Azura tercengang menatap serangkaian tumbuhan yang menjulang tinggi."Bagaimana, apakah kau ketakutan?" Cibir La Gramarye sambil menghisap lintingan tembakau yang ia pegang.Azura pun bertolak pinggang dan tersenyum tipis. "Tidak Guru, aku tidak mungkin takut."'Labirin seperti ini mah seperti wahana di tempat wisata,' decak Azura di dalam hati."Hoo saya apresiasi keberanianmu, Nona. Tapi, jangan panggil saya Guru, karena Anda belum resmi menjadi murid saya," sahut La Gramarye."Hm, baiklah. Yosh, jadi kapan aku mulai?" Tanya Azura sambil meregangkan kedua tangannya."Jangan terburu-buru, Nona Muda," ujar La Gramarye.Azura hanya terdiam menatap pria baya berkumis putih.'Lama banget sih,' umpat Azura di dalam hati. La Gramarye menoleh Elizabeth sambil memainkan alisnya sebagai isyarat. Elizabeth pun hanya menganggukkan kepalanya."Izinkan saya menjelaskan mekanismenya, Nona Azura," ucap Elizabeth."Ya.""Jadi, tujuan Anda melewati labirin sihir hanya satu Nona," tutur Elizabeth."S
“Sebenarnya kita mau kemana?” Tanya Azura sambil berjalan beriringan bersama Elizabeth.“Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda, Nona Azura,” jawab Elizabeth dengan kaku.“Iya aku tahu, tetapi siapa? Apakah Guru La Gramarye?” Azura mendesak jawaban yang gamblang dari Elizabeth.“Nanti juga Anda tahu,” sahut Elizabeth.‘Hm, ada apa sih? Memang serahasia itu?’ Tanya Azura di dalam hati sambil menoleh menatap halaman menara sihir.“Kita telah sampai. Silahkan masuk, Nona!” Seru Elizabeth sambil membukakan pintu suatu ruangan.‘Oh, ini bukan ruangan Guru La Gramarye,’ kata Azura di dalam hati.Azura menganggukkan kepalanya sambil memasuki ruangan.“Hai!” sebuah sapaan menyambut Azura dengan ceria.Azura hanya terpaku menatap kedua pria yang terduduk di sofa cokelat di sudut ruangan. Kedua pria itu terlihat mirip, tetapi memiliki sifat yang berbanding terbalik.“Hei Azura! Apakah kau mendengarku?” Teriak Elzenath sambil melambaikan tangan.Azura pun menggelengkan kepalanya dengan cep
“Ternyata kau memang sungguh hebat, Nona.” Puji Guru La Gramarye sambil memperhatikan air danau yang tenang. “Terima kasih, Guru,” sahut Azura. “Sebagai manusia yang bertanggung jawab, maka sesuai perkataan, saya akan menjadi guru kau, Nona.” “Sekali lagi terima kasih.” Kata Azura sambil menganggukkan kepalanya perlahan. Suasana pun terasa sunyi. Di sekeliling hanya terlihat danau yang berwarna kehijauan dan banyak pohon pinus di sisinya. “Guru, sebenarnya apa yang akan kita lakukan di sini?” tanya Azura sebagai pembuka pembicaraan. La Gramarye mengangkat kumis putihnya. “Ini adalah pelajaran pertama untukmu.” Azura terdiam sambil memperhatikan La Gramarye. “Aku menamakan latihan pertama ini sebagai sihir penguat stamina,” jelas La Gramarye. “Sihir penguat stamina…,” lirih Azura. La Gramarye berjalan mendekati danau, lalu ia menyentuh air danau. Ting! Gema sentuhan tangan dari pria paruh baya itu mengalir ke seluruh kawasan air danau. ‘Wah, hebat,’ puji Azura di dalam hati
"Sedang apa kau?!" Suara parau nan menyeramkan berhasil membuat Azura tertegun.Glek!"A-.""Kita sudahi saja latihan hari ini. Saya ada acara lain sebentar lagi." Kata La Gramarye sambil pergi meninggalkan Azura."Ta-tapi guru?!" Azura berusaha mencegah langkah La Gramarye."Saya ada acara lain. Kau latihan saja sendiri!" Sahut La Gramarye sambil terus berjalan sampai menghilang dari pandangan Azura."Apa yang salah dariku?" Gumam Azura mematung."Azuraaaa!" Panggilan ceria berhasil membuyarkan lamunannya. Dia pun mengadahkan kepala, dan terlihat dua pasang sayap putih yang terbang menghampirinya."Camari dan burung gendut!" Sapa Azura sambil tersenyum lebar."Oi, mengapa aku malah dipanggil burung gendut!" Camaro bergerutu sambil berloncat-loncat penuh emosi."Hi hi hi." Camari hanya tertawa kecil sambil menutupi paruh dengan sayap putihnya."Kalian apa kabar?" tanya Azura dengan penuh antusias."Kami baik, iya kan Camaro?" sahut Camari."Ya ya, tentu saja," ucap Camaro."Ah syukurla
"Aku senang dengan perkembanganmu, tetapi jangan merasa puas dulu," ucap Camaro."Ya ya, aku tahu," sahut Azura."Yeay! Gimana kalau sekarang kita makan-makan saja?" ajak Camari."Tidak!" tolak Camaro dengan sangat tegas.Azura dan Camari lantas menekuk wajah."Ada hal lain yang perlu kau tahu dari sihir penguat stamina, Azura," ujar Camaro."Hah, apa itu? Apa tidak bisa nanti saja?" tanya Azura.Camaro menggelengkan kepalanya dengan cepat."Sihir penguat stamina, memiliki konsep memperkuat salah satu organ, bukan?" tanya balik Camaro dengan wajah yang serius."Ya.""Kau bisa mengembangkan sihir itu menjadi sihir pemindah organ," ucap Camaro."Sihir pemindah organ?!"Camaro menganggukkan kepalanya dengan seksama."Bagaimana ceritanya? Apakah kaki dan tanganku bisa berpindah?" Tanya Azura sambil membulatkan matanya dengan sempurna.Plak!Sekian kalinya Camaro tanpa ragu menendang kepala Azura."Bukan itu maksudku!" Teriak Camaro sambil berloncat-loncat penuh emosi."Aduh, lalu apa?" Azu
Hari ini cahaya berkilau memantulkan gambar langit di permukaan danau. Azura menghalangi pandangan dengan lengannya ketika melihat langit."Kalau dunia ini berisi sihir apa matahari itu juga sihir?" ujarnya terduduk di atas rumput menghadap danau.Wush!Angin berhembus menerpa wajah Azura, sebisa mungkin ia berusaha memegang rambutnya agar tidak acak-acakan.Azura memicingkan mata ketika serasa pandangannya menggelap. "Apa yang kau lakukan di sini?"Sebuah suara memaksanya membuka mata, sejenak ia terkejut dan merasa familiar dengan nada orang itu."Seharusnya aku yang bertanya apa yang kau lakukan?" Azura bisa melihat wajah Elenio sangat dekat di depannya. Namun, ia tidak bereaksi sama sekali."He he he, bukankah belajar sihir menyenangkan? Hei cepat buat penghalang!" Elenio mundur satu langkah sambil berseru kepada orang yang berpakaian penyihir di belakangnya. "Baik, Pengeran." Penyihir itu merapalkan mantra dan dengan cepat lapisan penghalang menyebar dari mereka sebagai pusatnya
"Apa?!" Mata Azura membulat sempurna."Ini adalah misi pertama yang dipercayakan kerajaan untukmu." Kata La Gramarye sambil menghisap lintingan tembakau."Ta-ta-tapi, Gu-.""Apakah kau ragu dan ingin menolak misi ini?" tanya La Gramarye."Bukan maksudku untuk menolak, tetapi mengapa harus aku? Aku hanya penyihir pemula dan bahkan baru satu sihir yang dapat aku pelajari darimu, Guru."La Gramarye terus menghidap lintingan tembakau yang ia pegang.'Ah, aku tahu. Tugasku ke dunia ini untuk menyerang para iblis. Akan tetapi, bukan sekarang juga,' keluh Azura di dalam hati."Desa Liziebeth adalah sebuah tempat yang dihuni manusia dan peri. Desa itu berada di sisi barat daya Tirakia. Penduduk di desa itu ramah dan sangat toleransi. Saya yakin, kau akan menikmati misi ini," jelas La Gramarye."Tapi bukan itu yang aku permasalahkan, Guru. Aku hanya penyihir pemula, lalu Pangeran Elzier memintaku untuk ikut menemaninya dalam misi ini. Apakah itu tidak terlalu bahaya? Aku khawatir, aku tidak bi
'Aku ke sini lagi,' kata Azura di dalam hati.Tiba-tiba kereta kuda yang ditumpangi Azura dan Elenio berhenti."Loh ada apa?" tanya Elenio."Kita telah sampai Pangeran." Jawab seorang pengawal kerajaan sambil mempersilahkan Elenio dan Azura untuk turun.Elenio menganggukkan kepalanya, lalu menuruni kereta kuda yang diikuti oleh Azura.Sejenak Azura memperhatikan sekelilingnya.'Istana ini sepi ya,' kata Azura di dalam hati."Maaf, Nona…." Ucap seorang pengawal kerajaan sambil membawa koper Azura."Oh iya, maaf. Biarkan aku sa-.""Tidak perlu!" seru Elenio.Azura menoleh dan menatap Elenio."Mengapa?" tanya Azura dengan polos."Kau, tolong bawakan koper itu saja! Azura itu tamu!" seru Elenio."Heh? Tidak, tidak. Biarkan aku yang ba-.""Azura, kau tenang saja," ucap Elenio."Tapi Elen…," lirih Azura."Ini perintah!" seru Elenio dengan tegas.Azura lantas terdiam, lalu menganggukkan kepalanya."Loh, kalian sudah sampai?" Tanya Pangeran Elzier yang tiba-tiba muncul dari balik pintu di sis