Evelyn berkedip, lalu berkata dengan tenang, "Kamu teman baik kakakku, ‘kan? Aku sering melihat fotomu bersamanya di ponselnya."
Rayyan Miga, dia adalah CEO dari Grup Brahmana, juga satu-satunya penerus keluarga Brahmana. Dia adalah orang yang sangat misterius dan tertutup.
Selama sepuluh tahun ini, dia telah berhasil menguasai pasar bisnis, tetapi tidak ada satupun media yang berani mempublikasikan fotonya. Karena itulah, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengenalinya.
Rayyan terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Apa kamu benar-benar bisa menyelamatkan adikku?"
Evelyn menjawab dengan yakin, "Percayalah padaku. Kalau aku sampai membohongimu atau gagal, kamu bisa melakukan apa pun pada kakakku."
Suasana di sana tiba-tiba menjadi hening, kedua orang itu masih saling berhadapan dan saling menatap. Setelah beberapa saat, Rayyan terlihat mengangguk. "Baik, aku akan menikah denganmu.”
Sedangkan di dalam aula. Orang-orang sudah diberitahu jika pernikahan ini dibatalkan. Mereka sudah bersiap untuk pergi.
Namun, tiba-tiba tim pembawa acara mengumumkan kalau pernikahan akan segera dimulai.
Dengan rasa penasaran, mereka kembali duduk di kursi masing-masing. Musik pengiring pun mulai diputar.
Begitu pintu terbuka, Evelyn terlihat berjalan perlahan di atas permadani merah bersama seorang pria dalam gandengan tangannya.
Semua orang terkejut karena mempelai pria yang telah berganti–bukan Revan, putra dari keluarga Lewis, melainkan pria lain. Dan yang membuat mata semua orang terbelalak, pria itu begitu sangat tampan!
Jauh berkali lipat jika dibandingkan dengan Revan.
Pak Sofyan Limanto dan Bu Laras yang tadinya masih kebingungan bercampur malu karena tahu jika pernikahan putrinya telah batal akibat Revan pergi, kini tercengang saat melihat pemandangan di depan mereka itu.
Nyonya besar Limanto sampai terlihat berdiri.
Evelyn sebenarnya bisa mengartikan tatapan semua orang yang dilemparkan untuk dirinya, penuh pertanyaan. Tetapi, ekspresi di wajahnya tetap berusaha untuk tenang. Dia diam-diam melirik wajah super tampan Rayyan yang membuat jantungnya menjadi tidak bisa tenang.
Sepertinya laki-laki ini memang terlahir dengan wajah tampan yang tidak bisa membuat hati tenang.
Demi memastikan pernikahannya dapat berjalan dengan lancar, Evelyn menunduk dan memutuskan untuk tidak menatap pria itu lagi.
Karena kesehatan Nyonya besar, acara pernikahan ini memang sengaja digelar dengan sangat sederhana. Tidak ada proses yang macam-macam.
Setelah acara pernikahan selesai, mereka bertukar cincin, lalu pembawa acara berkata kepada sang mempelai pria, “Anda sudah bisa mencium pengantin Anda sekarang.”
Evelyn dan Rayyan sama-sama tercengang, saat tadi berbicara dengan pembawa acara untuk melanjutkan acara, mereka lupa meminta pembawa acara untuk melewatkan saja tahap ini.
Lalu bagaimana sekarang? Evelyn kebingungan.
‘Apa dia harus tetap menciumku? Tapi, kan ini ciuman pertamaku? Tapi, kalau dia tidak menciumku, bisa-bisa Nenek akan tahu jika pernikahan ini hanya sandiwara.’
Saat Evelyn masih dalam kebingungan, Rayyan yang berdiri di depannya itu tiba-tiba melangkah maju. Dia mengangkat tudung pengantinnya, dan meletakkan kedua telapak tangannya di pipinya.
Wajah Evelyn rasanya seperti terbakar. Kedua matanya melebar saat melihat Rayan menundukkan kepala dan mencium keningnya.
Kedua nafas mereka saling berhembus menyentuh kulit wajah masing-masing. Evelyn membeku, pikirannya tiba-tiba seperti kosong.
Saat ini, Arka yang masih di luar langsung bergegas kembali setelah menerima panggilan. Waktu dia datang, tepat dia menyaksikan pemandangan di depannya itu. Raut wajahnya langsung menggelap dalam sekejap saat melihat siapa pria yang telah menjadi pengantin pengganti untuk adiknya itu. Dia menggertakkan giginya dengan sangat marah.
‘Rayyan Miga! Berani-beraninya kamu menikahi adikku! Aku akan membunuhmu!’
Tetapi apa daya. Arka hanya bisa mengepalkan tangannya dengan wajah yang lesu. Seberapa pun dia menyesal, adiknya sudah selesai menikah dengan Rayyan Miga. Dia hanya bisa menunggu hingga akhir acara.
Setelah acara pernikahan itu selesai, keluarga Limanto kembali ke rumah besar mereka.
Nyonya besar Limanto duduk di sofa. Tubuhnya terlihat kurus kering karena sakit yang dideritanya selama ini. Matanya yang sudah cekung ke dalam itu menatap Evelyn yang duduk di sampingnya.
Evelyn meraih lengannya kemudian berkata lirih, “Nenek, Tolong maafkan aku. Aku benar-benar tidak bisa menikah dengan Revan. Karena sebenarnya orang yang kusukai …”
Dia tidak melanjutkan ucapannya, tetapi matanya melirik dahulu pria yang tampak tenang yang saat ini duduk di sebelahnya. Kemudian dia berkata lagi, “Orang yang kusukai adalah Rayyan Miga.”
Nyonya besar Limanto terlihat menarik nafas. Dia bukan tidak percaya, tapi dia akan merasa tenang selama dia bisa meyakinkan jika orang yang disukai oleh Evelyn adalah benar pria itu.
Nenek kemudian menoleh, menatap Evelyn lalu bertanya dengan ragu, “Apa kamu benar-benar menyukainya? Tapi sejak kapan kamu mengenalnya? Kenapa nenek tidak tahu?”
Evelyn terkejut, tapi kemudian dia menjawab. “Kami sudah saling mengenal sejak lama kok, Nek. Rayyan ini sahabat baik Kakak. Kakak yang mengenalkan kami. Kalau Nenek tidak percaya, cobalah bertanya pada Kakak.”
Nenek langsung menoleh ke arah Arka yang sejak tadi sudah ikut berdiri di samping belakangnya. Nenek memanggil Arka.
Pada saat ini Arka yang masih sangat kesal dengan Rayyan Miga langsung refleks menjawab, “Iya, Nek.”
“Apa benar yang dikatakan adikmu?”
Arka melirik Evelyn dengan tatapan penuh makna, sementara Evelyn sendiri membalas tatapannya dengan penuh permohonan seolah dia sedang meminta bantuan kakaknya itu.
Arka sebenarnya masih sangat kesal, tetapi dia terpaksa membantu adiknya, “Iya, Nek. Aku yang mengenalkan mereka berdua. Meskipun Evelyn dan si anj,”
Untung saja Arka sadar akan mengucapkan kata-kata yang salah di tempat yang tidak tepat, dia langsung meralat, “Maksudnya meskipun Evelyn dan Revan bertunangan, tapi daripada membiarkan Evelyn bersama dengan orang yang tidak dia sukai, lebih baik biarkan saja dia menikah dengan orang yang dia suka. Itu semua demi kebahagiaannya juga.”
Nenek terdiam setelah mendengar mendengar ucapan dari Arka. Kemudian dia berbalik menatap Rayyan. “Tuan Rayyan, apa benar kamu menyukai cucuku ini?”
Rayyan tidak segera menjawab. Dia melirik pada Evelyn lebih dahulu.
Evelyn merasa gugup. Jantungnya nyaris copot, kedua mata bulatnya memandang Rayyan penuh permohonan.
Rayyan akhirnya mengangguk pelan, dan kembali menoleh pada Nyonya besar Limanto. “Aku sangat menyukainya,” sambil berkata seperti itu bibirnya sedikit terangkat, dia kembali menatap Evelyn dengan senyum tipis dan sorot mata penuh kasih sayang.
Evelyn diam-diam menarik nafas lega. Tapi saat matanya bertemu dengan tatapan pria itu hatinya tiba-tiba saja gemetar, hingga membuatnya tanpa sadar mengalihkan pandangan.
Tatapan pria itu terlalu serius, seolah-olah pria itu benar-benar mencintainya. Padahal jelas-jelas ini adalah pertemuan pertama mereka.
Nenek terlihat berpikir sebentar, tapi kemudian menghela nafas lega. “Karena Evelyn tidak menyukai Revan, maka perjodohan dengan keluarga Lewis akan dibatalkan. Aku yang akan menjelaskannya sendiri nanti pada Nyonya besar Lewis.”
Nyonya Besar Limanto ini tidak tahu kalau Revan telah pergi sebelum pernikahannya, tapi Bu Laras dan Pak Sofyan Limanto sudah tahu yang sebenarnya terjadi.
Lalu terdengar Pak Sofyan berkata, “Biar aku saja yang menjelaskannya pada keluarga Lewis mengenai masalah ini. Ibu jaga kesehatan saja, jangan khawatir.”
Nyonya besar menatap putranya, akhirnya dia mengangguk kemudian dia kembali menatap Rayyan, “Rayyan, mulai sekarang, kami akan menyerahkan Evelyn kami padamu.”
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i