Malam sebelum pernikahan yang ke-17, suamiku, yang seorang mafia, berjanji kali ini pernikahan kami akan tenang tanpa gangguan. "Merry, kali ini aku janji," katanya dengan sungguh-sungguh. "Aku sudah bilang pada Agnes, besok, sekali pun langit runtuh, dia harus menanggungnya sendiri." Kandunganku sudah memasuki bulan kelima. Aku dan Lewis sudah bersama selama tiga tahun. Kini, aku hamil lima bulan, tetapi belum pernah sekali pun kami berhasil menggelar pernikahan. Sebab sebelumnya, dia sudah membatalkan pernikahan kami sebanyak enam belas kali. Setiap kali itu terjadi, alasannya selalu sama, yaitu karena adik angkatnya, Agnes. Pertama, katanya demam. Aku menemaninya semalaman di rumah sakit tanpa sempat ganti gaun pengantin, yang ternyata Agnes hanya flu ringan. Kedua, katanya sakit jantung. Lewis langsung pergi meninggalkanku, padahal sebenarnya dia sedang asyik mengobrol bersama teman-temannya sambil minum teh. Ketiga, katanya takut petir. Lewis meninggalkanku di tengah sumpah pernikahan, membiarkanku berdiri sendirian di depan para tamu. Namun, kali ini berbeda. Tiga hari lalu, aku menerima sepucuk surat dari Vireka Utara. Ayahku, kepala Keluarga Damian, secara pribadi mengirim undangan agar aku pulang. Jika kali ini Lewis masih memilih pergi demi Agnes, maka aku akan menghilang untuk selamanya.
View MoreBeberapa tahun kemudian, di acara penghargaan Kompetisi Inovasi Sains dan Teknologi Remaja Internasional.Amon berdiri di podium dengan setelan jasnya, menerima piala emas sambil disambut tepuk tangan gemuruh dari seluruh penonton."Amon." Sang pembawa acara tersenyum sambil menyerahkan mikrofon padanya. "Silakan sampaikan pidato kemenangan Anda."Dengan suara yang jelas dan mantap, Amon berkata, "Aku berterima kasih pada ibuku. Dia adalah panutanku."Aku tersenyum sambil bertepuk tangan, pandanganku menyapu layar ponsel.Muncul sebuah notifikasi berita.[Keluarga Ricardo dari Vireka Selatan terlilit utang. Sektor bisnis utama mereka terpaksa dijual. Hubungan Bos Lewis Ricardo dengan istrinya dikabarkan memburuk. Pertengkaran terus terjadi.]Foto yang disertakan adalah hasil jepretan diam-diam. Lewis dengan jenggot yang tidak terurus, sorot matanya tampak kosong dan lelah. Sementara Agnes, mengenakan gaun panjang kotor, berteriak histeris padanya.Aku menghapus berita itu dengan tenang
Keributan itu sudah menarik perhatian seluruh tamu.Wajah Lewis pucat pasi, bibirnya bergetar, seolah masih ingin membela diri. Namun, tepat pada saat itu..."Kak Lewis!"Agnes tiba-tiba bergegas menghampiri. Satu tangan memeluk perutnya yang sedang hamil, tangan lainnya menggenggam erat lengan Lewis."Lewis, barusan kamu bilang mau kembali padanya?" Suaranya terdengar terluka. "Kamu mau mengakui anaknya? Terus, bagaimana dengan anak kita?"Ruangan langsung riuh. Aku hanya tersenyum sinis melihat adegan konyol itu.Wajah Lewis pucat pasi. Dia mencoba melepaskan diri. "Agnes! Lepaskan! Aku cuma...""Cuma apa?" Agnes menangis sampai riasannya luntur. Raut wajahnya tampak lelah. "Yang ada di perutku ini adalah anakmu! Anak Keluarga Ricardo!"Dia meraih tangan Lewis dan menekankannya ke perutnya.Agnes mendongak dengan wajah lusuh, menatap Lewis. "Kamu sudah janji pada ayahku akan menjagaku seumur hidup! Kamu bilang akan memberi kami, aku dan anak kita sebuah rumah! Di hadapanku, bagaimana
Tujuh tahun kemudian, Pusat Keuangan Internasional Milaya.Aku berjalan memasuki aula pertemuan dengan menggandeng lengan ayahku. Kini, aku sudah jadi pemimpin tak terbantahkan di Vireka Utara."Pemimpin Damian." Begitulah orang-orang menyapaku sekarang.Amon yang kutuntun dengan tangan kananku tiba-tiba menggaruk perlahan telapak tanganku dengan tangannya yang mungil. Aku tersenyum dan membelai kepalanya dengan lembut. "Ada apa, malaikat kecilku?""Ibu, pria itu terus menatap Ibu." Amon yang pengamatannya cukup tajam, berbisik memperingatkanku sambil menoleh ke sudut aula yang gelap.Lewis Ricardo.Dia terlihat lebih lesu, semangat dan kepercayaan diri yang dulu dimilikinya telah lenyap. Agnes menempel erat padanya, matanya menatapku dengan waspada.Aku memalingkan muka tak peduli. "Abaikan saja."Namun, Lewis tetap mendekat. Dia mendorong Agnes yang mencoba menahannya, langkahnya goyah, bau alkohol yang kuat menyengat hidung."Merry." Suaranya bergetar menahan emosi. "Sudah tujuh tah
Di Milaya, aula pesta Keluarga Damian dipenuhi cahaya gemerlap.Para tetua Vireka Utara berkumpul untuk menyambut kepulanganku."Merry," panggil ayahku dengan penuh kewibawaan sambil mengangkat gelasnya lebih dulu. "Selamat datang di rumah."Aku ikut mengangkat gelas kristalku. Pandanganku menyapu semua orang yang hadir. Di antara mereka ada anak buah lama ayahku, ada pula kekuatan muda yang baru bangkit, serta mereka yang dulu pernah mencemoohku sebagai pengkhianat yang kabur ke Vireka Selatan."Terima kasih semuanya." Sambil tersenyum, aku berbicara dengan tenang, "Selama bertahun-tahun, aku sudah banyak belajar di Vireka Selatan.""Contohnya?" Seseorang bertanya dengan penuh minat."Contohnya..." Aku meletakkan gelasku perlahan. "Bisnis dermaga mereka bertumpu pada suap ke pejabat bea cukai. Daftarnya ada di tanganku.""Jalur senjata mereka bergantung pada tiga orang perantara penting. Salah satunya sudah kurekrut.""Arus kas kasino mereka, dua pertiga nggak tercatat pajak. Besok, s
"Kamu bilang apa barusan? Buat apa dia ke sana?"Perasaan cemas yang kuat membuncah di dada Lewis, membuatnya sesak napas.Detik berikutnya, ponselnya bergetar tak henti-henti.Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku, berharap ada secercah harapan.Mungkinkah itu Merry?Ternyata itu Agnes.Dulu, setiap melihat panggilannya, dia hanya merasa tak berdaya sekaligus iba. Kini, yang muncul hanya jengkel dan kecewa."Kak Lewis," ucap Agnes yang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. "Aku dengar ada masalah di pernikahanmu."Pelipis Lewis berdenyut. Dia menoleh ke sekeliling dan melihat wajah para tamu yang tampak penasaran seperti menonton drama."Agnes, aku sedang sibuk sekarang...""Aku bisa bantu!" Agnes buru-buru menyelanya, "Aku sudah di depan gereja. Keluarga Ricardo nggak boleh jadi bahan tertawaan. Aku bisa..."Klik!Lewis langsung menutup teleponnya.Saat itu juga, dia mendadak mengerti bagaimana rasanya Merry berdiri sendirian di altar.Ternyata begini rasanya ditinggalkan.
Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dapur. Aku menyenandungkan lagu Vireka Utara sambil perlahan menggoreng daging sapi dan telur setengah matang.Ini adalah pesta perpisahan yang kusiapkan untuk diriku sendiri.Aku menarik kursi dan duduk. Saat garpuku nyaris menyentuh telur.Klek.Pintu terbuka.Lewis masuk, membawa harum parfum Agnes yang masih melekat pada tubuhnya. Di tangannya, dia membawa sebuket bunga.Sebuket besar bunga cendrawasih yang terlalu mencolok. Warna kuning keemasan berpadu dengan merah-oranye, tangkainya yang keras menjulang.Aku benci bunga itu. Bagiku, mereka tampak seperti sekumpulan kalkun malang yang dipaksa berdandan untuk dipajang di meja makan, canggung dan norak.Namun, Agnes menyukainya. Katanya bunga itu kuat, seperti dirinya yang selalu berharap bisa begitu."Pagi, Merry." Suaranya serak karena begadang, tetapi suasana hatinya sedang bagus. Dia meletakkan bunga yang mengganggu pandangan itu di meja, lalu duduk di hadapanku."Agnes rewel lagi semalam,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments