Melihat darah yang merembes di sudut bibirku, dalam mata Lily tebersit sorot tidak tega. Pada detik itu, aku melihat sekilas bayangan ibu yang dulu pernah menyayangiku.Namun sedetik kemudian, hanya karena tangisan Sofia menjadi sedikit lebih keras, dia buru-buru menarik kembali pandangannya dan berbalik untuk menenangkan anak yang katanya "benar-benar butuh perhatian"."Sayang, gimana perasaanmu? Perlu panggil dokter?"Aku mengusap darah dengan punggung tangan, lalu perlahan bangkit dari lantai.Di sudut tembok ada sebuah koper tua, berisi beberapa potong pakaian milikku. Aku sudah lama menyiapkannya.Dua hari ini, aku memang bersiap untuk pergi.Mereka menatap tindakanku dengan terkejut, lalu segera berubah mengejek, "Kenapa? Kamu sudah hebat sekarang? Mau belajar kabur dari rumah? Keluarga mendidikmu itu demi kebaikanmu, Claire. Kenapa kamu nggak mengerti niat baik kami?" Ayah menatapku tanpa ekspresi."Kamu pikir lari bisa menyelesaikan masalah?" Ibu menuduhku, "Claire, dari kecil
Baca selengkapnya