Share

Tertipu Lagi

"Kau?"

Dhexel dan Selina masih saling menatap dengan kaget.

Bukan hanya Dhexel yang kaget, namun Marlo juga sudah membelalak melihat wanita yang sudah menipu Dhexel itu.

Sedangkan Selina sudah panik luar biasa. Selina mendadak gemetar, ia ingin kabur lagi tapi ia tidak bisa kabur karena ibunya sedang dirawat.

Namun Selina tidak mau sampai Ibu dan adiknya mengetahui apa yang sudah ia lakukan.

Dhexel sendiri sudah menatap Selina berapi-api dan Dhexel masih kesal luar biasa pada Selina yang berhasil membuat Dhexel cukup lama tersiksa oleh berita skandal itu. Ditambah lagi Selina yang mendadak muncul di pesta kemarin lalu menghilang begitu saja.

"Akhirnya aku menemukanmu lagi, wanita..."

Belum sempat Dhexel menyelesaikan ucapannya namun Selina yang panik langsung bersuara dengan lantang.

"Ah, jadi kau yang menyelamatkan ibuku, Pak? Terima kasih banyak, tapi bisa kita bicara di luar saja? Tidak enak di sini banyak orang sakit! Haha! Ibu, Juna, Kakak keluar dulu untuk bicara dengan Bapak ini! Permisi!"

Selena segera melangkah keluar dengan jantung yang berdebar kencang. Sedangkan Dhexel pun akhirnya berpamitan keluar menyusul Selina.

"Silakan diperiksa dulu, Dokter! Kau tetap di sini untuk memastikan kondisinya, Marlo!"

"Baik, Bos!"

Selina sendiri terus menautkan tangannya dengan gelisah di luar ruang UGD, sampai tidak lama kemudian, Dhexel pun keluar dari sana dan Selina langsung menarik Dhexel menjauh.

"Ke sini! Ke sini dulu!"

"Siapa yang mengijinkanmu menyentuhku, penipu sialan?" geram Dhexel sambil menarik tangannya kasar.

"Ya ampun, Pak! Kau pikir aku suka menyentuhmu? Tapi apapun itu, tolong jangan mengatakan apapun pada ibuku tentang apa yang terjadi di antara kita, dia bahkan tidak tahu kalau aku bekerja untuk para rentenir. Ibuku sakit, dia gagal ginjal dan sakit jantung, aku juga tidak berbohong padamu waktu aku bilang dia bisa mati kalau tidak rutin cuci darah."

Dhexel memicingkan mata mendengarnya karena ternyata apa yang wanita itu katakan waktu itu tidak sepenuhnya bohong.

"Hmm, jadi ibumu belum tahu apapun tentang apa yang kau lakukan?"

"Tidak! Sama sekali tidak! Panjang sekali ceritanya. Intinya aku tidak mau Ibu maupun adikku mengetahui apapun!" tegas Selina lagi.

Dhexel masih memicingkan matanya menatap Selina tanpa menyahuti Selina sampai Selina pun salah tingkah sendiri karena menganggap Dhexel tidak percaya padanya.

"Ya ampun, mengapa kau diam saja, Pak? Aku tidak sedang berbohong sekarang! Hmm, jadi begini, kalau kau mau tahu, aku sendiri yang memutuskan bekerja untuk para rentenir itu..."

"Jadi singkatnya, ayahku berhutang tapi sialnya pria brengsek itu kabur sampai para rentenir itu menyiksa keluarga kami. Ayahku sama sekali bukan pria yang bertanggung jawab. Sejak itu ibuku sakit-sakitan, tapi sudahlah, melow itu bukan gayaku, yang jelas sekarang aku baik-baik saja namun aku tidak mau keluargaku tahu, aku tidak mau mereka malu, Pak!"

Selena tertunduk sejenak karena ia sedikit melow membayangkan adiknya dan ibunya yang pasti malu saat mengetahui semuanya.

Namun dengan cepat Selina kembali menatap Dhexel dan memohon.

"Aku benar-benar tidak berbohong, aku tahu kau tidak peduli padaku, tapi setidaknya kasihanilah wanita tua itu, jangan membocorkan apapun padanya, urusanmu adalah denganku jadi denganku saja ya..." pinta Selina lagi.

Dhexel sendiri masih terdiam menatap wanita muda di hadapannya yang terlihat masih sangat muda, sangat cantik dengan kulit putih bersihnya, dan sangat aktif. Bahkan wanita itu juga sangat seksi saat tidak memakai apapun.

Oh, tapi sial! Mengapa mendadak pikiran Dhexel malah absurd sendiri?

Dhexel pun segera berdehem untuk menghilangkan pikiran absurdnya.

"Ehem! Baiklah, jadi berapa umurmu, penipu?"

"Bisakah jangan memanggilku penipu? Aku punya nama, namaku Selina!"

"Aku tidak peduli siapa namamu! Tapi baiklah! Selina, berapa umurmu?"

"Aku... dua puluh tahun."

"Baru dua puluh tahun. Kau tahu kalau kau itu masih sangat muda untuk bekerja dengan baik, hah? Semua orang punya alasan untuk berjuang dalam hidup mereka, tapi itu tetap tidak membenarkan perbuatanmu, Selina! Bayangkan bagaimana perasaan ibumu kalau tahu tentang hal ini?"

"Karena itu jangan memberitahunya! Lebih baik aku saja yang susah, asal jangan mereka, Juna juga masih berumur sepuluh tahun, aku tidak mau dia malu punya Kakak sepertiku. Sungguh kalau aku punya pilihan lain, aku tidak akan melakukan ini, Pak. Tapi sudahlah, tidak usah dibahas lagi, aku juga tidak perlu dikasihani! Katakan berapa aku harus membayar biaya pengobatan ibuku? Aku tidak terbiasa berhutang pada orang lain!"

Dhexel hanya tertawa kesal mendengarnya.

"Entah bagaimana konsep yang ada di pikiranmu, Selina! Kau mencuri uangku dan kau menipu orang, kau masih bilang tidak mau berhutang pada orang lain? Seharusnya kau memikirkannya sebelum menipu orang, semuanya itu hasil berhutang pada orang lain, Selina, kau hanya belum ketahuan saja! Huh, sombong sekali mau membayar biaya pengobatan!"

Selina yang mendengarnya pun langsung terdiam.

Dhexel sendiri pun menghembuskan napas panjangnya.

Untuk sesaat, Dhexel iba pada Selina namun juga kesal pada wanita sok suci itu padahal sudah jelas-jelas apa yang ia lakukan itu salah.

Dan sebenarnya kalau hanya masalah uang, Dhexel bisa membantu Selina, hanya saja Dhexel tidak punya alasan mengapa ia harus melakukannya.

"Ck, begini saja, Selina! Kalau kau membantuku membersihkan namaku, aku juga akan membantumu."

Selina mengernyit mendengarnya. "Bantuan seperti apa maksudmu?"

"Beritahu aku siapa dalang yang menjebakku dan aku akan membantu memberimu uang yang mungkin bisa kau pakai untuk ibumu atau adikmu."

Tatapan Selina pun berbinar-binar mendengarnya. Setiap kali mendengar tentang hal baik untuk Ibu dan adiknya, Selina selalu bersemangat, tapi sayangnya ia tidak bisa membantu Dhexel kali ini.

"Aku sudah bilang aku mendapatkan pekerjaan itu dari rentenir, jadi aku tidak tahu siapa dalangnya."

Selina pun menceritakan bagaimana awalnya ia mendapat pekerjaan itu dan obat itu dari rentenir.

Dhexel yang mendengarnya pun kembali memicingkan matanya berpikir keras.

"Hmm, kalau begitu begini saja! Besok datanglah ke perusahaan ini karena aku akan mengadakan konferensi pers untuk membersihkan namaku. Kau harus bersaksi kalau kita tidak melakukan apa-apa dan kau hanya dibayar untuk menjebakku, kau mengerti?"

Dhexel memberikan kartu nama pada Selina dan Selina pun menatap kartu nama itu sedikit lebih lama sebelum ia menerimanya. Namun Selina langsung menggenggam kartu itu tanpa membacanya.

Selina menelan salivanya. Itu mustahil. Sangat mustahil Selina mengaku seperti itu dalam konferensi pers.

"Aku..."

"Berikan juga nomor ponselmu padaku! Aku harus memastikan kau datang besok, Selina!"

"Eh, nomor ponsel? Untuk apa? Kita bukan teman! Aku tidak mau memberikan nomor ponselku pada sembarang orang."

"Siapa juga yang mau jadi temanmu? Aku hanya harus memastikan kau datang besok, Selena!"

Dhexel terus memaksa sampai Selena pun terpaksa memberikan nomornya.

Dhexel mencoba melakukan missed call dan ponsel Selena pun berbunyi.

"Simpan nomorku! Besok jam tujuh pagi kau harus sudah tiba di perusahaan! Kau harus datang atau aku tidak akan sebaik ini lagi!" ancam Dhexel.

Namun Selina tidak sempat memikirkannya lagi hari itu karena ibunya memaksa pulang dari rumah sakit dan rawat jalan saja.

Selina pun terus mengurus ibunya sampai malam dan sebelum tidur, Selena baru memikirkan ancaman Dhexel.

Selina langsung mencari di mana kartu nama yang Dhexel berikan tadi namun sialnya kartu namanya menghilang.

"Eh, di mana aku menyimpannya tadi? Di kantong celana tidak ada, di tas tidak ada. Apa mungkin terjatuh? Hmm, tapi biarkan saja, aku juga tidak mungkin datang ke sana dan menunjukkan wajahku pada semua orang!" keluh Selena.

Cukup lama Selena membalik-balikkan posisi tidurnya sebelum akhirnya ia pun tertidur dan keesokan harinya, Selina pun langsung melarikan diri ke rumah Bora.

*

Beberapa wartawan mulai memasuki ruang rapat perusahaan Dhexel pagi itu karena Dhexel akan membuat klarifikasi tentang dirinya yang dijebak. Bukan konferensi pers besar, hanya beberapa rekan wartawan yang memang sudah berteman baik dengan perusahaan.

Beberapa wartawan itu juga yang selalu gencar meliput semua proyek perusahaan untuk mengangkat nama perusahaan dan Dhexel kembali memanggil mereka untuk membantu membersihkan namanya.

Dhexel pun sudah menyiapkan semuanya dan ia tinggal menunggu Selina datang ke sana.

"Apa Selina sudah datang, Marlo?"

"Belum, Bos! Tapi para wartawan sudah mulai berdatangan, Bos!"

"Mengapa dia belum juga datang! Sebentar, aku akan meneleponnya!"

Dhexel langsung menelepon Selina di nomor yang Selina berikan dan nomor itu tidak aktif.

"Sial, mengapa nomornya tidak aktif?"

Dhexel mencoba menelepon beberapa kali lagi namun ponsel Selina tidak pernah aktif.

"Sial, Marlo! Seharusnya aku sudah tahu bahwa wanita sialan itu akan menipuku lagi! Aku terlalu baik karena percaya padanya. Sial! Kau sudah mencatat alamat Selina dari daftar pasien kemarin kan?"

"Sudah, Bos!"

"Baguslah! Bawa beberapa orang ke rumah Selina dan bawa penipu itu ke hadapanku sekarang juga, Marlo!" geram Dhexel yang sudah tidak bisa menahan kemarahannya lagi.

Dengan cepat, Marlo pun membawa anak buah ke rumah Selina dan ia langsung disambut oleh Aula yang ternyata tidak tahu ke mana Selina pergi.

Marlo pun terus bertanya beberapa hal sebelum Marlo segera berpamitan dan kembali berputar-putar di sekeliling rumah Selina namun ia tetap tidak menemukan wanita itu.

Dhexel yang sudah membatalkan konferensi persnya pun marah luar biasa saat Marlo melapor padanya bahwa ia tidak menemukan Selina. Sungguh kebencian Dhexel pun makin menjadi-jadi untuk wanita itu.

"Penipu sialan! Sekalipun kisah hidupmu menyedihkan, tapi kau pantas mendapatkannya! Aku bersumpah tidak akan memaafkanmu, Selina!" geram Dhexel lagi dengan kesal.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status