“Siapa yang menelponmu semalam?”
“Kenapa kamu tanya itu? Bukankah kamu tidak sudi denganku?” Alexa membalikkan pertanyaan untuk Barnett dengan ketus.
Barnett menutup koper kasar sampai bunyi lalu meletakkannya di lantai dan menghampirinya. Ia melirik sepatu fantovel mengkilap sudah berada di sampingnya lalu berbalik badan sambil menarik pegangan koper.
“Aku tidak sudi denganmu kalau kamu menyentuhku!”
“Terus kamu tanya buat apa? Pertanyaan itu artinya kamu peduli denganku?”
“Tidak, jangan besar kepala! Aku berhak tahu siapa pun yang berhubungan denganmu.”
Alexa menghela napas panjang saat teringat kejadian semalam yang menghina dan mengataiku sesuka hatinya.
“Jika itu maumu maka aku juga harus tahu siapa pun yang berhubungan denganmu.”
“Oke.” Barnett memenuhi permintaannya.
“Dia adalah sahabatku sejak kecil, namanya Frank Halton,” jawab Alexa sambil menarik koper lalu keluar dari kamar.
Alexa bersiap-siap untuk keluar lebih dulu dari Barnett, tiba-tiba masuk kembali seraya menarik koper dan mempercepat langkahnya menuju Barnett terhadapnya sampai membuatnya terkejut dan mundur selangkah.
“Ada apa? Kamu lihat setan?”
“Tidak. Orang tuamu sedang berjalan ke kamar kita sambil membawa koper dan barang bawaannya. Aku minta sekali lagi aja sama kamu, boleh?”
“Apa?”
“Kalau di depan orang tuamu, kita harus terlihat baik-baik saja, ya agar mereka tidak curiga. Tunggu, aku tahu kalau kamu tidak sudi disentuh olehku, tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu, tapi setidaknya berjalan bersama, bekerja sama dan terlihat baik-baik saja. Mau, ya, aku mohon.” Alexa memohon kepada Barnett untuk menyetujui permintaannya sambil menatap lamat.
“Ba—”
“Eh, pasutri lagi ngobrol, bagaimana malam pertama kalian? Menyenangkan dan … pastinya menyakitkan untuk Alexa, ya.” Mama Barnett saling menambahkan dan menimpali perkataan untuk menggoda pasangan suami istri yang baru menikah.
Alexa dan Barnett terkejut sambil berbalik badan dan menampakkan senyuman yang dibuat-buat bahagia. Barnett reflek memeluknya dari samping hingga membuat jantung Alexa berdegup dengan kencang.
“Hah?” Alexa bingung harus menjawab apa dan hanya menyengir.
“Tuh, kan jadi malu. Mama jangan to the point seperti itu.”
Pertanyaan yang menodong untuknya membuat mereka tidak bisa menjawab dan reflek menjawab tiga huruf sambil menyengir. Orang tua Barnett sudah meluncurkan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab olehnya.
“Mama penasaran dengan suasana kamar kalian. Mama masuk.”
Mama Barnett meninggalkan koper di depan kamar dan masuk ke kamar. Dia menoleh ke kasur untuk pertama lalu menoleh ke arah Alexa dan Barnett dengan membelalakkan mata.
“Kenapa kasurnya rapi?”
Alexa dan Barnett saling bertatapan saat Mama Barnett menanyakan hal privasi dan membuat jantungnya berdegup kencang. Celaka sudah, saat Mama mertua menoleh ke kasur yang tidak berantakan. Alexa menggigit bibir dan menaikkan kedua alis padanya.
“Bagaimana ini? apa kita jawab jujur saja?” tanyanya lirih.
“Kenapa kalian tatapan? Pertanyaan Mama tidak dijawab?”
Alexa dan Barnett memalingkan wajahnya lalu tersenyum lebar dan mengigit bibirnya. Bagaimana harus menjawab pertanyaan mertuanya itu? Mau tidak mau harus berkata jujur dari pada berbohong.
“Ti—”
“Ti? Ti apa?”
“Tindihannya pelan-pelan, Ma dan juga baru dirapikan sama Alexa tadi setelah bersiap-siap.” Barnett memotong ucapan Alexa secepat kilat.
“Ah, begitu. Baguslah. Mama ingin cepat-cepat punya cucu kembar dan banyak dari Alexa yang manis dan mandiri.”
Mama Barnett percaya dengan ucapan anaknya yang tidak lama keluar dari kamar dan menghampirinya. Barnett memeluknya lagi dari samping sambil tetap melebarkan senyuman dan menunjukkan barisan gigi.
Permintaan Alexa untuk kedua kali tidak sia-sia. Dia ternyata bisa diajak bekerja sama untuk berpura-pura tidak terjadi sesuatu di antara mereka.
“Aamiin, Ma. Mama mau pulang?”
“Iya. Mama mau pulang dulu karena Papa juga mau mempersiapkan toko kue yang launching besok.”
“Wah, semoga lancar dan sukses, ya, Ma, Pa.”
“Aamiin. Kalian mau langsung kerja? Tidak melanjutkan cuti?” tanya Mama Barnett yang melihat pakaian Alexa dan Barnett.
“Iya, Pa.”
“Kamu jangan khawatir, Barnett. Kerjaan di kantor bisa Papa kendalikan. Jadi, kamu bisa melanjutkan bulan madu kalian. Jangan pikirkan kerjaan,” sahut Papa Barnett.
Alexa dan Barnett terdiam dalam hitungan detik saat pemilik perusahaan teknologi terbesar berbicara dan meminta untuk melanjutkan cuti. Mereka tidak bisa mengelak dari Reynard Madison karena memiliki jadwal seluruh karyawan di perusahaannya.
“Barnett dan Alexa sebenarnya mau melanjutkan cuti, tapi … Barnett harus mengajarkan Alexa tentang bisnis perusahaan,” kilah Barnett yang masih memeluknya.
“Tapi, tugas itu sudah ada yang menjadi penanggung jawabnya. Jadi, kamu tidak perlu repot.”
“Sudah, biarkan mereka berdua di kantor dan serahkan perusahaan itu pada Barnett karena dia sudah menjadi pewaris tunggal di sana. Percayakan semuanya pada dia, Pa. Barnett tidak ingin jauh dari Alexa. Jadi, berikan kesempatan untuk Barnett dalam memimpin perusahaan itu agar Papa bisa fokus mengurus bisnis kue kita yang perlu lebih diperhatikan,” sanggah Mama Barnett sambil mengelus lengan suaminya.
“Baiklah.” Reynard menghela napas panjang.
“Kalian berangkat kerja dan biar nanti koper kalian dibawa ke rumah kalian yang baru. Sepulang kerja nanti akan ditunjukkan rumah kalian sebagai hadiah pernikahan.”
“Rumah baru?” tanya Alexa terkejut mendengar hadiah pernikahan yang besar.
Mereka kompak mengangguk dengan senyuman yang sangat lebar. Alexa tidak mengetahui hal penting selama ini. Antara bahagia dan sedih saat diberi hadiah pernikahan yang sangat berharga dan mahal.
‘Apakah menikah dengan orang yang berlebihan harta selalu diberikan hadiah mewah dan spesial? Atau hanya aku yang beruntung dan pertama kali mendapat hadiah mewah?’ tanya dalam hati sembari menatap mertuanya yang sangat baik.
Mama dan Papa mertua memeluknya erat sambil mengelus punggung dan mengelus kepalanya lembut. Pelukan mereka seperti orang tuanya. Wanita yang sedari mengoceh dan menunjukkan kebahagiaannya bernama Amanda Jovanka.
“Jaga, kasihi dan sayangi Alexa, ya, Barnett. Ibu dan ayahnya menitipkan dan menyerahkan kepadamu sepenuhnya karena percaya bahwa kamu mampu membahagiakan dia.” Mama Barnett berpesan pada Barnett.
Barnett terpaku dan terdiam saat mamanya berpesan seperti itu. Alexa tahu bahwa Barnett tidak akan meng-iyakan pesan ibunya karena sangat jijik dan telah mendapatkan penghinaan fisik yang luar biasa.
“Mama tidak perlu seperti itu pada Barnett. Dia pasti melakukan itu untuk Alexa,” jawab Alexa tegas sembari menatap mama mertuanya.
“Baik. Barnett berjanji akan jaga, kasihi dan sayangi Alexa. Mama jangan khawatir,” jawab Barnett terpaksa.
Alexa menoleh ke arahnya dengan membelalakkan mata. Ia tidak menyangka bahwa Barnett menerima dan berjanji untuk pesan ibu mertuanya dalam menjaga, mengasihi dan menyayanginya.
Alexa tahu bahwa semua itu tidak tulus dari hatinya dan terpaksa karena ingat dengan ancaman papanya. Ia tidak ingin membohongi orang tua dengan cara berpura-pura menjaga, mengasihi dan menyayangi.
“Kenapa kamu menjawabnya seperti tidak meyakinkan?” tukas Mama Barnett yang tampak bisa membaca pikirannya.
“Mama meragukan Barnett?” tanya Barnett.
“Tidak, tapi cara menjawabmu seperti ragu dan bisa dikatakan ke dalam artinya tidak ada niat untuk menjaga, mengasihi dan menyayanginya.”“Terserah Mama kalau seperti itu. Mama tidak tahu apa yang kurasakan dan menilai seenaknya,” jawab Barnett malas.“Oke, Mama minta maaf kalau salah. Mama dan Papa pulang dulu, kalian berangkat kerja dan kopernya biar dibawa Mama dan Papa.”“Terima kasih, hati-hati, Ma.”Orang tua Barnett meninggalkan hotel sambil membawa koper. Alexa dan Barnett mematung dan hening dalam kamar yang memilukan. Ia tidak setuju dengan jawaban yang disampaikan oleh suaminya yang hanya penyampaian palsu belaka.“Kamu seharusnya tidak mengatakan itu. Katakan sejujurnya pada Mama, jangan membohongi diri sendiri dan banyak orang dengan penyampaian yang tidak sesuai dengan kenyataan,” ucap Alexa yang memecahkan keheningan dalam kamar.“Aku tidak ingin statusku dicabut oleh Papa sehingga terpaksa berbohong dan terjebak dalam kepalsuan.”“Jika kamu berbohong dampaknya sangat b
“Iya. Dia itu Sekretaris pribadiku. Jadi, kalau aku sibuk dan lembur, otomatis itu dia juga ikut lembur,” balas Barnett meninggi.“Sekretaris pribadi bertugas di kantor dan hanya untuk perintahmu, kan? bukan untuk menemanimu? Sedangkan, Sekretaris pribadi memiliki ruangan sendiri, bukan di sini. Jadi, Deana bisa keluar dari ruangan ini, kan? kamu bisa keluar dari ruangan ini, Bu Deana Florence?” cerocos Alexa yang memperjuangkan haknya sebagai istri.Deana melirik Barnett yang terdiam sambil bersandar di kepala kursi lalu beberes semua berkas penting dari hasil rapat bulanan dengan ekspresi yang kesal terhadapnya. Alexa tidak tahu yang akan dikerjakan olehnya hingga suaminya meminta untuk pulang terlebih dahulu. Namun, ia menggunakan kekuasaan sebagai istri CEO untuk mengusir Sekretaris pribadinya.“Saya pulang dulu, Bu, Pak,” pamit Deana kesal.“Silakan. Kamu seharusnya pulang lebih dulu,” balas Alexa yang sengaja membuat hatinya semakin panas.Alexa sangat kesal dengan Deana. Entah
“Alexa tadi di kantor kepleset, Ma ketika berlari menuju ruang rapat dan jatuhnya nyungsep sehingga dahi terbentur di sudut meja yang ada bunga hiasnya. Makan malam, yuk.”Alexa mengalihkan pembicaraan dan memalingkan wajah dari mertuanya untuk menyembunyikan luka di bibirnya lalu makan masakan ibu dan mertuanya bersama Helena.Suasana rumah baru menegang dan memanas ketika Barnett tidak menghadiri kepentingan keluarga. Papa mertua menyalahkan Barnett dan tidak terima dengan ketidakhadiran Barnett di rumah baru.Mereka menuruti ucapan Alexa untuk menyelesaikan makan malam. Beberapa menit berlalu, semua menyelesaikan makan malam dan masih duduk dengan kedua pundak terangkat.“Dari pada diam-diaman seperti ini, lihat dan berkeliling seisi rumah ini, yuk, Pa, Ma, Ibu, Ayah.” Helena mengajak mereka untuk berkeliling seisi rumah dengan suara menggelegar yang membuyarkan ketegangan di antara mereka.“Astaga, iya. Mama dan Ibu hampir lupa gegara kakakmu,” sahut Mama mertua sambil berdiri dan
“Tidak ada yang kusampaikan ke Papa. Papa yang peka dengan ketidakhadiranmu sampai menghubungimu dan aku tidak pernah ngomong apa pun tentang apa yang terjadi pada kita!” Alexa menjawab dengan intonasi penekanan dan berusaha menekan suaranya selirih mungkin.Barnett berbalik badan lalu meletakkan jas dan dasi di samping tempat tidur. Dia membuka kemeja dan dilemparkan ke atas jas dengan aroma parfum wanita yang menyengat lalu bola mata merayap ke pria yang memiliki badan atletis dengan tatapan curiga padanya.Alexa hanya mengenali suaminya sebagai pria yang dingin, tidak peduli dengannya dan takut kehilangan kedudukannya. Pertanyaan yang aneh mulai bertebaran di pikiran sehingga bola mata bergerak ke area leher, pundak dan punggung untuk mencari tahu tanda-tanda dia habis berhubungan dengan seorang wanita atau tidak.Namun, beberapa menit setelah mencari tanda kemerahan di area tubuhnya tidak ada. Mata menyipit yang mulai menaruh ketidakpercayaan terhadapnya. Barnett menoleh ke arahny
Helena mendekati Alexa sambil mengendus-endus di pakaiannya dengan mata terpejam lalu mengerutkan alis. Tidak lama, ia beralih ke pakaian Barnett dengan garisan panjang yang melebar lalu membuka mata.“Aroma parfum wanita di kemeja dan jas hitamnya Kak Barnett? Bagaimana bisa dia menyemprotkan parfum sembarangan? Bukankah dia tidak suka dengan menyemprotkan parfum yang bukan kesukaannya?”Helena merasa aneh dengan aroma parfum yang ada di pakaiannya. Dia sudah hapal dengan sikap Barnett yang lain. Namun, fakta baru untuk Alexa sekaligus aneh. Kesempatannya untuk mengetahui hal apa pun yang disukai olehnya.“Dia tidak suka menyemprotkan parfum sembarangan ke tubuh maupun pakaiannya?” tanyanya yang menyelidiki.“Iya, Mbak. Dia anti banget soal begituan dan sedikit gengsi dengan perempuan. Dia pernah banget salah pakai parfum dan waktu itu pakai parfumku. Tapi, aromanya tidak seperti ini.”“Oh, dia suka parfum yang seperti apa?”“Dia suka parfum yang mereknya Aigner yang warnanya biru. D
“Perkenalkan dirimu kepada teman-temanku!”Fisik pria yang ramah dengan Alexa tidak kalah dengan fisik Barnett. Pria di sampingnya tersenyum lebar saat Alexa meminta untuk memperkenalkan diri.“Ehem, baik. Nama saya adalah Frank Halton.”“Frank Halton? Pemilik perusahaan start up pengobatan mata, kan kalau tidak salah Eyedow?” celetuk salah satu teman kantornya.Frank Halton tersenyum lebar lalu menundukkan kepalanya. Alexa terkejut mendengar keberhasilan sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dan hanya komunikasi melalui pesan dan panggilan telepon.“Jangan begitu. Saya hanya pria biasa dan tidak ada yang beda.”“Orang ganteng mah bebas mau ngomong apa.”“Iya. Bapak ada janji sama Pak Barnett?”“Betul. Saya ada janji dengannya.”“Tunggu sebentar, dia mungkin dalam perjalanan. Aku berangkat dulu tadi,” ucapnya perlahan lalu menepuk pundaknya sekilas.“Baiklah. Semangat kerjanya dan tetap tersenyum.” Frank menarik garisan panjang bibirnya menggunakan dua jari kepada Alexa.Alexa ters
“Kamu ngapain memecat karyawanku? Apa hakmu untuk memecatnya?”“Aku ada hak untuk memecatnya karena aku sudah menjadi istrimu. Jika ada yang buruk di sini maka aku berhak mengeluarkan dia agar tidak menjadi penyakit menular!” Alexa menjawab nada tinggi sambil memerhatikannya yang menggeleng bersama jari telunjuk.“Kamu hanya istriku bukan Nyonya CEO di kantor ini karena di luar kamu bukan siapa-siapaku. Tapi, kalau di rumah, kamu adalah istriku.”Alexa tersenyum getir saat mendengar ucapannya seperti itu. Dia hanya takut kehilangan harta dan status di perusahaannya sehingga berpura-pura hanya di rumah dan di hadapan orang tua.“Oke, kalau kamu begitu. Jadi, aku bebas di luar dan jangan pernah memprotesku untuk dekat dengan siapa pun. Sesuai dengan kesepakatan di awal dan semuanya terbuka satu sama lain. Jika tidak ada yang terbuka satu sama lain, maka lihat saja dampaknya.”Lagi dan lagi, Alexa memperingatkan perjanjian di awal yang selalu terbuka atas hal apa pun. Ia berdiri lalu mel
Alexa terdiam selama satu menit untuk memikirkan jawaban yang tepat. Ia tidak mungkin memberitahu situasi dan keadaan rumah tangganya kepada Frank karena dia adalah orang luar, meskipun sudah menjadi sahabat.“Dia sangat menyayangiku dan baik kepadaku,” jawab Alexa sambil tersenyum pahit lalu mengalihkan pandangan ke arah jalanan.Frank memperhatikannya sambil menghela napas panjang ketika Alexa memperhatikan jalanan yang macet dan panas. Mobil melajut dengan kecepatan standar dan tidak lama, ia tiba di depan sebuah café kekinian dan terdapat es krim.“Kamu mengajakku ke tempat ini?”“Iya. Menurutku tempat yang cocok untuk makan siang kali ini.”Alexa memasuki café dengan posisi duduk di meja paling ujung. Ia memesan es krim rasa cokelat, sup merah, minuman air mineral. Jemari sibuk di handphone meskipun sedang istirahat.“Bisa masukkan handphonemu dulu?”“Oke, aku masukkan.”Ia memasukkan handphone ke dalam tasnya lalu menghadap dan menatap Frank yang memperhatikannya.“Kamu tahu yan