Share

Menolong Ibunya

Jantung Selina masih berdebar tidak karuan melihat Dhexel di sana.

Selina pun menelan salivanya dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Dhexel.

"CEO itu di sana, Bora. Aku harus pergi!"

"CEO siapa? Apa maksudmu, Selina?"

"Yang tidur denganku."

Bora memiringkan wajahnya menatap Dhexel yang sedang memicingkan matanya menatap Selina dan Bora pun seketika juga membelalak.

"Tunggu dulu! Maksudmu CEO yang tidur denganmu itu adalah dia? Dhexel Harris Wijaya?"

"Apapun itu namanya tapi dia yang tidur denganku, Bora, dan aku harus pergi!"

"Tapi bagaimana dengan pekerjaannya, Selina?"

"Tolong bantu aku, Bora! Aku tidak tahu bagaimana dengan pekerjaannya, tapi yang jelas aku tidak boleh sampai tertangkap atau aku akan masuk penjara! Aku pergi dulu, Bora!"

Dengan cepat Selina pun pergi dari Bora dan Dhexel yang melihatnya pun menegang.

Tadinya Dhexel masih mengobrol dengan rekan bisnisnya sampai tatapannya bertemu dengan tatapan wanita penipu itu dan Dhexel pun langsung mengejarnya.

"Kau mau ke mana, Bos?" seru Marlo yang langsung menyusul Dhexel.

Dhexel tidak menjawabnya dan langsung melangkah cepat mendekati Bora.

"Pergi ke mana wanita barusan?" tanya Dhexel pada Bora.

Bora yang tegang pun hanya bisa menggeleng.

"Aku tidak tahu siapa maksudmu, Pak!"

"Jangan bohong! Wanita yang baru saja bicara denganmu di sini, ke mana dia?"

"Maaf, Pak, aku tidak tahu! Permisi!"

Bora juga segera melarikan diri dari Dhexel sampai Dhexel pun kesal sendiri.

"Sial!" geram Dhexel.

Namun Dhexel tidak bisa mengejar Selina lagi saat tiba-tiba rekan bisnisnya menghampirinya dan menyapanya lagi.

Dhexel pun berakhir dengan tidak bisa berkutik dan lagi-lagi ia kehilangan jejak Selina.

*

Selina menghembuskan napas leganya saat ia sudah pergi jauh dari hotel itu, apalagi saat Bora meneleponnya dan memberitahu kalau Dhexel sudah tidak mencarinya lagi.

"CEO-nya memang tidak mencari lagi, tapi bosku marah sekali, Selina, dia tidak mau memakaimu lagi."

"Ya ampun, aku mengacaukan pekerjaanku sendiri, Bora. Maafkan aku juga yang membuatmu tidak enak pada bosmu!"

"Tidak apa, Selina! Tapi kau ada di mana ini? Kita bertemu nanti malam ya!"

"Baiklah, Bora! Terima kasih banyak ya! Sekali lagi maafkan aku!"

Dan pekerjaan halal pertama Selina pun gagal.

Lagi-lagi Selina tidak punya pilihan selain kembali bekerja pada para rentenir yang memang kebetulan mencarinya.

Selina kembali menjadi penipu hari itu dan menipu pemilik toko di salah satu mall.

"Aku tidak berbohong, investasi ini sangat bagus, Pak! Sudah banyak klienku yang mendapatkan imbal hasil yang sangat banyak."

"Investasi ini juga aman, tidak seperti saham yang tingkat resikonya tinggi," kata Selina lagi.

Selina sudah memakai setelan formal hari itu dan memainkan peran sebagai seorang agen yang menawarkan investasi. Selina berbicara dengan begitu meyakinkan dan pemilik toko pun akhirnya tergoda untuk menginvestasikan uangnya.

"Kau bisa langsung transfer melalui link ini nanti, semua akan dipandu setelah dana kami terima, besok aku akan datang lagi, Pak! Sampai jumpa!"

Selina pun tertawa senang karena saat menjelaskan tentang investasi, ia mendadak merasa pintar.

Tanpa Selina ketahui, Aula, ibu Selina, dan Juna juga sedang ada di mall yang sama.

Setelah Juna pulang dari sekolah, Juna pun mengajak ibunya untuk melihat sebuah pameran edukasi di mall.

Aula sendiri sebenarnya sudah merasa tidak enak badan namun ia tidak mau mengecewakan Juna, apalagi pameran yang ingin dilihat oleh Juna adalah pameran edukasi.

Aula pun akhirnya menemani Juna ke mall namun rasa tidak enak di tubuhnya pun makin menjadi-jadi.

Juna terlihat antusias sendiri berkeliling pameran mencari buku-buku bagus sedangkan Aula mulai tertatih.

Di saat yang sama, Dhexel dan Marlo juga sedang berkeliling di mall yang sama.

Dhexel sendiri juga adalah pemilik mall besar itu dan Dhexel pun datang ke sana untuk melihat produk barunya dipasarkan secara langsung.

Namun saat Dhexel dan Marlo masih melangkah melewati tempat pameran, Dhexel dikejutkan dengan seorang wanita yang mendadak ambruk.

"Akhh!" pekik beberapa orang yang melihatnya.

"Ada apa dengan wanita itu, Marlo? Ayo kita ke sana!"

Dhexel nampak panik dan langsung melihat sendiri wanita yang sudah lemas itu.

"Permisi! Permisi! Kau tidak apa, Bu? Kau tidak apa?"

Wanita itu masih membuka matanya namun ia sangat lemas.

Juna sendiri awalnya masih mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari Aula yang menghilang saat tiba-tiba ia mendengar suara teriakan, dan Juna sendiri langsung berlari menghampiri kerumunan orang di sana.

"Ibu! Ibu!" panggil Juna yang langsung berjongkok di samping Aula.

"Dia ibumu? Apa dia sakit?" tanya Dhexel pada Juna.

Dhexel sendiri juga sudah berjongkok di samping Aula.

"Iya, dia Ibuku. Ibuku punya sakit jantung dan gagal ginjal, mungkin dia sesak napas! Ibu, mengapa kau tidak bilang kalau kau sedang tidak sehat? Aku harus menelepon Kakak."

"Teleponlah kakakmu tapi kita harus membawa ibumu ke rumah sakit segera!"

Juna yang panik pun segera menelepon Selina sedangkan Dhexel dibantu oleh Marlo pun membawa Aula ke mobil medis.

Di mall sana memang disediakan transportasi medis untuk pengunjung yang tiba-tiba kolaps. Untung saja ada rumah sakit besar di dekat mall itu dan mereka pun langsung melaju ke sana.

Juna ikut dengan mobil medis dan petugas medis sedangkan Dhexel naik mobilnya sendiri bersama Marlo ke rumah sakit.

"Pastikan dia mendapat perawatan yang terbaik, Marlo, aku tidak mau ini menjadi berita kalau sampai Ibu itu kenapa-kenapa di mall kita!"

"Baik, Bos!"

*

Selina memekik kaget saat Juna meneleponnya dan memberitahu tentang kondisi Aula.

"Apa? Bagaimana bisa? Mengapa kau harus mengajak Ibu ke mall, Juna? Kau bisa menelepon Kakak kan?"

"Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu, Kak. Maafkan aku! Lagipula Ibu terlihat sehat-sehat saja tadi!"

"Ibu itu memang suka menahan dirinya! Tapi baiklah, nanti saja bicaranya, Kakak akan segera ke rumah sakit!"

Selina pun segera menutup teleponnya dan mencegat taksi untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Aula dibawa.

Sepanjang jalan, jantung Selina tidak bisa berhenti berdebar kencang karena Ibu dan adiknya adalah segalanya baginya.

Hingga akhirnya Selina tiba di rumah sakit dan Selina pun langsung berlari ke UGD.

"Juna, bagaimana kondisinya?"

Selina masuk ke bilik tempat Aula terbaring di sana dan Selina langsung meneteskan air matanya melihat Aula yang sudah lemas.

"Ibu sesak napas dan sudah mendapat bantuan oksigen, Kak!"

Selina pun menatap ibunya dan melangkah mendekatinya.

"Ibu, kau baik-baik saja kan?"

Aula hanya mengangguk dan mencoba tersenyum lirih. Aula belum bisa banyak bicara karena masih terlalu lemas namun Aula langsung menggenggam tangan Selina.

"Untung saja orang di mall begitu cepat membantu Ibu dan kami diantar dengan mobil ambulans. Malahan biaya rumah sakitnya juga sudah dibayar oleh orang tadi, Kak!" seru Juna yang membuat fokus Selina pun kembali pada adiknya itu.

Selina mengusap air mata di pipinya dan mencoba tersenyum.

"Syukurlah masih ada orang baik, Juna! Tapi apa kau mengenalnya?"

"Tidak, Kak! Dia hanya tiba-tiba muncul dan menolong ibu!"

"Apa dia masih di sini? Kakak tidak suka berhutang, Juna! Kau tahu itu kan?"

"Aku tidak tahu dia ada di sini atau tidak, tapi kami tidak membawa banyak uang tadi, Kak. Maafkan aku."

"Tidak apa, Juna! Semoga saja orang baik itu masih ada di sini jadi Kakak bisa melunasi hutang kita!"

Juna mengangguk dan Selina pun membungkuk sambil kembali fokus pada ibunya.

Sampai tidak lama kemudian, Dhexel dan Marlo pun melangkah ke bilik Aula bersama dokter yang menangani Aula.

"Jadi aku mau perawatan yang terbaik, setidaknya sampai kondisinya stabil kali ini dan bisa pulang!"

"Kami mengerti, Pak Dhexel!"

Dhexel mengangguk dan mengikuti dokter yang membuka tirai bilik Aula.

Juna yang melihat Dhexel pun langsung sumringah.

"Ah, untung kau masih di sini, Pak! Kakakku sudah datang dan kakakku ingin berterima kasih padamu! Kak, ini orangnya yang menolong ibu tadi."

Selina yang mendengarnya pun segera menoleh sambil memasang senyuman terbaiknya pada orang baik itu.

Begitu juga dengan Dhexel yang sudah tersenyum untuk menyapa kakak dari Juna itu.

Namun saat tatapan mereka bertemu, senyuman keduanya pun langsung lenyap tak bersisa.

**

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Mommykai22
Halo, Kak. Salam kenal. Mohon maaf tahun lalu novelnya memang sempat dihold. Tapi mulai hari ini sudah direvisi dan akan dilanjutkan sampai tamat. Semoga berkenan membaca lagi. Makasih, Kak ...️...️
goodnovel comment avatar
Mommykai22
Halo, Kak. Salam kenal. Mohon maaf sebelumnya karena tahun lalu bulu ini sempat dihold. Tapi per hari ini sudah mulai direvisi dan diupdate lagi ya dan pasti akan dilanjutkan sampai tamat. Semoga berkenan membaca lagi. Makasih, Kak ...️...️
goodnovel comment avatar
Nunu Nanu
dikit amat thor...ada lanjutane ga ki...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status