Home / Romansa / Pengantin Tuan Haidar / Bab 11. Bayangan Manis

Share

Bab 11. Bayangan Manis

Author: Nyi Ratu
last update Huling Na-update: 2021-01-30 14:42:37

Haidar menjatuhkan Andin di tempat tidur. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi tanpa mempedulikan sang istri. 

“Abis manis sepah dibuang! Udah nyedot manisnya bibir gue, sekarang gue malah dibuang gitu aja,” oceh Andin. “Dasar Mr. Dolar tua, belagu, nyebelin, pokoknya semua yang jelek-jelek ada di lo, dasar tua bangka.” Andin terus mengumpati suaminya yang sudah masuk ke dalam kamar mandi.

Haidar malas meladeni ocehan istrinya. Sebenarnya ia juga menginginkan berciuman lagi dengan sang istri, tapi gengsinya terlalu besar kalo ia harus menjawab ‘Iya aku mau berciuman lagi.’

Haidar mencelupkam dirinya ke dalam bathup, berendam air hangat untuk mengendurkan otot-ototnya yang kaku. Badannya terasa sangat lelah, tapi rasa lelahnya terbayarkan oleh ciuman hangat dari sang istri.

Ia memejamkan matanya sambil menghirup aroma terapi yang dituangkan ke dalam bathup. Bayangan adegan ciuman dengan sang istri melintas di pikirannya saat ia memejamkan mata.

“Sial?! Kenapa aku nggak bisa melupakan ciumain itu?” Haidar memukulkan tangannya ke air karena setiap ia memejamkan mata, bayangan ciuman pertamanya melintas begitu saja.

Haidar meraba bibirnya sambil tersenyum. “Kenapa bibirnya begitu manis?”

“Sadar Haidar, uang itu lebih penting dari pada wanita!” ucapnya sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri.

Dua puluh menit kemudian, Haidar keluar hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya sambil mengucek rambut yang basah menggunakan handuk kecil.

Andin melihat suaminya sambil melongo, mulutnya terbuka lebar, matanya tidak berkedip melihat ketampanan sang suami. Tubuhnya yang atletis begitu menggoda iman. Saat terkena tetesan air dari rambutnya membuatnya semakin seksi.

“Laki gue cakep bener ya, seksoy juga, tapi kalo nggak cinta ya nggak bisa dipaksa. Cinta gue cuma untuk Roy seorang,” ucapnya dalam hati. “Astaga, gue udah jadi bini orang, lupain Roy! Fokus ke laki lo, Din!” Andin menepuk-nepuk pipinya.

Haidar menghampiri Andin setelah memakai piyamanya. “Mandi sana!” titah Haidar pada sang istri.

“Aku ‘kan udah mandi,” jawab Andin. “Mau buka segel aku ya, Om?” Andin beringsut mendekati suaminya.

“Nggak nafsu!” kata Haidar sambil menyentil kening istrinya.

“Masa sih, Om? Tadi Om nafsu banget nyium aku, apalagi kalo nganu.” Andin menggoda suaminya. Walaupun sebenarnya ia belum siap untuk melakukan hubungan suami istri, tapi ia senang menggoda sang suami yang begitu angkuh.

“Aku akan memberimu apapun yang kamu minta, tapi jangan mengharapkan cinta dariku! Aku akan mengembalikanmu pada orang tuamu, kalo aku sudah mendapatkan warisan dari Papi,” jelas Haidar. Lalu ia merebahkan tubuhnya dan segera memejamkan mata.

“Pede banget sih, lo! Siapa juga yang ngarepin cinta dari cowok kadaluarsa kayak lo!” sahut Andin, lalu ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak lama kemudian, Andin keluar dari kamar mandi sambil mengendap-endap karena ia hanya memakai handuk yang dililitkan di atas dadanya.

“Jalannya biasa aja! Aku nggak nafsu. Semua bajumu ada di lemari,” ujar Haidar yang membuat Andin terperanjat.

Andin menegakkan badannya, ia berjalan seperti biasa. “Kalo dia nggak nafsu liat gue begini, itu artinya ada yang salah dengan kejantanannya,” pikir Andin sambil mengedikkan bahunya. “Masa iya dia lekong setengah mateng?”

Andin membulatkan matanya sempurna saat membuka pintu lemari. Semua isi lemarinya baju-baju baru dan branded. “Ini bukan baju gue.” Andin melihat-lihat baju yang di gantung. “Baju siapa ini? Apa dia pernah punya istri sebelumnya?” gumam Andin.

“Itu semua baju baru, udah sesuai dengan ukuranmu,” sahut Haidar dari balik selimut.

Sebenarnya jantung Haidar sedang berdebar-debar semenjak ia melihat tubuh sang istri dari balik selimut. Ia bohong kalau ia tidak nafsu. Melihat paha mulus sang istri saja membuatnya susah untuk menelan air liurnya.

“Dari mana Om tahu ukuran pakaian dalamku?” tanya Andin sambil memegangi lipatan handuknya.

“Pelayanku yang tanya sama Bunda kamu,” jawab Haidar jujur. Kemudain ia memejamkan matanya, sebelum jagoannya bangun karena melihat tubuh sang istri yang terlihat sangat seksi.

“Syukurlah.” Andin menghela napas lega. “Aku kira dia ngubek-ngubek pakaian dalamku.”

Andin berteriak karena terlalu senang. Ternyata baju tidurnya semua ada gambar kelinci, kesukaannya. 

“Ye ye ye ye ….” Andin jingkrak-jingkrak kesenangan, seperti anak kecil yang dapat hadiah baju baru.

Haidar menyingkap selimutnya. “Berisik! Dasar anak kec-”

Ucapan Haidar terhenti ketika melihat tubuh polos istrinya yang terlihat sangat seksi dan menggoda karena handuk Andin melorot.

Haidar tampak kesulitan menelan air liurnya. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. Matanya membulat sempurna, ia terus menatap tubuh mulus sang istri tanpa berkedip.

“Astaga!” ucap Andin. Dengan susah payah ia meraih handuknya karena tangan kanannya sedang memegang piyama.

Andin berbalik dan melihat suaminya yang sedang melongo seperti sapi ompong.

“Kenapa masih lihatin? Katanya nggak nafsu, tapi baru lihat dari belakang aja udah ngeces kayak gitu,” tukas Andin saat ia sudah memakai handuknya. 

Andin segera masuk ke kamar mandi untuk memakai bajunya. Setelah selesai memakai piyamanya ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri suaminya.

“Sial!” umpat Haidar. “Kenapa cuma melihat tubuh polosnya saja, jagoanku bisa bangun?” tanya Haidar pada dirinya sendiri sambil memegangi jagoannya yang sedang ngamuk.

Andin keluar dari kamar mandi sudah menggunakan piyama bergambar kelinci.

“Om, kenapa ruang ganti sama baju-baju nggak jadi satu aja sih?” tanya Andin sambil menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh suaminya. 

“Nggak usah banyak protes! Lagian ini tuh kamar tamu, kamar utama ada di atas, lagi di renovasi sama Mami,” sentak Haidar, ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk bermain sabun bersama jagoannya.

“Biasa aja dong ngomongnya!” sahut Andin sambil mengerucutkan bibirnya.

Andin merebahkan tubuhnya karena sudah sangat lelah. Ia meraih ponsel yang ia taruh di atas nakas. “Busyet dah, udah jam satu pagi! Kenapa Mr. Dolar belum keluar juga? Ngapain aja dia di kamar mandi?” gumam Andin. “Jangan-jangan dia tidur,” pikir Andin.

Ia bergegas turun dari tempat tidur untuk melihat suaminya di kamar mandi. Andin memutar kennop pintu kamar mandi yang tidak di kunci dan mendorongnya perlahan.

“Aaa …!” Andin berteriak yang membuat Haidar kalang kabut.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dina Sinahety Tarigan
ceritanya buat penasaran
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Tuan Haidar   PENGUMUMAN

    Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 157. I Love You, Biggie ( end )

    “Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 156. Kamu Saya Pecat!

    “Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 155. Ambyar

    "Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 154. Permainan Pengantin Baru

    Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den

  • Pengantin Tuan Haidar   ( S2 ) Bab 153. Benci

    Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status