Siang itu Alex mendapatkan tidur yang berkualitas. Pekerjaannya memang sengaja dia selesaikan lebih cepat karena mempunyai kesibukan lain untuk beberapa hari mendatang yang sama sekali tidak bisa digantikan oleh Frans. Renata, siang itu dia juga menikmati tidurnya nyenyaknya. Dia sama sekali tidak terusik dengan berbagai gerakan yang Alex ciptakan termasuk dengan dengkuran halus dari mulut suaminya. Sebaliknya, Renata justru menikmati momen tersebut mendengarkan dengkuran laksana dawai yang begitu merdu. Entah sudah berapa lama dia terdiam mengamati garis wajah sang suami yang semakin lama semakin terlihat tampan dan mempesona di matanya. "Apa, aku bersikap seperti ini dan merasa aneh begini karena aku sedang hamil? Apa anakku ini adalah perempuan sampai dia begitu mengidolakan ayahnya sejak dari dalam kandungan." Renata sibuk berbicara dalam hatinya sambil terus mengamati garis wajah Alex. Setelah mereka mendeklarasikan untuk menjadi sepasang suami istri yang sesungguhnya. Mulai m
"Aku tidak suka kau berkata seperti itu tentang kakakmu sendiri. Ada apa dengan dirimu ini? Mengapa setelah kita bersama beberapa hari dan kuperhatikan, kau ini selalu berusaha menggiring opini orang lain untuk memandang buruk Renata. Aku bahkan belum mau percaya dengan semua yang kulihat kemarin, tapi kau selalu berusaha membuatku untuk percaya tanpa mengizinkanku mencari bukti lebih jauh tentang kejadian itu." Justin berbicara dengan penuh penekanan urat-urat di lehernya sampai terlihat menggurat. "Aku tidak sedang berusaha menggiring opini buruk tentang kakakku sendiri Justin. Tapi memang dia seperti itu. Kau bahkan sudah melihatnya secara langsung bagaimana dia dan Alex melakukannya." Derina menatap nyalang suaminya. Dia ingin menjajali Justin dengan banyak pikiran buruk tentang Renata. Mendengar jawaban itu semakin membuat Justin yakin jika sebenarnya Derina tidak pernah menyukai Renata. "Aku harus mencari bukti sendiri tentang kejadian malam itu. Tidak bisa aku biarkan sepe
"Jangan temui dia." Alex berbicara dengan nada kesal dan melengos pergi dari depan pintu. Renata mau tidak mau mengikutinya dan mengekor mengabaikan suara pintu yang terus saja membuat gaduh. "Ada apa? Dia ayahku, kenapa aku tidak boleh menemuinya? Bukankah baik jika dia sudah mau membuka pintu maaf." Alex tersenyum miring. Dia lalu melirik menatap remeh Renata. "Apanya yang baik Rena, dia mau membuang harga dirinya seperti itu setelah tahu aku adalah Alexander Lim dan aku adalah suamimu. Dia baru mau menerimaku setelah kau lebih kaya darinya. Meski dia adalah ayah kandungmu, tapi tidak seharusnya dia bersikap begitu!" geramnya. Renata terdiam, dia mencoba mencerna apa yang suaminya katakan. Saat ini posisinya adalah sebagai istri yang harus patuh kepada suami. Akan tetapi sikap Alex yang arogan seperti ini apa bisa dibenarkan? Namun, mau bagaimanapun juga dia tidak mempunyai keberanian untuk membangkang setelah Alex mengatakan sesuatu. "Jika kau terus memaksa, aku bisa melakuk
Berdiri tegak seseorang dengan muka tersenyum licik menatap pagar rumah yang tinggi menjulang. Ini adalah kali pertamanya datang kembali ke rumah itu semenjak dia menikah dengan Justin, lelaki yang berhasil direbutnya dari sang kakak. "Aku tidak akan membiarkan ada ketenangan di rumah ini. Kalian harus membayar kematian ibuku dengan harga yang mahal!" ucap Derina dalam hatinya bersamaan dengan senyuman mengerikan yang ia pendarkan. "Silahkan masuk Nona," ucap Satpam mempersilahkan namun dengan angkuh dan acuh Derina melangkah masuk begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih. Saat langkah kaki itu mulai menjauh, Satpam hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mengelus dada. Sikap arogan Derina benar-benar luar biasa. Sangat jauh berbeda dengan sikap Renata yang masih mau menyapa hangat para pekerja di kediaman Harisson dan memperlakukan mereka layaknya manusia. Tapi Derina? Tidak, jangan harapkan itu darinya. Sampailah Derina di depan pintu ruang tamu, baru saja dia hendak melangkah
Tertegun Renata saat melihat sosok Justin tiba-tiba duduk di sampingnya dengan penampilan yang sedikit berantakan. Dasinya tak lagi terikat rapi, jasnya hanya ia sampirkan di atas tas kerjanya dan hanya mengenakan kemeja warna biru langit.“Kau?” gumam Renata terkejut dan dia cepat-cepat menarik kakinya dari kolam untuk segera pergi.“Iya ini aku. Apa kabarmu Rena?” sapa Justin sambil tersenyum dan satu tangannya mencekal tangan Rena mencegahnya pergi.“Kau sudah gila Justin. Kenapa kau ada di sini? Aku sudah lelah dengan drama yang istrimu ciptakan.”Justin menatap nanar Renata, tatapan mata yang bingung dan tidak bisa menangkap apa maksud perkataan mantan tunangannya itu. “Apa maksudmu Rena, drama apa?” tanyanya.Renata menggeleng, dia tersenyum simpul lalu duduk lagi dengan kekesalan yang memuncak. Apa Justin benar-benar tidak tahu tentang drama di rumah sakit itu?Jika diingat kembali memang waktu itu Justin sedang tak sadarkan diri bahkan dia sama sekali tidak mengetahui kedatang
“Apa kamu makan dengan baik?” tanya Alex pada Renata melalui sambungan video call. “Iya, Alex aku makan dengan baik.” Renata menjawabnya sambil memasak sesuatu di panci kecil. “Itu sedang apa? ini sudah jam tidur Rena. Harusnya kamu tidur.” Alex melihat asap mengepul dari panci kecil. “Hehehe! Aku masak mi instant. Habisnya terlalu lama menunggu Hera dan Rio kembali,” kata Renata sambil meringis memamerkan jajaran giginya yang putih. Dia tahu Alex akan mengomel ketika tahu istrinya itu hanya makan mi instant, terlebih sedang hamil. Alex menghela nafasnya, dia sudah melakukan banyak konsultasi dengan dokter spesialis kandungan. Dia tahu banyak hal tentang nutrisi yang baik untuk ibu hamil, lalu Rena, dia malah memakan mi instant. “Rena, aku ini ternyata bandel juga ya. Sejak kapan kau tidak mendengarkan ucapanku. Seingatku dulu kau selalu mematuhiku.” Renata tersenyum manis. “Sejak aku mengakuimu sebagai suamiku dan ayah dari anakku ini. apa yang harus kutakutkan? Kita tidak akan
Jarum jam mengarah pada angka 2, sesuai dengan apa yang mereka bicarakan, Justin dan si manager bertemu dan berbincang di dalam mobil. "Operator yang Anda cari itu sudah berhenti bekerja, kebetulan saat kejadian itu terjadi saya tidak berada di lokasi. saya sedang mengajukan cuti menemani istri saya melahirkan." "Iya, saya memaklumi itu. Di mana alamat Operator itu?" Justin tidak mau berbasa-basi. "Tunggu, sebenarnya ada masalah apa?" "Malam itu, saya rasa ada seseorang yang memberikan sesuatu kepada tunangan saya sehingga dia dan pengawal pribadinya melakukan kekeliruan. Saya sangat mengenal kepribadian tunangan saya, jadi tidak mungkin dia melakukan hal semacam itu." Sejenak si manager terdiam, dia seperti berpikir keras untuk mengurai kasus tersebut. "Sebenarnya Anda tidak perlu memberikan saya uang seperti tadi. Saya mengajak Anda berbicara berdua di sini karena saya tidak mau nanti jabatan saya hilang karena kasus ini.
“Tapi daun kelor itu?”Pertanyaan singkat dari istrinya itu sukses membuat Alex menelan ludah perlahan. Pasalnya sampai detik itu dia belum juga memenuhi keinginan istrinya untuk bisa makan sayur daun kelor.“Aku pikir berapa hari berlalu dia sudah lupa, nyatanya masih ingat saja. Hemh,” batin Alex dalam hatinya.“Kenapa melamun? Aku tanya kapan daun kelornya tiba?” tanya Renata lagi dengan ekspresi wajah penuh harap yang tak bisa Alex abaikan begitu saja.“Nanti, hari ini aku minta Hera untuk mencarikan ke berbagai tempat tanaman hias, tempat penjual bibit tanaman.”“Apa kelor termasuk tanaman hias Lex?”“Yang terpenting mereka mau usaha dulu, sabar ya. Memangnya sangat ingin sekali?” tanya Alex lagi memastikan, padahal dia sangat berharap jawabannya tidak.“Iya, entahlah aku ingin sekali, sepertinya sangat segar kalau dimakan dengan nasi hangat. Selama hamil aku tidak pernah meminta sesuatu padamu ‘kan?”Memang jika diingat benar apa kata Renata, dia sama sekali tidak pernah meminta