang hadapi, betul gak?!" Rivana mengedipkan sebelah mata. Aku tak menggubrisnya lagi. Bisa jadi apa yang dikatakan Rivana benar, tapi bisa pula keliru. Mana bisa kutebak dengan pasti apa saja dipikiran l

  • Pengantin Pengganti   Bab.83 Menghitung Hari

    Dengan bantuan om Rudi aku memperoleh jasa pengacara untuk mengurus perceraian. Tak memakan waktu lama untuk menyiapkan berkas, kuserahkan lebih lanjutnya pada pengacara untuk mengajukan sidang.Benar kata Restu, pihak keluarga besarku sudah sangat memahami sejak tujuh bulan lalu. Dukungan terutama dari Rivana, juga Kak Ciko yang memberiku semangat dan meyakinkan pasti ada hikmah di balik semua ini.Hari sabtu Erland datang dan kumanfaatkan momen itu untuk bicara dari hati ke hati."Aku minta maaf sekali lagi, Mas. Senin depan berkas perceraian kita sudah diajukan ke pengadilan agama." Kata-kata itu terucap pelan, tapi mampu merenggut denyut jantungku sendiri hingga serasa berhenti.Erland berpaling ke arahku, tatapan matanya berkilat terluka. Tanpa kuduga ia kemudian berjalan mendekat, lalu menarikku dalam pelukan yang kuat."Aku tahu kau tersiksa menjalani rumah tangga kita, Al. Kau berhak mengambil jalan ini untuk merasa lebih bahagia?"Ya, Allah. Kenapa hatiku sangat sakit menerim

  • Pengantin Pengganti   Bab.82 POV Restu Karena Peduli

    Undangan Desta pada acara tahlilan empat puluh hari mendiang bapaknya, mempertemukanku lagi dengan Alia. Walaupun aku mengetahui kepindahannya ke Jakarta sudah hampir dua minggu, tak ada alasan tepat aku pergi menemui Alia. Terlebih ia disibukkan dengan profesi baru di Bthree Group milik teman baikku.Erlan tidak kau undang?" Tanyaku begitu kami bertemu sebelum acara tahlilan berlangsung"Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Alia tampak berusaha jujur, kedua bola matanya yang indah menghindar dari tatapan ingin tahuku."Aku permisi ke dalam, Res? Di dalam juga ada Rivana" ujarnya sebelum berlalu. "Rivana, putrinya om Rudi?" cegahku penasaran."Iya, suaminya Dipo juga bekerja di Bthree Group." Aku mengangguk paham dan membiarkan Alia berlalu. Nampaknya para wanita dan kerabat dekat keluarga Desta berkumpul di ruang keluarga rumah kediaman ini.Aku terpekur duduk di antara tamu undangan yang berdatangan. Wajah cantik Alia berkelebat.

  • Pengantin Pengganti   Bab.81 Jangan Gamang, Alia

    Tak kukira akan bertemu Restu di pelaksanaan tahlilan, sepupu Erland itu ternyata diundang langsung oleh CEO Destanto."Erlan tidak kau undang?" Tanya Restu."Dia tidak bisa datang, kesibukannya mulai padat menjalankan kembali bisnis milik Tyas." Sahutku sebagaimana kenyataannya. Erland tidak menjanjikan bisa hadir sewaktu kemarin kusampaikan bahwa bu Retno juga mengundang keluargaku ke acara ini. "Sepertinya aku masih sibuk menyelesaikan pekerjaan pada jam itu." Jawaban Erland kuartikan sebagai keengganannya untuk datang.Terlebih tahlilan almarhum Pak Amirudin dilaksanakan ba'da Ashar, sepertinya Erland memilih berkutat di kantornya daripada datang ke sini demi memantaskan hubungan baik semata.Rivana yang datang mewakili keluargaku, dan sekaligus mendampingi suaminya yang juga masuk di panitia kecil.Rangkaian acara pengajian Ayat Suci Alquran dan Dzikir Tahlilan berlangsung tepat waktu dan lancar karena Sholat Asha

  • Pengantin Pengganti   Bab.80 Menjalankan tugas

    "Alia, maaf mengganggumu dihari libur. Kalau ada waktu bisa ketemu dengan ibu ya, ada yang mau dibicarakan hari ini?" Suara di ujung telpon adalah milik CEO Destanto. "Baik Pak, kalau boleh tahu mengenai apa yang akan dibicarakan ini?" Tanyaku penasaran."Rencana tahlilan almarhum bapak tiga hari lagi, kamu bisa datang hari ini atau besok di jam kerja?" "InsyaAllah siang ini, Pak." Kusanggupi permintaannya."Baiklah, terimakasih. Kami tunggu," terdengar nada suara lega. Lalu telpon di tutup menyusul dikirim mapp lokasi kediaman yang nantinya kutuju.Hari masih pukul delapan, di depan rumahku suster membawa baby Ghaazi sarapan, bergabung dengan para tetangga komplek yang penampakannya hanya terlihat di hari minggu. Pada jam segini ada warga yang lalu lalang baru selesai berolah raga pagi, ada pula yang menemani anak bermain sepedaan, atau sekedar bersih-bersih pekarangan. Semua itu menggantikan suasana lenggang yang b

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status