Seperti pagi biasanya, Selina akan disibukkan dengan mengurus Lily dan Lukas yang sangat nakal itu. "Kalian beneran gak mau sekolah?" tanya Selina kepada dua anak kecil itu."Gak mau malas, Kak," balas Lukas sembari menonton kartun di televisi. Sebenarnya tidak masalah bagi Selina bolos sekolah, karena dia sudah sering melakukannya. Tapi permasalahannya, Ethan akan mengamuk ketika kedua anaknya tidak berangkat sekolah. "Kalau Daddy marah gimana?" Selina masih mencoba dengan cara baik-baik."Tenang, kita yang hadapi nanti," balas Lukas santainya.Dengan begini, Selina bingung. Apakah dia harus memberitahukan Ethan atau tidak. "Lily juga gak mau berangkat sekolah? Nanti kalau teman-teman Lily nyariin kamu gimana? Emang gak bosan di rumah terus? Di sekolah banyak temennya, kan?" Selina mencoba merayu Lily.Semakin lama dia paham, Lily tidak sekeras kepala Lukas. "Kalau Lukas gak berangkat, aku juga gak mau berangkat sekolah, Kak," putus Lily.Selina sedang malas marah-marah, terlebi
Selina mengembalikan badannya, lantas berjalan perlahan ke arah Ethan kembali. Melayangkan tatapan permusuhan ke arah pria itu. “Minta maaf untuk?” tanya Selina sembari memicingkan matanya. “Sikap saya yang sangat keterlaluan semalam,” jawab Ethan dengan wajah datarnya, dia hanya mengikuti nalurinya saja. Selina tersenyum kecut saat mendengarnya, dia muak melihat wajah Ethan kali ini. “Jadi Pak Ethan sudah mengaku jika semalam salah? Kenapa baru minta maaf sekarang?” tanya Selina sembari melayangkan tatapan permusuhan. Ethan hanya mampu terdiam, bibirnya terasa kelu untuk berbicara barang sepatah katapun. Dia hanya mampu menatap wajah Selina yang penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. “Ada baiknya Pak Ethan intropeksi diri. Terlebih saya juga muak melihat pria yang main tangan, apalagi dengan anak kecil,” lanjut Selina sembari membuang muka. Ethan meneguk salivanya susah payah. Ucapan Selina barusan sangat menusuk untuknya. “Saya tadi khilaf, lagian kamu juga dulu pernah menjew
Ethan dilanda kebingungan yang luar biasa, antara memilih Selina atau Rosalin. Dia masih menepikan mobilnya di pinggir jalan. "Persetan dengannya!" umpat Ethan sembari melajukan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi.Ethan tak perduli banyak kendaraan lain yang mengklakson dirinya karena mengendarai mobilnya seperti ugal-ugalan. Yang terpenting dia cepat sampai ke tempat tujuan."Oh! Shit!! Kenapa harus macet segala!" gerutu Ethan kesal, sembari memukul stir mobilnya.Dia kini memang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mengabaikan Rosalin yang kini kembali menelpon dirinya. Yang berada di dalam pikiran Ethan sekarang hanyalah Selina."Kenapa anak itu bisa jatuh dari tangga? Memangnya apa yang tadi dia lakukan di rumah?" Gumam Ethan, dia kembali melajukan mobilnya di tengah-tengah kemacetan.Pantas saja sedari tadi perasaanya tidak enak dan selalu kepikiran Selina. Ternyata kali ini dia mendapatkan sebuah kabar buruk darinya. Ethan sudah tidak memikirkan soal Rosalin. Bahkan d
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Ethan dengan paniknya."Kepala saya sakit banget," rengek Selina dengan lelehan air matanya.Ethan melirik ke arah jam dinding yang tertara, sudah menunjukkan pukul 3 pagi. "Tunggu sebentar, ya, saya panggilkan perawat dulu," pinta Ethan sangat lembut.Dengan cepat, Ethan segera menggunakan fasilitas nurse call untuk memanggil perawat jaga. Lantas berbicara dengan perawat itu. Sekarang tinggal menunggu perawat datang saja. "Jangan nangis lagi," pinta Ethan dengan nada lembut, tidak seperti biasanya dia ketus saat berbicara dengan Selina. Selina tetap tidak menuruti permintaan Ethan, karena dia memang merasa kepalanya sangat sakit. Membuatnya tidak bisa menahan dan hanya bisa menumpahkan air matanya."Kamu gak malu nangis di depan saya, hm?" tanya Ethan sembari menggerakan tangannya untuk mengusap air mata Selina yang berjatuhan.Tidak ada yang memintanya melakukannya, karena Ethan hanya menuruti nalurinya sendiri. Dia tidak suka melihat Selina menangi
Ethan menatap ke arah Selina heran, karena pemikiran wanita itu sudah terlalu jauh."Sepertinya efek kepala kamu terbentur sangat hebat. Kamu semakin aneh saja," balas Ethan sembari memicingkan matanya."Pokoknya kita sekarang sudah menjadi sepasang kekasih," putus Selina final."Saya tidak akan menganggap kamu kekasih. Itu hanya keputusan dari sebelah pihak saja." Ethan mengelak.Selina melipat kedua tangannya di depan dada angkuh. "Terserah, yang penting sekarang Pak Ethan pacar saya." Selina tetap kukuh dengan pendirinya."Saya bukan pacar kamu, dan tidak akan pernah menjadi pacar kamu. Camkan itu!" tegas Ethan. "Bodo amat, pokoknya Bapak pacar saya sekarang. Titik gak pakai koma." Selina menekan semua kalimatnya.Ethan mendesah kesal, pusing melihat tingkah Selina."Saya tidak menganggap kita pacaran!" putus Ethan final."Oh, tidak bisa begitu, tadi Pak Ethan diam saja pas saya tanya. Udahlah, Pak, gak usah malu-malu buat ngaku kalau sebenarnya Bapak mau jadi pacar saya." Selina
"Pak Ethan mau jenguk Selina juga?" tanya Reno sembari menatap heran pria itu.Ethan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jujur saja dia amat kebingungan saat ini. Pasalnya, dia sudah tertangkap basah oleh para mahasiswanya ini. "Emm, saya kayaknya salah kamar. Sebetulnya saya hendak menjenguk teman saya yang di rawat di rumah sakit ini juga. Saya tidak tahu jika ini kamar rawat milik Selina," jawab Ethan berbohong.Wajahnya tampak sangat cemas, dia berharap para mahasiswanya ini bisa percaya dengan alasan yang dirinya buat."Owalah, kirain Pak Ethan mau jenguk Selina juga. Kok tumben banget, padahal kalian kan kayak kucing sama tikus kalau di kampus. Alias gak pernah akur," seru Bella dengan jujurnya.Semua pun melayang tatapan tajam ke arah wanita itu. Karena mereka takut Ethan akan marah saat mendengar ucapan ceplas-ceplos dari Bella. "Hm, kalau begitu saya permisi dulu." Ethan hendak keluar dari ruangan ini, sebelum suara seseorang mengintrupsinya untuk berhenti."Pak Ethan ga
Ethan berlari kencang menghampiri Selina, dia langsung membopong tubuh wanita itu dan membawanya ke ruang rawat kembali. Wajah panik terlihat begitu jelas. Ditaruhnya tubuh Selina dia atas ranjang kembali, lantas Ethan membiarkan dokter untuk memeriksa bagaimana keadaan Selina kali ini."Kenapa kamu nekat sekali, Selina? Seharunya memang kamu beristirahat, tidak malah jalan-jalan keluar seperti ini," gumam Ethan saat menunggu Selina di luar ruangan.Dia berjalan ke sana kemari dengan wajah cemasnya. Ethan merasa menyesal telah menolak permintaan Selina tadi."Andai saja tadi aku mau mengantarkan dia kembali ke ruang rawat. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini," gumam Ethan menyalahkan dirinya sendiri.Waktu tidak bisa diputar, dan nasi pun sudah menjadi bubur. Penyesalan memang selalu berada di akhir. Itulah yang Ethan rasakan untuk saat ini.Selina tidak lama diperiksa, sekarang pun dia sudah boleh masuk ke dalam ruangan Selina kembali. Melihat kondisi Selina yang tergeletak beg
Ethan mengambil jeruk dari dalam plastik kresek itu. Mengupasnya dan memberikannya ke Selina. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya heran."Katanya tadi gak mau ngupasin. Bilang saja Bapak lagi mengalihkan perhatian dari pembicaraan kita tadi, kan," ujar Selina sembari menaik turunkan alisnya."Tidak mau ya sudah." Ethan kembali menaruh jeruk itu ke meja."Suapin," pinta Selina dengan manjanya."Ngelunjak," ketus Ethan.Tapi anehnya, walaupun dengan ketus begitu, Ethan tetap mengulurkan tangannya dan menyuapi Selina buah jeruk itu. "Pak Ethan itu kalau mau perhatian sama saya ya bilang saja. Mau senyum juga tidak masalah. Gak capek apa nunjukin wajah datar begitu terus? Senyum itu perlu, biar awet muda. Kalau ditekuk terus, yang ada cepat keriput dan tua," ejek Selina, membuat Ethan langsung melotot."Apa tidak bisa sekali saja kamu tidak cerewet?" tanya Ethan dengan wajah seriusnya."Gak bisa, Pak, udah bawaan dari lahir begini," jawab Selina dengan bangganya.Ethan hanya bisa ge