"Sering-sering ajak Selina pulang, Dhexel! Mama sangat menyukainya," seru Rebecca pagi itu. Setelah mengenal Selina, Rebecca makin menyukainya sampai Rebecca ingin bertemu terus dengan wanita itu. Dhexel sendiri yang mendengarnya juga merasa senang karena ibunya bisa menerima Selina, walaupun sebenarnya sampai detik ini, hubungan mereka bukan hubungan yang sesungguhnya. "Aku akan memberitahunya, Ma." "Mama juga ingin berkenalan dengan ibu Selina, Dhexel.""Aku juga akan memberitahunya." "Ya ampun, jangan kaku seperti itu. Tapi Mama jadi penasaran, sejak kapan kalian mulai bersama, Dhexel? Mama senang sekali karena kau tidak melihat status sosial seseorang." "Mama tahu aku bukan pria seperti itu, Ma!" Rebecca pun cukup banyak mengungkapkan kesan dan pesannya pada Dhexel tentang Selina sampai Dhexel pun tertahan di rumahnya cukup lama pagi itu. Di sisi lain, Selina sudah tiba di kantor dan Selina sudah menceritakan semuanya pada Bora tentang pertemuan kemarin malam. "Ya ampun,
"Wanita itu penipu, Dhexel!" "Apa maksudmu, Heidy?" "Selina! Kekasihmu itu! Kau dan Tante Rebecca menganggap dia adalah wanita baik-baik, tapi nyatanya dia adalah penipu, Dhexel! Dia hanya penipu yang bekerja sama dengan para rentenir untuk melunasi hutang keluarganya. Bahkan keluarganya juga bukan keluarga baik-baik." Setelah mengetahui tentang Selina, Heidy pun mencari tahu lebih dalam tentang wanita itu. Dan dari potongan-potongan informasi yang berhasil didapatkan, Heidy makin yakin bahwa apa yang ia dengar adalah kebenaran. Selina memang hanya seorang wanita penipu. Heidy pun tidak membuang waktu lagi dan langsung memberitahu semuanya pada Dhexel. Namun, ternyata respon Dhexel sangat di luar dugaan. "Heidy, hentikan semua omong kosong ini. Selina adalah kekasihku dan aku tidak suka orang lain menjelekkan tentangnya." "Tapi aku tidak menjelekkan tentangnya, Dhexel. Yang aku katakan adalah kebenaran. Kalau kau tidak percaya, aku bisa memberikan semua hasil pencarianku padamu
Debar jantung Dhexel sudah memacu tidak karuan mendengar teriakan Selina di telepon. Pasti sedang terjadi sesuatu pada Selina sampai Dhexel pun mendadak cemas luar biasa. "Selina, jawab aku! Selina!" seru Dhexel lagi di telepon, tapi hanya ada suara berisik di ujung sana. "Sial! Marlo, bereskan semua yang ada di sini!" titah Dhexel sebelum Dhexel pun berlari keluar dari ruangannya. Marlo yang melihat Dhexel pun menjadi bingung sendiri sampai Marlo memilih mengikuti Dhexel saja. "Tunggu aku, Bos! Tunggu!" teriak Marlo sambil berlari mengejar Dhexel yang sudah seperti kesetanan. Sungguh Marlo tidak pernah melihat Dhexel secemas ini sebelumnya. "Selina! Di mana tadi? Di warung depan perusahaan?" gumam Dhexel yang langsung berlari ke arah warung sampai semua karyawan yang masih ada di perusahaan pun menatap bingung pada sang CEO yang berlari begitu cepat. Sementara Selina sendiri masih terus melawan para pria yang berusaha menyeretnya. Awalnya Selina menahan kakinya sebisa mungkin
Selina membelalak kaget saat tiba-tiba Dhexel menyatukan bibir mereka. Debar jantung Selina yang sudah memacu kencang pun makin menghentak tidak karuan dan untuk sesaat, Selina tidak tahu apa yang harus ia lakukan, tetap diam atau mendorong Dhexel. Namun, Selina pun berakhir dengan tetap diam di tempatnya. Hal yang sama Dhexel lakukan karena Dhexel hanya diam di sana, seolah menunggu ijin dari Selina. Dan saat Selina tidak menolaknya, Dhexel pun mulai berani memagut bibir wanita itu. Bibir Selina terasa manis, lembut, dan rasa yang masih sama yang membuat Dhexel ketagihan seperti malam itu. Bahkan saat Dhexel tidak berada di bawah pengaruh obat saat ini, rasa bibir Selina tetap membuatnya kecanduan. Bibir Dhexel sendiri terasa dingin di bibir Selina, asin, dan anyir, ada rasa darah di sana karena memang bibir Dhexel sedang terluka. Namun alih-alih jijik, Selina malah merasakan getaran aneh dalam dadanya Perlahan Selina memejamkan matanya dan Dhexel pun memagut lembut bibir itu.
Dengan cinta, dunia akan menjadi lebih indah. Begitulah yang Dhexel dan Selina rasakan sejak mereka resmi menjadi kekasih sungguhan. Dhexel dan Selina bekerja dengan lebih bersemangat keesokan harinya dan mood mereka pun menjadi sangat baik. Walaupun Dhexel harus bekerja di perusahaan yang berbeda dengan Selina, tapi Dhexel tidak berhenti berkirim pesan dengan Selina dan Dhexel pun menjadi suka tersenyum sendiri seperti orang yang sedang kasmaran. "Hmm, kau baik-baik saja, Bos?" tanya Marlo yang sudah seharian menatap senyum Dhexel. "Ah, aku baik-baik saja, Marlo, tapi ada berita apa?" "Tidak ada berita baru, Bos! Hanya saja apa kau yakin masalah Selina tidak perlu dilaporkan pada polisi?" Dhexel terdiam sejenak mendengarnya. Dhexel sendiri sudah sempat bertanya pada Selina tentang ini. Dhexel ingin sekali melaporkan para rentenir itu pada polisi agar hidup Selina tenang, tapi Selina mencegahnya. Menurut Selina, para rentenir itu adalah penjahat yang pasti akan mengamuk kalau a
Aula masih mematung di tempatnya dengan dada yang mendadak sesak. Juna yang melihatnya pun memeluk Aula begitu erat, tapi Juna sendiri ikut mematung mendengar apa ni yang diucapkan oleh para rentenir. Untuk sesaat, Selina sendiri juga mematung di sana, tapi ia luar biasa kesal dengan para rentenir itu sampai Selina pun menyambar lampu mejanya dan mulai menyerang para rentenir itu. "Berani sekali kalian mengatakan hal itu pada ibuku! Padahal aku sudah bilang akan ikut dengan kalian kan? Sekarang aku sudah tidak mau ikut lagi! Pergi kalian! PERGI!" Buk!Selina memukul dengan sekuat tenaga sampai salah satu pria mengangkat tangannya untuk melindungi diri. Namun, pukulan Selina terlalu tepat dan melukai tangan pria itu. "Auw, Wanita Sialan!" "Sudah kubilang pergi dari sini! Pergi dan jangan mengganggu kehidupanku!" teriak Selina sambil memukulkan lagi lampu mejanya berkali-kali ke arah para pria itu. Para pria itu ada yang mundur, tapi ada yang melawan dan Selina pun terus memukul
"Apa, Dhexel? Ibu Selina masuk rumah sakit?" Rebecca memekik kaget pagi itu. Dhexel memang tidak pulang rumah semalam karena menemani Selina di rumah sakit. Karena itu, Rebecca bertanya apa yang Dhexel lakukan dan Dhexel memberitahu tentang kondisi ibu Selina. Rebecca sendiri sudah tahu dari Heidy bahwa keluarga Selina punya banyak hutang ke rentenir dan Rebecca sudah menanyakannya pada Dhexel. Dhexel pun membenarkan semuanya, hanya saja Dhexel tidak memberitahu tentang pekerjaan penipu yang selama ini Selina lakukan. "Bu Aula terkena serangan jantung, Ma." "Ya ampun, bagaimana kondisinya, Dhexel?" "Katanya subuh tadi Bu Aula sudah sadar, tapi belum bisa dijenguk. Selina dan adiknya pun masih berjaga di rumah sakit.""Mama juga harus ke sana, Dhexel. Bahkan Mama belum sempat berkenalan dengan ibunya Selina. Mama harus menjenguknya." Darrel tidak ikut kali ini karena Darrel sedang pergi dengan Dexter ke luar kota. Karena itu, Darrel tidak bisa terus mengawasi apa yang Heidy laku
"Halo! Halo! Jangan main-main denganku, Brengsek!" Selina berteriak dengan gemetar mendengar suara Bos Besar di teleponnya. Namun, setelah mengatakan pesan singkat itu, Bos Besar langsung menutup teleponnya. Selina pun berusaha menelepon balik, tapi ponsel Juna sudah tidak aktif. Selina langsung mencari nomor Bos Besar dan meneleponnya, tapi Bos Besar juga tidak mengangkat teleponnya. "Ah, sialan! Sialan!" pekik Selina dengan tangisan yang sudah terburai. "Apa, Selina? Apa yang dia katakan? Apa Juna bersamanya?" Suara Bora ikut gemetar. "Mereka menculik Juna. Bos Besar memintaku datang sendirian untuk menjemput Juna." Bora yang mendengarnya pun menahan napasnya sejenak. "Kita harus melaporkan semuanya pada polisi, Selina. Sudah cukup kau menahannya. Mengapa kau tidak mengijinkan Pak Dhexel melaporkannya ke polisi?" "Jumlah mereka sangat banyak, Bora, sangat banyak dan ada di mana-mana. Aku hanya tidak mau mencari masalah yang lebih parah atau bahkan sampai Dhexel ikut terliba