Share

Bab 11. Bayangan Manis

Haidar menjatuhkan Andin di tempat tidur. Kemudian ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi tanpa mempedulikan sang istri. 

“Abis manis sepah dibuang! Udah nyedot manisnya bibir gue, sekarang gue malah dibuang gitu aja,” oceh Andin. “Dasar Mr. Dolar tua, belagu, nyebelin, pokoknya semua yang jelek-jelek ada di lo, dasar tua bangka.” Andin terus mengumpati suaminya yang sudah masuk ke dalam kamar mandi.

Haidar malas meladeni ocehan istrinya. Sebenarnya ia juga menginginkan berciuman lagi dengan sang istri, tapi gengsinya terlalu besar kalo ia harus menjawab ‘Iya aku mau berciuman lagi.’

Haidar mencelupkam dirinya ke dalam bathup, berendam air hangat untuk mengendurkan otot-ototnya yang kaku. Badannya terasa sangat lelah, tapi rasa lelahnya terbayarkan oleh ciuman hangat dari sang istri.

Ia memejamkan matanya sambil menghirup aroma terapi yang dituangkan ke dalam bathup. Bayangan adegan ciuman dengan sang istri melintas di pikirannya saat ia memejamkan mata.

“Sial?! Kenapa aku nggak bisa melupakan ciumain itu?” Haidar memukulkan tangannya ke air karena setiap ia memejamkan mata, bayangan ciuman pertamanya melintas begitu saja.

Haidar meraba bibirnya sambil tersenyum. “Kenapa bibirnya begitu manis?”

“Sadar Haidar, uang itu lebih penting dari pada wanita!” ucapnya sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri.

Dua puluh menit kemudian, Haidar keluar hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya sambil mengucek rambut yang basah menggunakan handuk kecil.

Andin melihat suaminya sambil melongo, mulutnya terbuka lebar, matanya tidak berkedip melihat ketampanan sang suami. Tubuhnya yang atletis begitu menggoda iman. Saat terkena tetesan air dari rambutnya membuatnya semakin seksi.

“Laki gue cakep bener ya, seksoy juga, tapi kalo nggak cinta ya nggak bisa dipaksa. Cinta gue cuma untuk Roy seorang,” ucapnya dalam hati. “Astaga, gue udah jadi bini orang, lupain Roy! Fokus ke laki lo, Din!” Andin menepuk-nepuk pipinya.

Haidar menghampiri Andin setelah memakai piyamanya. “Mandi sana!” titah Haidar pada sang istri.

“Aku ‘kan udah mandi,” jawab Andin. “Mau buka segel aku ya, Om?” Andin beringsut mendekati suaminya.

“Nggak nafsu!” kata Haidar sambil menyentil kening istrinya.

“Masa sih, Om? Tadi Om nafsu banget nyium aku, apalagi kalo nganu.” Andin menggoda suaminya. Walaupun sebenarnya ia belum siap untuk melakukan hubungan suami istri, tapi ia senang menggoda sang suami yang begitu angkuh.

“Aku akan memberimu apapun yang kamu minta, tapi jangan mengharapkan cinta dariku! Aku akan mengembalikanmu pada orang tuamu, kalo aku sudah mendapatkan warisan dari Papi,” jelas Haidar. Lalu ia merebahkan tubuhnya dan segera memejamkan mata.

“Pede banget sih, lo! Siapa juga yang ngarepin cinta dari cowok kadaluarsa kayak lo!” sahut Andin, lalu ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak lama kemudian, Andin keluar dari kamar mandi sambil mengendap-endap karena ia hanya memakai handuk yang dililitkan di atas dadanya.

“Jalannya biasa aja! Aku nggak nafsu. Semua bajumu ada di lemari,” ujar Haidar yang membuat Andin terperanjat.

Andin menegakkan badannya, ia berjalan seperti biasa. “Kalo dia nggak nafsu liat gue begini, itu artinya ada yang salah dengan kejantanannya,” pikir Andin sambil mengedikkan bahunya. “Masa iya dia lekong setengah mateng?”

Andin membulatkan matanya sempurna saat membuka pintu lemari. Semua isi lemarinya baju-baju baru dan branded. “Ini bukan baju gue.” Andin melihat-lihat baju yang di gantung. “Baju siapa ini? Apa dia pernah punya istri sebelumnya?” gumam Andin.

“Itu semua baju baru, udah sesuai dengan ukuranmu,” sahut Haidar dari balik selimut.

Sebenarnya jantung Haidar sedang berdebar-debar semenjak ia melihat tubuh sang istri dari balik selimut. Ia bohong kalau ia tidak nafsu. Melihat paha mulus sang istri saja membuatnya susah untuk menelan air liurnya.

“Dari mana Om tahu ukuran pakaian dalamku?” tanya Andin sambil memegangi lipatan handuknya.

“Pelayanku yang tanya sama Bunda kamu,” jawab Haidar jujur. Kemudain ia memejamkan matanya, sebelum jagoannya bangun karena melihat tubuh sang istri yang terlihat sangat seksi.

“Syukurlah.” Andin menghela napas lega. “Aku kira dia ngubek-ngubek pakaian dalamku.”

Andin berteriak karena terlalu senang. Ternyata baju tidurnya semua ada gambar kelinci, kesukaannya. 

“Ye ye ye ye ….” Andin jingkrak-jingkrak kesenangan, seperti anak kecil yang dapat hadiah baju baru.

Haidar menyingkap selimutnya. “Berisik! Dasar anak kec-”

Ucapan Haidar terhenti ketika melihat tubuh polos istrinya yang terlihat sangat seksi dan menggoda karena handuk Andin melorot.

Haidar tampak kesulitan menelan air liurnya. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. Matanya membulat sempurna, ia terus menatap tubuh mulus sang istri tanpa berkedip.

“Astaga!” ucap Andin. Dengan susah payah ia meraih handuknya karena tangan kanannya sedang memegang piyama.

Andin berbalik dan melihat suaminya yang sedang melongo seperti sapi ompong.

“Kenapa masih lihatin? Katanya nggak nafsu, tapi baru lihat dari belakang aja udah ngeces kayak gitu,” tukas Andin saat ia sudah memakai handuknya. 

Andin segera masuk ke kamar mandi untuk memakai bajunya. Setelah selesai memakai piyamanya ia keluar dari kamar mandi dan menghampiri suaminya.

“Sial!” umpat Haidar. “Kenapa cuma melihat tubuh polosnya saja, jagoanku bisa bangun?” tanya Haidar pada dirinya sendiri sambil memegangi jagoannya yang sedang ngamuk.

Andin keluar dari kamar mandi sudah menggunakan piyama bergambar kelinci.

“Om, kenapa ruang ganti sama baju-baju nggak jadi satu aja sih?” tanya Andin sambil menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh suaminya. 

“Nggak usah banyak protes! Lagian ini tuh kamar tamu, kamar utama ada di atas, lagi di renovasi sama Mami,” sentak Haidar, ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk bermain sabun bersama jagoannya.

“Biasa aja dong ngomongnya!” sahut Andin sambil mengerucutkan bibirnya.

Andin merebahkan tubuhnya karena sudah sangat lelah. Ia meraih ponsel yang ia taruh di atas nakas. “Busyet dah, udah jam satu pagi! Kenapa Mr. Dolar belum keluar juga? Ngapain aja dia di kamar mandi?” gumam Andin. “Jangan-jangan dia tidur,” pikir Andin.

Ia bergegas turun dari tempat tidur untuk melihat suaminya di kamar mandi. Andin memutar kennop pintu kamar mandi yang tidak di kunci dan mendorongnya perlahan.

“Aaa …!” Andin berteriak yang membuat Haidar kalang kabut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina Sinahety Tarigan
ceritanya buat penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status