Setelah pindah ke New York untuk beberapa minggu ke depan Aidan akan sibuk mempersiapkan pembukaan hotel berbintang miliknya─Estrella. Ulasan awal tentang hotel itu sangat diperlukannya agar ia bisa memperluas jaringan ke seluruh Amerika.
Aidan memulai semuanya dari New York sehingga menjadi awal dari perjalanan hidupnya yang baru. Beberapa pembangunan hotel di bawah Orcanza Enterprise di Eropa seperti Jerman dan Italia juga mulai mendekati tahap akhir. Jika berhasil, Aidan akan jadi salah satu pengusaha perhotelan paling kaya di dunia.
Aidan juga tengah melirik bisnis olahraga, mungkin dengan membangun stadion atau menjadi pemilik salah satu klub football bisa menjadi pilihan. Ia kini jadi makin tinggi melewati awan dengan kekayaan yang begitu besar yang ia miliki saat ini.
Wajah Aidan juga sering muncul di majalah terkenal dan disebut-sebut menjadi salah satu pengusaha paling sukses abad ini. Namun sudut hatinya sesungguhnya ia tak tenang. Aidan masih sangat ingin bisa menemukan Malikha dan membalaskan semuanya.
“Aku akan tenang, jika sudah membalasnya,” ujar hati Aidan berkali-kali. Ia tak pernah mundur sama sekali. Ke mana pun Malikha berlari, Aidan akan mengejar untuk menghancurkan gadis itu.
Sementara itu, Malikha yang semakin terjepit untuk memperoleh pekerjaan untuk membiayai pengobatan Ibunya, harus kembali dipecat dari pekerjaannya sebagai pelayan. Untungnya, perlindungan Tuhan datang untuknya.
"Aku tidak bisa membantu banyak, tapi mungkin ini bisa," ujar salah satu pelayan teman Malikha sambil tersenyum tipis.
"Apa ini?" tanya Malikha dengan suaranya yang kecil dan lirih.
"Aku mendapatkan tawaran untuk menjadi pelayan sementara di pesta pembukaan sebuah hotel berbintang di Manhattan. Tapi sepertinya kamu akan lebih membutuhkan pekerjaan itu. Jadi ... kurasa pekerjaan itu untukmu saja," ujar pelayan itu masih sambil tersenyum. Wajah Malikha langsung berbinar bahagia.
"Benarkah kamu mau memberikan pekerjaan itu padaku?" tanya Malikha lagi.
"Terima kasih, Susan. Aku tidak akan melupakan jasamu," balas Malikha lalu memeluk teman barunya itu.
"Sudah, tak apa. Hubungi orang yang ada di dalam kartu nama ini, dia adalah kepala pelayan di hotel itu. Mereka sedang membutuhkan banyak orang karena kabarnya pesta akan diselenggarakan sampai dua hari. Ada pesta pribadi juga, hanya aku tidak tau apa mereka akan masih memakai jasamu atau tidak," ujar Susan memberikan penjelasan. Malikha mengangguk mengerti.
"Terima kasih." Malikha pergi setelah mengucapkan pamit dan melambaikan tangannya membawa sebuah kartu nama tempat ia menggantungkan harapan agar bisa mendapatkan uang esok hari.
Sebelum tiba di apartemennya, Malikha mampir ke booth telepon umum dan mencoba menghubungi nomor yang tertera di kartu itu. Malikha tak lagi memiliki ponsel karena ia sudah menjualnya agar bisa membeli makanan.
"Halo," ujar suara di ujung sana.
"Selamat sore, Tuan. Namaku Malikha Swan. Aku ingin melamar menjadi pelayanmu untuk pesta pembukaan hotel," jawab Malikha memperkenalkan dirinya.
"Oh, apa kamu mendapatkan kartu namaku?"
"Benar, Tuan Anderson," jawab Malikha lagi. Ia benar-benar berharap akan diterima bekerja menjadi pelayan sementara.
"Kalau begitu aku harus mewawancaraimu sekarang. Kami kekurangan orang dan pestanya akan dimulai pukul 7 malam, Nona Swan," ujar Lynn Anderson, kepala pelayan hotel tersebut.
"Aku bersedia. Kemana aku harus pergi?"
"Estrella hotel, Manhattan." Malikha mengangguk.
"Aku akan ke sana."
"Cepatlah, Nona Swan, aku menunggumu!"
"Baik, Tuan Anderson," jawab Malikha lalu menutup teleponnya. Ia tersenyum dan dengan antuasias mengambil tasnya lalu berjalan setengah berlari ke hotel tersebut. Malikha menumpang sebuah bus agar tiba lebih cepat. Ia menggunakan sisa uang terakhirnya agar bisa tiba di sana. Malikha bahkan belum sempat makan siang sama sekali, tapi pekerjaan itu lebih penting daripada makanan saat ini.
Setelah turun dari bus, ia berlari sekuatnya ke hotel berbintang bernama Estrella. Banyak orang mulai berkumpul di depannya. Malikha yang tertegun melihat megahnya hotel berbintang tujuh itu. Ia kemudian mencari jalan masuk untuk bisa bertemu dengan Lynn Anderson, kepala pelayan di Estrella.
"Maaf, Tuan Anderson, namaku adalah Malikha Swan. Aku yang tadi menghubungimu!" ujar Malikha memperkenalkan dirinya dengan cepat
"Oh, akhirnya kamu datang!" Malikha mengangguk masih sedikit terengah karena berlari.
"Ikut aku!" ujar Lynn lagi memberi kode dengan jarinya dan berjalan melewati beberapa orang membawa Malikha yang mengikutinya ke dapur. Ia belum memberikan Malikha waktu untuk beristirahat mengambil napasnya.
Malikha mengikuti Lynn masuk ke dalam area dapur dari hotel mewah tersebut. Dapur hotel itu begitu luas dan besar. Malikha tak berhenti membuka mulutnya karena tercengang dengan banyaknya koki yang memasak. Semua sibuk dengan tugasnya masing-masing untuk mempersiapkan pesta yang akan berlangsung dua jam lagi.
Sementara masih berjalan, Lynn tiba-tiba berhenti dan berbalik. Akibatnya, Malikha hampir saja menabrak pria berambut putih itu. Namun dengan cepat ia bisa mengerem langkahnya.
"Aku tidak punya waktu lagi untuk wawancara. Pertanyaanku cuma satu. Apa kamu pernah jadi pelayan, Nona Swan? Restoran, Bar atau semacamnya?" tanya Lynn dengan sikap yang dingin tanpa senyuman. Malikha langsung mengangguk.
"Dulu aku bekerja di Bar," jawab Malikha dengan cepat. Giliran Lynn mengangguk, ia berbalik berjalan lagi dan Malikha kemudian mengikutinya lagi.
"Itu adalah ruang untuk mengganti pakaianmu, ambil ukuranmu dan segera ganti seragammu. Setelah itu langsung keluar, aku akan membagi tempat tugas," tunjuk Lynn pada sebuah pintu. Malikha mengangguk mengerti sedangkan Lynn Anderson langsung pergi membiarkan Malikha mengganti pakaiannya.
Sementara di lobi depan, Glenn Matthews baru saja tiba dan mulai memeriksa persiapan pesta nanti malam. Ia mengumpulkan manager dan menerima laporan untuk mengecek kesiapan, termasuk kepala pelayan Lynn Anderson.
"Apa semua sudah beres?" tanya Glenn pada Lynn. Lynn mengangguk lalu mengikuti Glenn yang masuk ke dalam ballroom utama tempat pesta akan berlangsung.
"Semua sudah siap, Tuan Matthews. Aku yakin pesta akan berjalan seperti yang Tuan Caesar inginkan," jawab Lynn sambil berjalan mendampingin Glenn. Glenn pun mengangguk lalu berbalik memandang Lynn.
"Aku ingin semua tamu mendapatkan pelayanan yang spesial, pesta private akan dilakukan besok malam. Jadi tolong layani DJ yang akan tampil special," sambung Glenn lagi dan Lynn mengangguk mengerti.
"DJ Sam akan membawa beberapa kru dan tamu, jadi tolong layani juga mereka dengan baik." Lynn mengangguk lagi.
"Malam ini hanya ada pembukaan, pesta yang sebenarnya adalah besok malam. Jadi buatlah seformal mungkin malam ini, para pelayanmu harus siap, Lynn," ujar Glenn memastikan. Lynn hanya mengangguk mengerti tanpa menolak apa pun perintah Glenn.
"Aku mengerti, Tuan!" Glenn kemudian keluar dan berjalan lagi melihat persiapan di dapur hotel itu. Malikha baru saja keluar dari ruang gantinya dan melewati Glenn dan Lynn. Malikha membungkuk memberi hormat pada keduanya yang lewat begitu saja tanpa memperhatikan.
Malikha kemudian berjalan keluar dapur dan bergabung bersama pelayan lainnya di depan ballroom. Para bartender juga ikut berkumpul dan mereka berdiri di depan seluruh pelayan. Malikha berdiri di barisan kedua para pelayan siap mendengarkan instruksi Lynn.
Ternyata tidak hanya Lynn Anderson yang memberi instruksi tapi juga Glenn Matthews.
"Malam ini kalian adalah representasi dari Orcanza Enterprise. Estrella dibangun dengan dasar pelayanan premium pada pelanggan. Jadi aku tidak mentolelir jika ada kesalahan. Semuanya harus bekerja keras malam ini dan terutama besok malam. Jika ada staf yang kelelahan, hubungi supervisor kalian agar kolega kalian bisa menggantikan. Kerja keras kalian akan dihargai dengan baik oleh Estrella. Terima kasih dan selamat bekerja," ujar Glenn dingin lalu berbalik pergi meninggalkan kumpulan pelayan itu.
Malikha menghela napas lega dan tersenyum saat namanya dipanggil oleh Lynn untuk pembagian tempat tugas.
Pemilik sekaligus pendiri Estrella hotel, Aidan Orlando Caesar tiba satu jam setelah pesta berlangsung. Ia keluar dari mobil mewahnya menggunakan tuxedo hitam dan senyuman ramah pada blitz kamera yang tak berhenti mengambil fotonya. Aidan memang mulai terkenal di New York. Layaknya model ia berjalan di karpet merah memancarkan aura seksi yang tak bisa ditolak. Glenn Matthews adalah sosok yang akan mendampinginya malam ini.
Di dalam ballroom, Aidan kemudian disambut ucapan selamat dan tepuk tangan oleh para tamu dan undangan. Termasuk Walikota New York yang masih bertugas. Ia menyalami dan bahkan memeluk Aidan mengucapkan selamat. Acara peresmian itupun dimulai dengan promosi hotel tersebut.
Beberapa pendapat dari reviewer hotel ditampilkan untuk meyakinkan para undangan tentang Estrella. Sampai tiba giliran Aidan memberikan pidatonya sebagai pemilik hotel.
"Malikha, bawa menu ini ke meja 23," ujar salah satu asisten Chef pada Malikha yang bertugas di belakang. Ia mengangguk dan dengan sigap juga cekatan menghidangkan makanan di atas meja para tamu. Tak lupa ia tersenyum ramah untuk semua orang.
Namun semua tamu kemudian terkejut saat ada berita tentang video skandal yang diputar di salah satu papan iklan visual di dekat hotel Estrella. Video skandal Ronald Weiss kemudian ikut masuk ke dalam berita malam tepat ketika Aidan tengah meresmikan hotelnya.
Kasak kusuk mulai terjadi diantara para tamu dan undangan, Aidan hanya memandang saja sambil tersenyum. Sementara Malikha jadi ikut tertarik ingin melihat berita tersebut. Tak lama kemudian, ia lalu cemberut dan menggelengkan kepalanya.
"Aku pikir berita apa? Ternyata cuma skandal," gumam Malikha berbicara di dekat Aidan yang juga ikut melihat berita tersebut. Malikha lalu berbalik dan kembali lagi ke dapur, sementara Aidan yang sekilas mendengar seseorang bergumam di belakangnya lalu menoleh. Matanya mencari-cari siapa yang tadi berbicara, tapi ia hanya sekilas punggung seorang pelayan yang berlalu masuk ke dalam.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon