Selina mengetuk pintu ruangan Ethan, dia harus membujuk pria itu agar menurunkan hukuman yang mereka dapatkan. "Masuk." Suara bariton itu terdengar begitu jelas. Dengan cepat, Selina segera masuk ke dalam ruangan itu. Dia melihat Ethan sedang sibuk mengetik di laptop miliknya. Selina pun mendudukan dirinya di kursi depan meja Ethan. "Em, Pak Ethan," panggil Selina dengan raut wajah bingung.Dia tidak tahu harus memulai dari mana pembicaraan mereka. Terlebih Ethan malah mencuekinya begini membuatnya semakin tak nyaman."Pak Ethan." Selina kembali memanggil pria itu, berharap fokus Ethan beralih kepadanya."Silahkan katakan mau apa kamu kemari. Tidak usah perlu banyak basa-basi, saya sedang sibuk!" balas Ethan ketus, pria itu tetap fokus pada layar laptopnya.Selina menghela nafas beratnya, sepertinya memang dia harus segera mengatakan apa maksud dan tujuannya datang kemari."Saya datang ke sini mewakili teman-teman di kelas, ingin meminta keringanan kepada Bapak agar hukuman kami dih
Ethan tampak kesal, karena sejak pertemuannya dengan Selina di ruangannya tadi, sampai sekarang wanita itu belum juga pulang ke rumah. Padahal, tugas Selina mengurus anak-anak sebagai seorang pengasuh. Tapi entahlah, kemana perginya wanita itu. Sejak pulang dari kampus, Ethan sudah dipusingkan mengurus dua anaknya yang super nakal itu."Daddy jadi pergi?" tanya Lily saat dia melihat Ethan sudah memakai stelan jas rapi berwana abu-abu muda. "Jadi, oleh karena itu kalian baik-baik di rumah," jawab Ethan sembari mengelus rambut putri kecilnya itu.Memang malam ini pesta itu digelar. Ethan sudah rapi dan siap, tapi Selina sampai sekarang belum juga tampak batang hidungnya. Padahal, hari sudah malam, dan pesta sebentar lagi dimulai. Ethan tampak ragu jika Selina akan datang. Dia juga bingung, harus bagaimana nanti jika datang sendirian ke pesta itu. Ethan malas bertemu dengan mantan istrinya tanpa membawa pasangan. 'Kemana wanita itu? Jangan bilang dia berubah pikiran. Dia lebih memili
Selina tampak tegang saat dia dan Ethan sudah memasuki ballroom hotel yang begitu mewah. Pesta dibuat sangat meriah dan banyak orang-orang berpenampilan sangat elegan. Tapi dia berusaha bersikap setenang mungkin, agar tidak membuat malu Ethan nantinya. Dia harus bisa menyamai para pria-pria dan wanita dewasa di tempat ini."Mari kita temui mantan istriku," ujar Ethan lirih.Selina hanya menganggukkan kepalanya, dia mempererat pegangannya pada lengan Ethan. Berusaha berjalan se-elegang mungkin, hingga membuat tatapan para pria mengarah kepadanya. "Rosalin," panggil Ethan pada seorang wanita cantik bergaun merah menyala. Wanita yang dipanggilnya itu segera menoleh ke arahnya. Membuat tubuh Ethan sedikit menegang tatkala kedua mata mereka bertemu kembali. Ethan berusaha bersikap dingin. Dia tidak boleh terlihat lemah, terlebih di depan mantan istrinya dan juga pria yang telah menjadi suami wanita itu. Meskipun luka akan penghianatan itu masih terasa layaknya pedang yang menggores hat
Selina melayangkan tatapan penuh tanda tanya ke Ethan. Namun, dia menangkap raut wajah kesedihan dari pria itu saat Rosalin menghinanya. Selina pun memiliki ide brilian untuk membantu Ethan. "Tas anda dari Betharia Collection juga ternyata," tutur Selina sembari memandangi tas yang dipakai oleh Rosalin."Kenapa memangnya? Kamu iri karena kekasihmu tidak mampu membelikan tas semahal ini?" tanya Rosalin sembari memandang remeh ke arah Ethan.Barang-barang dari Betharia Collection memang terbilang sangat mahal dan fantastis. Brand terkenal dengan kemewahannya dan juga kwalitas yang mumpuni."Tidak lihat tas yang aku pakai? Ini adalah tas keluaran terbaru dari Betharia Collection dan limited edition. Jika anda tidak percaya, silahkan cek saja," balas Selina dengan bangganya.Rosalin tampak memandangi tas yang Selina pakai. Seketika dia tercengang saat melihatnya lebih jelas. Rosalin waktu itu sudah mengincar tas tersebut, karena harganya sangatlah mahal, suaminya tidak mau membelikannya.
Selina terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan dari Ethan. "Memang benar jika saya dari keluarga berada. Tapi maksud saya mengikuti sayembara ya karena untuk menikah dengan Bapak. Lantas untuk apa lagi? Kan Pak Ethan membuka sayembara itu untuk mencari calon istri bukan? Apakah ada yang salah?" Selina mengajukan pertanyaan balik.Ethan tersenyum sinis, sudah tertebak. Lantas, untuk apa tadi dia bertanya?"Kamu itu hanya terobsesi dengan saya, bukan cinta," balas Ethan sembari menatap wajah Selina. "Lagian, kamu bukan tipe saya. Terlebih, kamu masih bocah ingusan yang duduk di bangku perkuliahan," lanjut Ethan meremehkannya."Yang terpenting, Bapak sudah mengakui jika saya cantik," balas Selina dengan bangganya."Kapan? Tidak pernah!" Ethan mengelak."Tadi waktu di pesta, Pak Ethan angkat tangan pas host tanya siapa yang cantik. Udahlah, gak usah gengsi, bilang aja saya memang cantik." Selina menarik turunkan alisnya, menggoda Ethan. "Itu karena saya hanya membantu
Seperti pagi biasanya, Selina akan disibukkan dengan mengurus Lily dan Lukas yang sangat nakal itu. "Kalian beneran gak mau sekolah?" tanya Selina kepada dua anak kecil itu."Gak mau malas, Kak," balas Lukas sembari menonton kartun di televisi. Sebenarnya tidak masalah bagi Selina bolos sekolah, karena dia sudah sering melakukannya. Tapi permasalahannya, Ethan akan mengamuk ketika kedua anaknya tidak berangkat sekolah. "Kalau Daddy marah gimana?" Selina masih mencoba dengan cara baik-baik."Tenang, kita yang hadapi nanti," balas Lukas santainya.Dengan begini, Selina bingung. Apakah dia harus memberitahukan Ethan atau tidak. "Lily juga gak mau berangkat sekolah? Nanti kalau teman-teman Lily nyariin kamu gimana? Emang gak bosan di rumah terus? Di sekolah banyak temennya, kan?" Selina mencoba merayu Lily.Semakin lama dia paham, Lily tidak sekeras kepala Lukas. "Kalau Lukas gak berangkat, aku juga gak mau berangkat sekolah, Kak," putus Lily.Selina sedang malas marah-marah, terlebi
Selina mengembalikan badannya, lantas berjalan perlahan ke arah Ethan kembali. Melayangkan tatapan permusuhan ke arah pria itu. “Minta maaf untuk?” tanya Selina sembari memicingkan matanya. “Sikap saya yang sangat keterlaluan semalam,” jawab Ethan dengan wajah datarnya, dia hanya mengikuti nalurinya saja. Selina tersenyum kecut saat mendengarnya, dia muak melihat wajah Ethan kali ini. “Jadi Pak Ethan sudah mengaku jika semalam salah? Kenapa baru minta maaf sekarang?” tanya Selina sembari melayangkan tatapan permusuhan. Ethan hanya mampu terdiam, bibirnya terasa kelu untuk berbicara barang sepatah katapun. Dia hanya mampu menatap wajah Selina yang penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. “Ada baiknya Pak Ethan intropeksi diri. Terlebih saya juga muak melihat pria yang main tangan, apalagi dengan anak kecil,” lanjut Selina sembari membuang muka. Ethan meneguk salivanya susah payah. Ucapan Selina barusan sangat menusuk untuknya. “Saya tadi khilaf, lagian kamu juga dulu pernah menjew
Ethan dilanda kebingungan yang luar biasa, antara memilih Selina atau Rosalin. Dia masih menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Persetan dengannya!" umpat Ethan sembari melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi.Ethan tak perduli banyak kendaraan lain yang mengklakson dirinya karena mengendarai mobilnya seperti ugal-ugalan. Yang terpenting dia cepat sampai ke tempat tujuan."Oh! Shit!! Kenapa harus macet segala!" gerutu Ethan kesal, sembari memukul stir mobilnya.Dia kini memang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mengabaikan Rosalin yang kini kembali menelpon dirinya. Yang berada di dalam pikiran Ethan sekarang hanyalah Selina."Kenapa anak itu bisa jatuh dari tangga? Memangnya apa yang tadi dia lakukan di rumah?" Gumam Ethan, dia kembali melajukan mobilnya di tengah-tengah kemacetan.Pantas saja sedari tadi perasaanya tidak enak dan selalu kepikiran Selina. Ternyata kali ini dia mendapatkan sebuah kabar buruk darinya. Ethan sudah tidak memikirkan soal Rosalin. Bahkan d