Home / Romansa / Pengantin Tuan Haidar / Bab 10. Ciuman Pertama

Share

Bab 10. Ciuman Pertama

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2021-01-30 14:20:15

“Om, mau ngapain?!” Andin sedikit menggeser wajahnya saat wajah sang suami hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

“Aku cuma mau masang seat belt,” sahut Haidar.

“Aku bisa sendiri,” sergah Andin. Ia mendorong tubuh sang suami agar menjauh. “Dasar tukang modus! Pake alasan pasang seat belt,” gerutu Andin sambil memasang seat belt.

Haidar memundurkan tubuhnya. Segera ia melajukan mobil menuju rumah tanpa mempedulikan ocehan sang istri.

“Kita mau ke mana?” Andin melihat ke luar jendela, memperhatikan jalanan yang bukan menuju rumahnya ataupun rumah Papa Mahendra.

“Pulang ke rumahku,” jawab Haidar. Lalu ia kembali fokus pada jalanan di depannya.

Andin memiringkan tubuh menghadap sang suami yang duduk di sampingnya sambil menyetir. “Tadi bilang rumah Om satu arah dengan rumah Sisil. Om bohong ‘kan? Tadi tuh sebenarnya lagi ngikutin aku, takut istrimu yang bohay ini dicoel orang.”

Walaupun Andin masih sakit hati dengan ucapan suaminya, tapi ia berusaha untuk berdamai dengan takdir. Biar bagaimanapun ia tetap istri Haidar, entah di anggap apa tidak ia tidak peduli.

Haidar hanya diam saja tanpa menyahuti ocehan sang istri yang terus nyerocos seperti ibu-ibu kehabisan beras untuk dimasak. Ia tetap fokus pada kemudinya.

“Om!” panggil Andin. “Jawab dong!”

Tak ada jawaban dari sang suami, Andin membenarkan posisi duduknya. Ia memalingkan wajahnya ke luar jendela. “Udah tua, belagunya nggak ketulungan, pantes aja nggak laku-laku. Jangan nyesel kalo si Bohay ini banyak yang lirik! Udah untung dapat daun muda yang masih segar kayak gini. Udah cantik, bohay, bahenol, montok. Nggak tahu dia, istrinya primadona kampus,” cerocos Andin, memuji dirinya sendiri.

Haidar tidak mempedulikan ocehan Andin, ia tetap fokus pada kemudinya. Ia tidak mau bertengkar lagi dengan sang istri.

“Nih anak begini amat, ngidam apa emaknya waktu hamil dia,” batin Haidar.

“Om, ngebut,Om!” Andin panik saat melihat mobil hitam di belakangnya terus mengikuti mobil sang suami.

Ia terus memperhatikan mobil itu sejak tadi, tapi ia tidak mau mencurigainya. Mungkin emang jalur mereka searah, tapi setelah masuk komplek perumahan elit, mobil itu terus mengikutinya.

“Om!” sentak Andin. “Kalo mereka orang jahat, gimana? Aku masih muda, nggak mau mati sia-sia. Kalo Om sih udah tua, udah kenyang juga idup di dunia ini. Nggak apa-apa juga kali, kalo Om ….” Andin menutup mulutnya rapat-rapat, ia tidak melanjutkan ucapannya saat sang suami menoleh dengan tatapan tajam bagai elang hendak menyambar mangsanya. 

“Maafkan istrimu, ini suamiku yang ganteng,” ucap Andin. “Tapi, sayang udah tuir,” lanjutnya, merendahkan suaranya.

Mobil Haidar memasuki rumah mewah dengan pagar yang tinggi. Andin tampak terpukau dengan kemewahan rumah suaminya.

“Nih, tua bangka, tajir bener ya, lebih tajir dari Ayah gue. Tapi, kenapa nggak laku-laku, harusnya pria tampan plus tajir melintir kayak dia, tinggal milih aja mau cewek model gimanapun, nggak perlu dijodohin segala,” batin Andin.

“Eh itu mobil yang ngikutin kita!” tunjuk Andin. “Kenapa dia ikut masuk?”

Andin semakin takut, melihat empat orang laki-laki bertubuh tegap dengan setelan jas serba hitam, tidak lupa kaca mata hitam yang bertengker di hidung lancip mereka, membuat tampilan mereka terlihat menakutkan, menghampiri mobil suaminya. ‘Eh, tapi mereka ganteng-ganteng, cuma kaku kayak robot.’

Dua bodyguard itu membuka pintu mobil majikannya, tapi Andin malah ketakutan. Ia mengira mereka akan berbuat jahat kalau ia keluar dari mobil. 

“Om, aku masih belum mau mati.” Andin memeluk erat Haidar sambil menutup matanya.

“Mereka bodyguardku,” ujar Haidar yang membuat Andin melepaskan pelukannya.

“Kenapa nggak bilang dari tadi?” Andin memukuli lengan Haidar. Tapi, Haidar tidak mempedulikan Andin, ia keluar dari mobilnya dengan ekspresi dingin seperti biasanya.

Andin keluar dari mobil, ia berjalan cepat untuk menyejajarkan langkah panjang suaminya.

“Om!” panggil Andin sambil memukul lengan suaminya. “Budeg banget sih! Dari tadi diajak ngomong, diem aja. Om puasa ngomong?” 

Haidar tidak menjawab ocehan sang istri ia terus saja masuk tanpa menghiraukan istrinya. Andin berjalan sambil memukuli lengan sang suami.

Pak Jaya, pelayan setia keluarga Haidar tersenyum melihat istri majikannya. “Sepertinya rumah ini akan lebih berwarna dengan kehadiran Nona muda,” ucapnya dalam hati.

“Ampuni aku ya Tuhan! Dan tolong lepaskan aku dari orang menyebalkan ini!” Andin menghentikan langkahnya dan memohon ampun pada Tuhan.

Haidar menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Andin yang sedang menadahkan kedua tangannya ke atas. Ia menghampiri istrinya, tanpa permisi ia langsung membopong Andin.

“Lepasin! Aku bisa jalan sendiri.” Andin memencet hidung suaminya sampai memerah. Tapi, tidak ada sedikit pun reaksi dari Haidar.

“Om, kalo nggak di turunin, aku cium nih!” ancam Andin pada suaminya. 

Ia sungkan dengan pelayan di rumah itu. Walaupun mereka semua menundukkan kepalanya, tapi pasti mereka diam-diam memperhatikan majikannya. Jiwa ghibah setiap orang pasti ada, sekali pun itu majikannya sendiri pasti jadi bahan ghibah mereka sebagai hiburan di saat melepas lelah.

“Wah, beneran pengin dicium nih si Om.” Andin melingkarkan lengan pada leher suaminya. 

Kemudain ia mencium bibir suaminya dengan sangat lembut. Haidar membuka mata lebar-lebar, ia tidak bisa berbuat apa-apa dengan serangan dadakan sang istri.

Haidar menghentikan langkah kakinya. Jantung Haidar bertalu-talu seperti kendang dangdut koplo. Aliran darahnya terasa menghangat ke sekujur tubuh. Ini adalah kali pertamanya ia berciuman.

Haidar memejamkn matanya menikmati sentuhan lembut bibir sang istri. Andin menikmati ciumannya walaupun terasa dingin tapi manis karena Haidar begitu pasif.

Andin menggigit bibir Haidar sehingga mulut Haidar sedikit terbuka. Ia menyusuri rongga mulut sang suami yang terasa hangat. 

Haidar mulai membalas ciuman sang istri. Walaupun ia baru pertama kali berciuman, tapi ia laki-laki dewasa yang pernah melihat adegan dewasa di Film yang ia tonton.

Dengan lembut, Haidar menyesapi bibir sang istri yang terasa begitu manis. Lidah mereka saling berbelit. Keduanya memejamkan mata menikmati ciuman pertama mereka.

Walaupun sebenarnya ini bukan ciuman pertama Andin, tapi ini merupakan ciuman pertamanya dengan sang suami. Mereka berciuman di depan pintu kamarnya.

Andin melepaskan ciumannya karena sudah mulai kewalahan mengimbangi ciuman sang suami. “Kamar kita yang mana?” tanya Andin menutupi kecanggungannya. 

Raut wajah Haidar biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Walaupun sebenarnya ia merasa malu dengan kejadian barusan, tapi ia berhasil menutupinya dengan sempurna.

Dengan susah payah Haidar memutar kenop pintu kamarnya. Kemudian ia melangkah masuk ke dalam kamar.

Andin terus menatap wajah sang suami yang begitu dekat.

“Kenapa dia biasa aja? Apa dia sering melakukannya dengan wanita lain? Tapi, ciumannya begitu kaku,” pikir Andin dalam hati. “Ah, sudahlah. Dia ‘kan pengusaha sukses, banyak duit, bukan hal yang aneh kalo dia sering nganu. Biarpun udah tua, tapi dia cakep juga,” batin Andin. 

Ia memandangi wajah Haidar sambil tersenyum.

“Kenapa senyum-senyum?” tanya Haidar dengan ketus.

“Bibir, Om, manis,” ucap Andin. “Om mau lagi nggak?” Andin menunjuk bibirnya sambil tersenyum.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Istrinyasugakooki
mhala bayar poin nya thor terlalu mahal klo bisa dinkurangin lah byar poinya sehari cuma dapa 40 poin cuma bisa buka 3 poin doang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengantin Tuan Haidar   PENGUMUMAN

    Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 157. I Love You, Biggie ( end )

    “Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 156. Kamu Saya Pecat!

    “Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 155. Ambyar

    "Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 154. Permainan Pengantin Baru

    Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 153. Benci

    Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status