Share

Perangkap Kencan Buta CEO
Perangkap Kencan Buta CEO
Author: agneslovely2014

Menjadi Wanita Bayaran Untuk Pria Misterius

"Tunggu, Suster! Tolong jangan cabut kabel-kabel dan selang untuk penyangga kehidupan suamiku!" rengek Audrey Newman mengiba sembari memegangi lengan wanita paruh baya berseragam putih itu.

Perawat bernama Adeline Gustav itu menjawab dengan rasa simpati, "Maaf, Nyonya. Sebaiknya Anda temui saja langsung Dokter Carla, beliau yang memberikan instruksi. Saya akan menunggu hasilnya di ruangan ini!" 

Dengan secepat kilat, Audrey berlari menuju ke lift lalu menekan tombol naik. Dia tahu di mana harus menemui Dokter Carla Kingsley. Suaminya telah koma selama setahun lebih dan uang untuk membiayai perawatan rumah sakit menguras seluruh harta mereka berdua hingga bangkrut.

Napas Audrey terengah-engah nyaris putus ketika dia sampai di ambang pintu ruang praktik Dokter Carla. "Permisi, Dokter!" ucapnya dengan suara sengau.

"Ya, masuklah, Nyonya Bergins. Silakan duduk!" jawab dokter spesialis saraf yang menangani suami Audrey.

"Tolong berikan saya waktu lagi untuk mengumpulkan uang biaya perawatan suami saya, Dok!" Audrey langsung bicara ke pokok masalahnya sambil menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya.

Dokter Carla menghela napas. Dia pun berkata, "Ini keputusan rumah sakit, Ma'am. Tolong Anda mengerti, tunggakkan bill obat dan ruangan serta jasa medis sudah mencapai 15 ribu USD. Kami kuatir Anda kesulitan melunasinya, itu saja!"

"Tapi suami saya akan mati kalau tak ada oksigen dan alat-alat medis pendukung di tubuhnya!" Audrey membersit hidungnya dengan secarik tissu yang nyaris hancur karena sudah terlalu basah.

Dokter Carla hanya bisa menghela napas dan mengendikkan bahu. Dia tak dapat membantu selain merawat pasien yang entah kapan siuman.

Tiba-tiba ponsel Audrey di saku jaketnya berbunyi kencang. Ada telepon masuk, dia melihat id caller dan itu Harry Thompson. "Sebentar Dokter Carla, saya harus menjawab panggilan ini!" pamitnya sebelum menekan tombol jawab dan melangkah keluar dari ruang praktik dokter tersebut.

"Halo, Audrey. Kuharap permintaanmu waktu itu untuk mencarikan pria yang bisa membayar 20 ribu dolar semalam saja masih berlaku. Aku sudah mendapatkan orangnya!" ujar Harry Thompson via telepon dengan perasaan campur aduk. Wanita itu istri sobatnya dan dia harus menjual Audrey ke klien night club demi mendapat uang pengobatan.

"Halo. Thanks, Harry. Kau penyelamatku, aku sangat sangat butuh uang itu sekarang juga. Bisakah kau transfer dan aku akan melakukan pekerjaan itu sesuai permintaanmu!" jawab Audrey lega. Dia tak peduli bahwa nyatanya dia menjual dirinya sendiri ke pria asing klien Harry.

"Good. Aku akan mengirim uang itu separuh dan kau akan mendapat sisanya setelah selesai. Bagaimana?" sahut Harry dengan profesional. Itu bukan uang kecil.

Audrey pun setuju dan mengikuti petunjuk Harry Thompson tentang apa yang harus dilakukannya malam ini di Executive Club Majestic. Dia membayarkan langsung uang sepuluh ribu USD itu ke rumah sakit tempat suaminya dirawat. Setidaknya masih ada waktu untuk pria yang dicintainya bertahan lebih lama lagi di dunia.

Dengan taksi kuning di seberang rumah sakit, Audrey meluncur ke tempat yang disebutkan oleh Harry tadi. Dia tak mengetahui nama pria yang akan menjadi kliennya dan wajahnya pun tidak. Segalanya akan menjadi sebuah kencan buta yang berakhir di ranjang nantinya bagi mereka berdua.

Dalam tas kulit berukuran sedang yang dia bawa, Audrey menaruh kosmetik, parfum, dan pakaian ganti bersih. Namun, itu sama sekali tidak cocok untuk dikenakan sebagai wanita penghibur. Harry yang menyiapkan pakaian untuk Audrey di kamar yang ada di lantai 12 night club miliknya.

Jantung wanita itu berdebar kencang karena harus melakukan pekerjaan hina yang dahulu selalu dihindarinya sekalipun dia berprofesi sebagai model majalah dewasa dan brand ambassador produk pakaian dalam wanita. Kulit mulus dan tubuh sexy Audrey adalah dambaan kaum Adam.

"Miss, kita sudah sampai di tujuan!" ujar sopir taksi dan dia menerima beberapa lembaran uang dolar dari Audrey yang segera turun dari mobil.

Suara dentuman musik DJ dan lampu sorot yang berpendar dalam night club ramai itu menyambut kedatangan Audrey. Dia tak tahu di mana posisi Harry Thompson dan memutuskan bertanya kepada pria berotot yang nampaknya petugas sekuriti club. Segera Audrey diantarkan menemui bosnya.

"Hello, Dear! Ini kunci kamar di lantai 12, kau bisa memakai semua yang telah disiapkan anak buahku di sana, Audrey!" tutur Harry Thompson dengan ramah. Dia paham dengan situasi yang dihadapi wanita cantik tersebut.

Audrey memberikan pelukan bersahabat kepada Harry seraya berkata, "Kau penolongku, Harry. Terima kasih, aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu ini. Okay, aku naik sekarang. Sampai nanti!"

Pria flamboyan itu melepas kepergian Audrey dengan tatapan sedih bercampur kekaguman. Dia tahu bahwa Audrey bukanlah wanita murahan yang menjajakan diri sembarangan demi kenyamanan hidup atau alasan remeh lainnya.

Di dalam lift yang melaju naik, Audrey menarik napas dalam-dalam beberapa kali berusaha meyakinkan dirinya bahwa segalanya akan baik-baik saja. Entah seperti apa penampilan kliennya, dia harus bersikap profesional. 

"TING." 

Dia pun melangkah keluar dari lift di lantai 12 dan mencari nomor pintu kamar sesuai keterangan di kartu akses yang dipegangnya; 1212. "I got it!" bisiknya lalu menempelkan kartu di mesin sensor pengunci pintu.

Audrey melangkah masuk dan segera menutup kembali pintu itu. Di atas ranjang berseprai putih itu ada sebuah gaun panjang berbahan satin licin warna maroon, dia memeriksanya dan menemukan bahwa gaun itu sangat terbuka dengan belahan di paha kanan dan kiri setinggi dekat panggulnya. Sebuah gstring warna senada berada di atas ranjang juga bersama secarik kain hitam penutup mata untuknya. 

Dia menghela napas meyakinkan diri bahwa segalanya harus dilaluinya malam ini. Audrey segera membawa pakaian sexy itu ke kamar mandi dan membilas tubuhnya di bawah shower. Dia berkeringat tadi karena berlari-lari di rumah sakit.

Derai air shower mendinginkan tubuhnya yang panas dan gelisah. Audrey mengeringkan diri sebelum mengenakan lingerie maroon itu bersama gstring tipis yang tak mampu menutupi bagian pribadinya dengan sempurna. Dia menatap pantulan bayangannya di cermin wastafel dan nyaris menangis. 

"Ohh come on, big girl don't cry!" ucapnya menghibur dirinya sendiri. Dia menghela napas panjang lalu membulatkan tekad untuk membubuhkan bedak ke wajah cantiknya dan lipstik ke bibir ranum yang menjanjikan hal manis.

Terakhir seusai menyisir rambut pirang cokelat mudanya yang panjang terurai sepinggang, Audrey menyemprotkan parfum favoritnya. Kemudian melapor kepada Harry Thompson bahwa dia telah siap. 

"Okay, Audrey. Nikmati malam ini, pria yang kupilihkan ini spesial. Have fun!" jawab Harry sebelum mengakhiri telepon mereka.

"Spesial? Setidaknya pria itu bukan seorang psikopat yang menyukai percintaan sadis, aku akan sangat berterima kasih!" ujar Audrey pasrah lalu beranjak menuju tepi kaki ranjang untuk duduk tenang dan mulai memasang kain hitam penutup matanya.

Waktu bergulir terasa begitu lama dalam penantiannya, Audrey mulai merasakan AC ruangan yang agak terlalu dingin dan bergidik. "Ckk ... ke mana pria itu?" gerutunya pelan tanpa berniat membuka penutup matanya. 

"Ceklek ... bumm!" Suara pintu terbuka dan langsung menutup cepat membuat Audrey menegang. Pria itu telah tiba!

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
demi nyawa sang suami Audrey rela melakukan apapun demi mendapatkan uang. lah itu kenapa aq yg deg2an sih wkwkw berasa jd Audrey ini
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Audrey....demi nyawa suamimi,kau rela melakukan " pekerjaan itu"
goodnovel comment avatar
Endah Spy
duhh drey kok ikut tegang yaa ... hehe
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status