Share

Bab 6

Author: Shirley
Melihat file rekaman lengkap di ponsel, aku langsung mengirimkannya ke Rocco dan kedua orang tuaku. Pada saat yang sama, aku mengirim salinannya ke penasihat keluarga dan semua kapten mafia.

Rekaman itu mencatat setiap kalimat Sofia dengan jelas.

"Dorongan dari platform tinggi, dan suplemen yang sudah kucampuri racun ... semuanya adalah karyaku. Setelah kamu mati, akulah satu-satunya wanita di sisi Rocco."

Lalu, aku mencabut kartu SIM dari ponsel dan memutus semua jalur komunikasi.

Dalam 20 jam terakhir hidupku, akhirnya aku melakukan satu hal yang benar-benar berarti. Sekarang ... aku hanya ingin menjalani sisa langkahku dengan tenang.

Langit sudah sepenuhnya gelap, lampu neon di luar motel berkedip dengan cahaya menyilaukan. Dengan tubuh lemah, aku berjalan keluar dari kamar dan menuju restoran milik Rosa. Itu satu-satunya tempat di dunia ini yang masih mau menerima kehadiranku.

Setelah berjalan sekitar belasan menit, aku akhirnya sampai di restoran kecil itu. Melalui jendela, kulihat Rosa sedang membersihkan meja. Gerakannya lembut dan penuh perhatian.

"Bibi Rosa." Aku mendorong pintu perlahan.

Dia menoleh dan melihatku, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. "Claire? Kenapa, Nak? Wajahmu pucat sekali."

"Aku ... boleh tinggal di sini sebentar?"

"Tentu saja boleh, duduklah dan istirahat." Rosa segera meletakkan kain lap di tangannya. "Kamu terlihat sangat lemah, biar aku buatkan sup hangat untukmu."

Rosa tidak banyak bertanya, hanya diam-diam menyiapkan makanan untukku. Kebaikan tulus seperti itu membuat mataku kembali berlinang air mata.

Rosa membawa semangkuk sup hangat, berisi sayur segar yang masih mengepulkan uap. "Minumlah, ini akan membuatmu merasa sedikit lebih baik."

Aku meneguknya perlahan. Cairan hangat itu setidaknya membuat tubuhku yang dingin sedikit menghangat.

"Nak ... kenapa kamu nggak pulang?" tanya Rosa lembut.

"Aku nggak punya rumah lagi," jawabku dengan tenang. "Mereka sudah nggak menginginkanku."

Rosa menatapku dengan rasa iba. "Aku belum pernah kasih tahu kamu. Dulu aku juga punya seorang putri, usianya kira-kira sebaya denganmu. Dia tewas tertembak peluru nyasar saat terjadi baku tembak di jalanan."

"Kalau dia masih hidup ... dia pasti akan secantik dirimu."

Rosa mengulurkan tangan, membelai rambutku dengan lembut, seperti seorang ibu yang menenangkan anaknya.

"Claire, kamu bersedia membiarkan aku merawatmu? Anggap saja ... anggap saja ini caraku untuk tetap melakukan sesuatu demi putriku."

Aku tidak bisa menahan diri lagi, air mataku mengalir deras tanpa henti.

Selama bertahun-tahun, inilah pertama kalinya aku merasakan kasih sayang seorang ibu yang sesungguhnya. Bukan karena aku kuat. Bukan karena aku berguna bagi keluarga. Namun murni, tanpa syarat, hanya karena aku adalah seorang manusia yang layak dicintai.

"Ayo, kita ke kamar belakang untuk beristirahat." Rosa membantuku berdiri.

Rumah kecilnya sederhana, tetapi hangat. Di dinding tergantung foto putrinya, seorang gadis dengan senyum cerah.

Rosa membantuku mengganti pakaian dengan gaun bersih, lalu perlahan menyisir rambutku. "Rambutmu indah sekali ... seperti cahaya bulan malam ini," katanya lembut.

Aku bersandar pada pundaknya, merasakan rasa aman yang tidak pernah kumiliki sebelumnya. Rasa sakit di tubuhku bahkan terasa sedikit berkurang.

"Terima kasih, Bi Rosa."

"Jangan bilang begitu, Nak." Suaranya bergetar pelan. "Kamulah yang membuatku merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi seorang ibu."

Aku menutup mata, kesadaranku mulai kabur. Api hidup di dalam tubuhku perlahan meredup, tetapi hatiku justru merasakan kedamaian yang tidak pernah ada sebelumnya.

Setidaknya, di detik-detik terakhir hidupku ... ada seseorang yang benar-benar mencintaiku.

Aku mendengar suara Rosa berkata dengan lirih, "Nak ... terima kasih, kamu mengingatkanku pada putriku."

Aku ingin menjawabnya, tapi sudah tidak ada tenaga tersisa. Seluruh tubuhku semakin ringan. Kehidupan sedang perlahan meninggalkan tubuhku yang rapuh ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 12

    Tiga hari pun berlalu.Sofia meringkuk di sudut ruang bawah tanah, tubuhnya penuh noda lembap dan kotoran. Dia menggigil di sudut itu dan akhirnya teringat sebuah jurus terakhir yang masih bisa dia gunakan.Keluarga Fauzian kini kehilangan istri sang pemimpin. Dalam dunia mafia, itu adalah pertanda buruk dan merupakan sebuah kemalangan yang dapat mengguncang stabilitas keluarga. Moral para anggota sedang berada pada titik terendah.Sofia berpikir bahwa dialah satu-satunya wanita yang cukup kuat, cukup berpengaruh, dan cukup mampu untuk mendampingi Rocco serta membangkitkan kembali Keluarga Fauzian.Dengan pemikiran itu, Sofia berpura-pura menunjukkan kelemahan di depan penjaga. "Aku tahu Rocco pasti membenciku, tapi tolong beri tahu dia satu hal.""Keluarga Fauzian membutuhkan seorang nyonya keluarga yang kuat untuk menstabilkan keadaan dan memulihkan semangat para anggota. Aku adalah satu-satunya orang yang punya kemampuan untuk membantu Rocco.""Aku bersedia menebus seluruh hidupku u

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 11

    Saat Rocco sedang memeluk tubuh Claire sambil menangis dengan pilu, pintu vila tiba-tiba terbuka. Sofia masuk sambil melangkah ringan, wajahnya penuh dengan senyum sombong seperti biasanya. Dia sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi."Rocco, aku pulang!" serunya manja, siap berlari ke pelukan Rocco."Hari ini rapat dengan penasihat keluarga berjalan sangat lancar, aku sudah berhasil meyakinkan dia untuk mendukungku ....""Oh ya, dua hari lalu aku melihat Claire. Dia lagi sama gelandangan di perbatasan wilayah. Sudah berhari-hari nggak menjalankan tugas keluarga. Rocco, jangan terlalu marah sama Kak Claire, ya? Mungkin dia sedang nggak berpikir jernih. Kamu kasih dia sedikit pelajaran saja sudah cukup ...."Sebelum dia selesai bicara, Rocco tiba-tiba bangkit dan memberinya sebuah tamparan keras. Sofia sama sekali tidak bersiap. Tubuhnya terlempar oleh kekuatan pukulan itu dan menghantam dinding dengan keras. Dia menahan bahunya yang sakit, mata terbelalak penuh keterkejutan."Roc

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 10

    Suasana yang tadinya dipenuhi kesedihan mendadak terhenti ketika ponsel Claire tiba-tiba berdering. Awalnya, Antoni mengira itu hanya panggilan promosi. Namun setelah mendengar beberapa detik, dia gemetar sambil menekan tombol pengeras suara."Selamat siang, Bu Claire. Apakah makam yang Anda pesan sebelumnya masih Anda perlukan? Saat ini hanya perlu membayar uang muka 5 persen, kami bisa terus menyimpankannya untuk Anda. Bu Claire? Bu Claire?"Begitu kata "makam" terdengar, napas Rocco seolah langsung berhenti."Jadi hari itu aku memang nggak salah dengar. Waktu Claire mengajukan cerai, dia sudah menyiapkan pemakaman untuk dirinya sendiri." Suara Rocco bergetar hebat."Dia pernah bilang tentang membeli makam di depanku ... dan aku ... aku malah menuduh dia mengutuk dirinya sendiri."Antoni dan Lily saling berpegangan agar tidak jatuh.Mereka akhirnya sadar bahwa Claire tidak pernah berbohong. Dia benar-benar sedang berada di ambang kematiannya. Dan mereka berulang kali menolak pertolon

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 9

    Rosa tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung membawa mereka melewati restoran, lalu mendorong pintu sebuah ruangan kecil di bagian belakang.Ketika yang akhirnya muncul di depan mata mereka adalah sebuah tubuh yang ditutupi kain putih, Rocco dan kedua orang tua Claire tertegun.Udara seakan membeku seketika."Apa maksudnya? Kenapa kamu membawa kami ke sini? Kamu sedang bercanda?!" Suara Rocco bergetar. Itu adalah getaran dari firasat buruk yang sangat kuat. Dia berjalan maju dengan marah dan membuka kain putih itu dengan kasar.Ketika melihat wajah yang sangat dikenalnya, seluruh dunia Rocco runtuh.Itu Claire. Istrinya.Claire terbaring di sana dengan tenang seperti sedang tertidur. Di sudut bibirnya bahkan ada senyum tipis yang hampir tidak terlihat. Seolah-olah, dia akhirnya terbebas dari semua rasa sakit.Namun, dia tidak akan pernah bangun lagi.Hubungan mereka telah putus sepenuhnya. Rasa sakitnya menghantam jiwa Rocco seperti sambaran petir. Rasa sakit itu jauh lebih parah daripa

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 8

    Sofia mencari-cari sesuatu di dalam kamar dengan panik. Dari dalam terdengar suara botol dan wadah-wadah jatuh berantakan. Dia membuka setiap laci dengan tergesa-gesa dan membongkar setiap kotak. Di bawah meja rias, bawah tempat tidur, sudut lemari ....Gerakannya kacau dan keringat dingin menetes dari dahinya. Sudah mencari selama itu, tetap tidak menemukan benda yang dia butuhkan."Sofia, kamu lagi cari apa?" tanya Rocco dengan dingin.Sofia tersentak dan berbalik. Melihat Rocco berdiri di depan pintu, seluruh tubuhnya langsung bergidik."Aku ...." Suaranya bergetar, "Aku merasa nggak nyaman dan sedang mencari obat alergi.""Ini yang kamu cari?"Rocco mengangkat sebuah botol kecil berwarna putih dengan perlahan. Itu adalah botol yang ditemukan sebelum Sofia pulang. Wajah Sofia langsung pucat pasi.Tidak ada yang lebih jelas daripada dia sendiri bahwa benda itu bukan obat alergi. Itu adalah cairan khusus untuk memalsukan gejala alerginya. Jika dokter keluarga menganalisis komposisinya

  • Penolakan Ke-99 Kali yang Membekas   Bab 7

    Sudut pandang Rocco:Di ruang rapat Keluarga Fauzian, Rocco sedang berdiskusi dengan para kapten mafia mengenai konflik wilayah dengan keluarga musuh. Tiba-tiba, ponsel terenkripsinya berbunyi.Itu adalah email terenkripsi dari Claire."Lagi-lagi trik apa ini," gumamnya dengan tidak sabar sambil membuka pesan itu. Namun di dalam hatinya, dia sedikit lega bahwa setidaknya akhirnya ada kabar dari Claire.'Akhirnya dia nggak tahan lagi dan siap kembali memohon maaf,' pikirnya. Namun begitu rekaman mulai diputar, wajahnya seketika memucat.Suara Sofia terdengar begitu jelas."Sejak kamu berusia 12 tahun, aku sudah menambahkan racun kronis ke dalam suplemen nutrisimu ....""Dorongan dari platform tinggi itu juga hasil karyaku ....""Melihatmu semakin hari semakin lemah, aku senang sekali ...."Rekaman terhenti. Seluruh ruang rapat tenggelam dalam keheningan yang mencekam. Para kapten mafia saling memandang dan terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.Rocco merasa dadanya tiba-tiba menjadi h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status