“Tidak, tapi cara menjawabmu seperti ragu dan bisa dikatakan ke dalam artinya tidak ada niat untuk menjaga, mengasihi dan menyayanginya.”
“Terserah Mama kalau seperti itu. Mama tidak tahu apa yang kurasakan dan menilai seenaknya,” jawab Barnett malas.
“Oke, Mama minta maaf kalau salah. Mama dan Papa pulang dulu, kalian berangkat kerja dan kopernya biar dibawa Mama dan Papa.”
“Terima kasih, hati-hati, Ma.”
Orang tua Barnett meninggalkan hotel sambil membawa koper. Alexa dan Barnett mematung dan hening dalam kamar yang memilukan. Ia tidak setuju dengan jawaban yang disampaikan oleh suaminya yang hanya penyampaian palsu belaka.
“Kamu seharusnya tidak mengatakan itu. Katakan sejujurnya pada Mama, jangan membohongi diri sendiri dan banyak orang dengan penyampaian yang tidak sesuai dengan kenyataan,” ucap Alexa yang memecahkan keheningan dalam kamar.
“Aku tidak ingin statusku dicabut oleh Papa sehingga terpaksa berbohong dan terjebak dalam kepalsuan.”
“Jika kamu berbohong dampaknya sangat besar di belakang.”
“Tutup mulutmu dan lebih baik berangkat ke kantor sekarang dari pada berdebat masalah yang sudah terjadi,” potong Barnett lalu keluar dari kamar dan diikuti oleh Alexa.
Alexa dan Barnett pergi bersama ke kantor dan disambut oleh rekan kerjanya yang berjajar dengan senyuman lebar sambil membawa terompet dan petasan hiasan untuk menyambut kedatangannya. Sontak, Alexa dan Barnett terkejut melihat kejutan itu.
“Selamat datang, Ibu dan Bapak CEO.”
“Wah, pengantin baru pasti senang, ya.”
“Senanglah, coba lihat mata Ibu Alexa sampai bengkak pasti mainnya kasar sampai dibuat menangis,” celetuk salah satu karyawan.
Alexa hanya tersenyum dan tersipu malu ketika rekan kerja menggodanya dan tetap berusaha ramah kepada mereka. Namun, Barnett pergi meninggalkannya saat dikerumuni oleh rekan kerja tanpa berpamitan.
“Ada apa dengan Pak Barnett? Apakah dia masih memiliki jadwal yang sibuk?” tanya salah satu karyawan.
Alexa memandangi punggung tegap Barnett yang semakin menjauh dengan kekecewaan yang tidak bisa diungkapkan. Dia malah pergi dan tidak bersikap manis ketika karyawan menyambut kedatangannya. Ia menghela napas panjang lalu tersenyum dan meminta rekan kerjanya kembali ke pekerjaan.
“Kembalilah bekerja, teman-teman. Pak Barnett sedang banyak pekerjaan. Jadi, jangan berpikir aneh-aneh.” Alexa memecahkan suasana yang tidak enak dilihat sambil membalikkan beberapa badan temannya dan tetap menunjukkan senyuman lebar.
“Baiklah.”
Sikap dinginnya pasti dijadikan bahan pembicaraan dan direbus oleh rekan kerja yang memiliki mulut besar. Banyak tatapan rekan kerjanya yang bertanya-tanya saat disambut setelah menikah, tetapi malah pergi tanpa mengucapkan satu kata pun.
Semua rekan kerja kembali ke ruangan masing-masing, termasuk Alexa pun kembali ke ruang kerja bersama temannya sambil berpelukan dan tertawa bersama. Sekali lagi, temannya menggoda tentang takdir seorang Alexa menikah dengan CEO perusahaan.
“Cie, sudah menikah. Sungguh, aku iri sama takdirmu yang sangat bagus. Apa rahasianya bisa menikah dengan CEO,” goda temannya sambil mencolek dagunya.
Alexa hanya tersenyum lalu duduk di kursi kerja. “Tidak ada rahasia apa pun. Aku pun bingung dan kaget karena bisa menikah dengan pria tampan yang memiliki jabatan tertinggi di perusahaan ini dan dia termasuk idola kalian, kan?”
“Dulu iya, sekarang tidak karena pria itu sudah milikmu seutuhnya.”
Alexa tertawa sambil menggeleng heran ketika mendengar ocehan Ria, teman dekatnya di kantor. Dia selalu menggoda siapa pun, apalagi seseorang yang baru menikah. Namun, canda tawanya bubar karena salah satu rekan kerja yang tidak suka padanya.
“Heh, Alexa, kamu pakai pelet untuk memikat, Bos, ya!” tuduh Kira yang bibirnya bergerak ke kanan dan kiri sembari menatap sinis.
“Jaga mulutmu!” geram Alexa sembari menoleh ke arah wanita yang terkenal tukang julid di kantornya.
“Kamu jangan asal ngomong, ya, Kira!” bentak rekan kerjanya sambil melayangkan jari telunjuk.
Kira dan Yasmin tertawa terbahak-bahak saat melihat Alexa dan rekan kerjanya yang tidak terima dengan tuduhannya. Alexa berdiri dan menghampiri Kira dan Yasmin yang menertawakannya, tetapi ditahan oleh rekan kerjanya.
“Sudah, Alexa. Tenangkan dirimu, anggap saja tidak ada mereka dan angin lalu yang lewat.”
“Kalian beruntung hari ini. Jika tidak, maka tamat riwayatmu!” ancam Alexa sambil menunjuk mereka dan menatap tajam.
Alexa tidak takut terhadap siapa pun, termasuk Barnett. Ia berusaha mengendalikan diri terhadapnya yang telah menjadi suami.
Alexa duduk kembali di kursinya dan mengerjakan pekerjaan yang masih menumpuk di kerja. Hari ini adalah hari yang terburuk baginya. Ia menarik dan membuang napas perlahan beberapa kali untuk meredam dan mengendalikan emosional.
Mata dan jemari fokus pada pekerjaan hingga mendapatkan pesan dari Sekretaris pribadi Barnett yang ditujukan pada Manajer Keuangan.
“Permisi, saya menyampaikan pesan dari Pak Barnett bahwa setelah jam makan siang, pukul satu siang ada rapat akhir bulan mengenai evaluasi setiap divisi. Jadi, diharapkan kedatangannya dengan tepat waktu. Pak Barnett tidak suka dengan orang yang telat atau menyepelekan waktu. Terima kasih.”
“Kenapa mengadakan rapat dadakan sekali, bukannya diberitahu sehari sebelum rapat dimulai?” tanya Yasmin sembari melirik Alexa.
“Aku juga tidak tahu. Pak Barnett yang memintanya. Jadi, saya harus menyampaikannya sebagai karyawan teladan,” jawab Deana yang terdengar sinis, tetapi diacuhkan olehnya.
“Ah, begitu. Mungkin karena habis menikah dan rencana Pak Barnett pintar sekali untuk mengundang istrinya yang seperti pria ini untuk berdekatan dengannya,” sindir Yasmin yang tidak berhenti menghina Alexa.
“Bisa jadi,” jawab Deana singkat yang menunjukkan senyuman masam lalu pergi dari ruangan keuangan.
Alexa diam-diam memerhatikan Deana yang sedari tadi berdiri di dekat pintu sambil mengernyitkan dahi. Sikap reflek yang ditunjukkan olehnya pun terlihat cemburu dan tidak suka dengan pernyataan sindiran Yasmin.
‘Aneh sekali, kenapa dia tersenyum masam? Apa yang salah dengan kalimat Yasmin? Bukankah dia tadi percaya diri banget?’ batin Alexa bertanya-tanya lalu menoleh ke Yasmin.
“Apa? Kenapa kamu melihatku sinis seperti itu?” Yasmin bertanya keras dan melotot.
“Mulut sampah!” hina Alexa nada tinggi.
“Heh, Alexa, wanita jadi-jadian. Jaga mulutmu. Kamu yang mulut sampah karena bibirmu tidak sebagus milik Bu Deana Florence. Bibirmu sudah tebal, mengenakan lipstik warna gelap pula,” hardik Yasmin nada tinggi.
“Sampah!”
Alexa dan Yasmin terus mencibir satu sama lain hingga dilerai oleh rekan kerjanya yang lain. Alexa keluar dari ruangan sambil membawa memori kecil yang digunakan untuk menyimpan file dan tas berisi laptop.
Ia melangkah ke taman kantor untuk mengerjakan pekerjaannya yang terganggung karena sikap kekanak-kanakkan Yasmin yang tidak berhenti menghina dan menyindirnya saat menikah dengan Barnett.
Semua iri dengan Alexa karena bisa mendapatkan CEO tampan. Sedangkan, ia memiliki tingkah laku pria, tetapi tubuh yang ideal.
Alexa melanjutkan pekerjaannya dengan santai dan nyaman saat berada di taman kantor. Ia bisa fokus mengerjakannya hingga selesai dan tepat di waktu jam makan siang.
Ia memilih untuk tiduran di tempat yang dingin dari pada makan siang. Banyak orang kantor yang tidak menyukainya setelah menikah dengan Barnett. Seorang wanita tidak memiliki fisik sempurna, tetapi mendapatkan seorang pria yang sangat sempurna di mata banyak wanita.
Tanpa terasa, tidur siang Alexa menjadi malapetaka untuknya karena melebihi setengah jam dari rapat yang ditentukan. Ia bergegas menuju ruang rapat sambil berlarian dengan melewati banyak anak tangga. Lima menit tiba di depan ruang rapat dengan napas yang tersengal-sengal dan tarik napas lalu diembuskan berkali-kali hingga napasnya kembali teratu lalu membuka pintu ruang rapat yang semua sorot mata beralih kepadanya.
“Maaf, Pak. Saya terlambat datang.”
“Silakan masuk. Buka laporan keuangannya.” Barnett mengizinkan Alexa untuk mengikuti rapat akhir bulan.
“Baik, Pak.”
Alexa duduk samping kanan Barnett sembari memerhatikan di sekitarnya yang netra tidak teralihkan darinya lalu tersenyum tipis untuk mencairkan suasana sembari membuka laptop dan memasukkan sebuah memori. Barnett menjelaskan tujuan rapat dan meminta setiap divisi menjelaskan satu per satu secara bergantian.
Alexa memerhatikan presentasi divisi lain sembari mencatat sebagai catatan untuknya. Setelah itu, gilirannya untuk menjelaskan perkembangan keuangan perusahaan dengan lantang dan menunjukkan bukti dan fakta yang ada sekaligus rencana ke depannya.
Ia mendapatkan tepuk tangan meriah dari rekan kerja setiap divisi, kecuali Deana yang terlihat tidak suka dengannya. Alexa duduk kembali di samping Barnett sambil tersenyum lebar dan mendekatkan bibir di telinganya.
“Aku tidak akan mempermalukanmu, suamiku,” ucapnya lalu merapikan posisi duduk dan tersenyum lebar.
Barnett menatap Alexa dengan terdiam. “Baiklah, semua dibahas dan semoga ke depannya tidak ada masalah tertipu, produk gagal dan pelanggan yang tidak jujur,” ucap Barnett yang matanya telah beralih ke setiap divisi.
“Iya, Pak. Terima kasih banyak.”
Semua orang keluar dari ruangan rapat pada pukul empat sore. Waktu yang tepat untuk pulang ke rumah. Alexa memasukkan laptop di tasnya dan hendak mengajak pulang bersama, tetapi dia sudah berpesan padanya terlebih dahulu.
“Kamu pulang dulu saja, aku masih sibuk,” ujar Barnett yang matanya sibuk di layar laptop.
“Sibuk dengan ditemani Deana?” tanya Alexa lalu melempar pandangannya ke wanita yang duduk sangat dekat dengan Barnett.
“Iya. Dia itu Sekretaris pribadiku. Jadi, kalau aku sibuk dan lembur, otomatis itu dia juga ikut lembur,” balas Barnett meninggi.“Sekretaris pribadi bertugas di kantor dan hanya untuk perintahmu, kan? bukan untuk menemanimu? Sedangkan, Sekretaris pribadi memiliki ruangan sendiri, bukan di sini. Jadi, Deana bisa keluar dari ruangan ini, kan? kamu bisa keluar dari ruangan ini, Bu Deana Florence?” cerocos Alexa yang memperjuangkan haknya sebagai istri.Deana melirik Barnett yang terdiam sambil bersandar di kepala kursi lalu beberes semua berkas penting dari hasil rapat bulanan dengan ekspresi yang kesal terhadapnya. Alexa tidak tahu yang akan dikerjakan olehnya hingga suaminya meminta untuk pulang terlebih dahulu. Namun, ia menggunakan kekuasaan sebagai istri CEO untuk mengusir Sekretaris pribadinya.“Saya pulang dulu, Bu, Pak,” pamit Deana kesal.“Silakan. Kamu seharusnya pulang lebih dulu,” balas Alexa yang sengaja membuat hatinya semakin panas.Alexa sangat kesal dengan Deana. Entah
“Alexa tadi di kantor kepleset, Ma ketika berlari menuju ruang rapat dan jatuhnya nyungsep sehingga dahi terbentur di sudut meja yang ada bunga hiasnya. Makan malam, yuk.”Alexa mengalihkan pembicaraan dan memalingkan wajah dari mertuanya untuk menyembunyikan luka di bibirnya lalu makan masakan ibu dan mertuanya bersama Helena.Suasana rumah baru menegang dan memanas ketika Barnett tidak menghadiri kepentingan keluarga. Papa mertua menyalahkan Barnett dan tidak terima dengan ketidakhadiran Barnett di rumah baru.Mereka menuruti ucapan Alexa untuk menyelesaikan makan malam. Beberapa menit berlalu, semua menyelesaikan makan malam dan masih duduk dengan kedua pundak terangkat.“Dari pada diam-diaman seperti ini, lihat dan berkeliling seisi rumah ini, yuk, Pa, Ma, Ibu, Ayah.” Helena mengajak mereka untuk berkeliling seisi rumah dengan suara menggelegar yang membuyarkan ketegangan di antara mereka.“Astaga, iya. Mama dan Ibu hampir lupa gegara kakakmu,” sahut Mama mertua sambil berdiri dan
“Tidak ada yang kusampaikan ke Papa. Papa yang peka dengan ketidakhadiranmu sampai menghubungimu dan aku tidak pernah ngomong apa pun tentang apa yang terjadi pada kita!” Alexa menjawab dengan intonasi penekanan dan berusaha menekan suaranya selirih mungkin.Barnett berbalik badan lalu meletakkan jas dan dasi di samping tempat tidur. Dia membuka kemeja dan dilemparkan ke atas jas dengan aroma parfum wanita yang menyengat lalu bola mata merayap ke pria yang memiliki badan atletis dengan tatapan curiga padanya.Alexa hanya mengenali suaminya sebagai pria yang dingin, tidak peduli dengannya dan takut kehilangan kedudukannya. Pertanyaan yang aneh mulai bertebaran di pikiran sehingga bola mata bergerak ke area leher, pundak dan punggung untuk mencari tahu tanda-tanda dia habis berhubungan dengan seorang wanita atau tidak.Namun, beberapa menit setelah mencari tanda kemerahan di area tubuhnya tidak ada. Mata menyipit yang mulai menaruh ketidakpercayaan terhadapnya. Barnett menoleh ke arahny
Helena mendekati Alexa sambil mengendus-endus di pakaiannya dengan mata terpejam lalu mengerutkan alis. Tidak lama, ia beralih ke pakaian Barnett dengan garisan panjang yang melebar lalu membuka mata.“Aroma parfum wanita di kemeja dan jas hitamnya Kak Barnett? Bagaimana bisa dia menyemprotkan parfum sembarangan? Bukankah dia tidak suka dengan menyemprotkan parfum yang bukan kesukaannya?”Helena merasa aneh dengan aroma parfum yang ada di pakaiannya. Dia sudah hapal dengan sikap Barnett yang lain. Namun, fakta baru untuk Alexa sekaligus aneh. Kesempatannya untuk mengetahui hal apa pun yang disukai olehnya.“Dia tidak suka menyemprotkan parfum sembarangan ke tubuh maupun pakaiannya?” tanyanya yang menyelidiki.“Iya, Mbak. Dia anti banget soal begituan dan sedikit gengsi dengan perempuan. Dia pernah banget salah pakai parfum dan waktu itu pakai parfumku. Tapi, aromanya tidak seperti ini.”“Oh, dia suka parfum yang seperti apa?”“Dia suka parfum yang mereknya Aigner yang warnanya biru. D
“Perkenalkan dirimu kepada teman-temanku!”Fisik pria yang ramah dengan Alexa tidak kalah dengan fisik Barnett. Pria di sampingnya tersenyum lebar saat Alexa meminta untuk memperkenalkan diri.“Ehem, baik. Nama saya adalah Frank Halton.”“Frank Halton? Pemilik perusahaan start up pengobatan mata, kan kalau tidak salah Eyedow?” celetuk salah satu teman kantornya.Frank Halton tersenyum lebar lalu menundukkan kepalanya. Alexa terkejut mendengar keberhasilan sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dan hanya komunikasi melalui pesan dan panggilan telepon.“Jangan begitu. Saya hanya pria biasa dan tidak ada yang beda.”“Orang ganteng mah bebas mau ngomong apa.”“Iya. Bapak ada janji sama Pak Barnett?”“Betul. Saya ada janji dengannya.”“Tunggu sebentar, dia mungkin dalam perjalanan. Aku berangkat dulu tadi,” ucapnya perlahan lalu menepuk pundaknya sekilas.“Baiklah. Semangat kerjanya dan tetap tersenyum.” Frank menarik garisan panjang bibirnya menggunakan dua jari kepada Alexa.Alexa ters
“Kamu ngapain memecat karyawanku? Apa hakmu untuk memecatnya?”“Aku ada hak untuk memecatnya karena aku sudah menjadi istrimu. Jika ada yang buruk di sini maka aku berhak mengeluarkan dia agar tidak menjadi penyakit menular!” Alexa menjawab nada tinggi sambil memerhatikannya yang menggeleng bersama jari telunjuk.“Kamu hanya istriku bukan Nyonya CEO di kantor ini karena di luar kamu bukan siapa-siapaku. Tapi, kalau di rumah, kamu adalah istriku.”Alexa tersenyum getir saat mendengar ucapannya seperti itu. Dia hanya takut kehilangan harta dan status di perusahaannya sehingga berpura-pura hanya di rumah dan di hadapan orang tua.“Oke, kalau kamu begitu. Jadi, aku bebas di luar dan jangan pernah memprotesku untuk dekat dengan siapa pun. Sesuai dengan kesepakatan di awal dan semuanya terbuka satu sama lain. Jika tidak ada yang terbuka satu sama lain, maka lihat saja dampaknya.”Lagi dan lagi, Alexa memperingatkan perjanjian di awal yang selalu terbuka atas hal apa pun. Ia berdiri lalu mel
Alexa terdiam selama satu menit untuk memikirkan jawaban yang tepat. Ia tidak mungkin memberitahu situasi dan keadaan rumah tangganya kepada Frank karena dia adalah orang luar, meskipun sudah menjadi sahabat.“Dia sangat menyayangiku dan baik kepadaku,” jawab Alexa sambil tersenyum pahit lalu mengalihkan pandangan ke arah jalanan.Frank memperhatikannya sambil menghela napas panjang ketika Alexa memperhatikan jalanan yang macet dan panas. Mobil melajut dengan kecepatan standar dan tidak lama, ia tiba di depan sebuah café kekinian dan terdapat es krim.“Kamu mengajakku ke tempat ini?”“Iya. Menurutku tempat yang cocok untuk makan siang kali ini.”Alexa memasuki café dengan posisi duduk di meja paling ujung. Ia memesan es krim rasa cokelat, sup merah, minuman air mineral. Jemari sibuk di handphone meskipun sedang istirahat.“Bisa masukkan handphonemu dulu?”“Oke, aku masukkan.”Ia memasukkan handphone ke dalam tasnya lalu menghadap dan menatap Frank yang memperhatikannya.“Kamu tahu yan
Barnett menghampiri Alexa yang memerhatikannya dengan tatapan heran lalu melewatinya tanpa melirik dan mengucapkan satu kata pun kepadanya. Barnett hendak memasuki ruangannya, ia memberitahu bahwa tetap memberhentikan Yasmin bekerja di departemennya.“Aku tetap memecat Yasmin,” kata Alexa sambil menatap gagang pintu.Barnett tidak merespons ucapannya dan memilih untuk memasuki ruangannya. Alexa pun kembali bekerja dan terdapat penampakan teman Yasmin dan dua orang lainnya memerhatikannya dengan tatapan aneh dan benci.“Kenapa kalian begitu? Ada yang salah dari saya?” tanya Alexa sembari melirik Yasmin terisak.“Kenapa ibu tega sekali memecat Bu Yasmin?” tanya salah satu rekan kerjanya.“Saya memecatnya karena dia memiliki racun yang berbahaya dan bisa membuat lingkungan kantor yang bisa kapanpun panas. Saya sebagai seorang Manajer berhak untuk memecat anak buah saya ketika tidak bekerja sama,” jawab Alexa tegas.Semua terdiam setelah mendapat jawaban darinya. Alexa melanjutkan pekerja