Warning! Ini bacaan khusus dewasa! Jonas Benneton, CEO perusahaan manufacture terkemuka di Texas. Dia menikahi seorang pewaris kaya, tetapi frigid (tak mau disentuh lelaki). Suatu saat dia mencoba mengunjungi night club sobatnya untuk melepas frustasi dan ditawari seorang wanita sebagai pelampiasan kebutuhan seksualnya yang tak pernah terpuaskan. Malam itulah Jonas bertemu Audrey Newman dan menjalani malam panas bersama wanita asing tersebut, dengan kondisi mata Audrey tertutup. Kejutan baginya, ternyata Audrey adalah salah satu karyawati berjabatan rendah di bagian pemasaran perusahaan milik Jonas. Pria itu tak bisa melupakan bibir merah nan sexy dengan suara lembut, dan aroma parfum yang dipakai wanita tanpa nama yang dibayarnya. Dia tak akan salah, itu wanita yang menemaninya semalam! Jonas sangat tertarik kepada Audrey dan mencoba mendekatinya di kantor dengan memindahkan jabatan Audrey agar sering berinteraksi dengannya. Dia juga meminta sobatnya mengatur kembali kencan buta yang sama setiap Jumat malam. Di kantor dan di ranjang mereka terus bertemu hingga Jonas dan Audrey terperangkap dalam gairah terlarang yang sama. Namun, ada rahasia yang disembunyikan Audrey terkait alasannya menjual diri dahulu kepada Jonas. Suaminya, seorang pembalap F1 kecelakaan di sirkuit dan mengalami koma setahun lebih di rumah sakit. Dia telah menjual semua harta untuk biaya pengobatan pria itu. Akankah Jonas menceraikan istrinya dan menjadikan Audrey bukan sekadar teman kencan rahasianya saja? Bagaimana suami Audrey, akankah dia pulih dari koma? Siapa yang akan dipilih Audrey?
View More"Tunggu, Suster! Tolong jangan cabut kabel-kabel dan selang untuk penyangga kehidupan suamiku!" rengek Audrey Newman mengiba sembari memegangi lengan wanita paruh baya berseragam putih itu.
Perawat bernama Adeline Gustav itu menjawab dengan rasa simpati, "Maaf, Nyonya. Sebaiknya Anda temui saja langsung Dokter Carla, beliau yang memberikan instruksi. Saya akan menunggu hasilnya di ruangan ini!"
Dengan secepat kilat, Audrey berlari menuju ke lift lalu menekan tombol naik. Dia tahu di mana harus menemui Dokter Carla Kingsley. Suaminya telah koma selama setahun lebih dan uang untuk membiayai perawatan rumah sakit menguras seluruh harta mereka berdua hingga bangkrut.
Napas Audrey terengah-engah nyaris putus ketika dia sampai di ambang pintu ruang praktik Dokter Carla. "Permisi, Dokter!" ucapnya dengan suara sengau.
"Ya, masuklah, Nyonya Bergins. Silakan duduk!" jawab dokter spesialis saraf yang menangani suami Audrey.
"Tolong berikan saya waktu lagi untuk mengumpulkan uang biaya perawatan suami saya, Dok!" Audrey langsung bicara ke pokok masalahnya sambil menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya.
Dokter Carla menghela napas. Dia pun berkata, "Ini keputusan rumah sakit, Ma'am. Tolong Anda mengerti, tunggakkan bill obat dan ruangan serta jasa medis sudah mencapai 15 ribu USD. Kami kuatir Anda kesulitan melunasinya, itu saja!"
"Tapi suami saya akan mati kalau tak ada oksigen dan alat-alat medis pendukung di tubuhnya!" Audrey membersit hidungnya dengan secarik tissu yang nyaris hancur karena sudah terlalu basah.
Dokter Carla hanya bisa menghela napas dan mengendikkan bahu. Dia tak dapat membantu selain merawat pasien yang entah kapan siuman.
Tiba-tiba ponsel Audrey di saku jaketnya berbunyi kencang. Ada telepon masuk, dia melihat id caller dan itu Harry Thompson. "Sebentar Dokter Carla, saya harus menjawab panggilan ini!" pamitnya sebelum menekan tombol jawab dan melangkah keluar dari ruang praktik dokter tersebut.
"Halo, Audrey. Kuharap permintaanmu waktu itu untuk mencarikan pria yang bisa membayar 20 ribu dolar semalam saja masih berlaku. Aku sudah mendapatkan orangnya!" ujar Harry Thompson via telepon dengan perasaan campur aduk. Wanita itu istri sobatnya dan dia harus menjual Audrey ke klien night club demi mendapat uang pengobatan.
"Halo. Thanks, Harry. Kau penyelamatku, aku sangat sangat butuh uang itu sekarang juga. Bisakah kau transfer dan aku akan melakukan pekerjaan itu sesuai permintaanmu!" jawab Audrey lega. Dia tak peduli bahwa nyatanya dia menjual dirinya sendiri ke pria asing klien Harry.
"Good. Aku akan mengirim uang itu separuh dan kau akan mendapat sisanya setelah selesai. Bagaimana?" sahut Harry dengan profesional. Itu bukan uang kecil.
Audrey pun setuju dan mengikuti petunjuk Harry Thompson tentang apa yang harus dilakukannya malam ini di Executive Club Majestic. Dia membayarkan langsung uang sepuluh ribu USD itu ke rumah sakit tempat suaminya dirawat. Setidaknya masih ada waktu untuk pria yang dicintainya bertahan lebih lama lagi di dunia.
Dengan taksi kuning di seberang rumah sakit, Audrey meluncur ke tempat yang disebutkan oleh Harry tadi. Dia tak mengetahui nama pria yang akan menjadi kliennya dan wajahnya pun tidak. Segalanya akan menjadi sebuah kencan buta yang berakhir di ranjang nantinya bagi mereka berdua.
Dalam tas kulit berukuran sedang yang dia bawa, Audrey menaruh kosmetik, parfum, dan pakaian ganti bersih. Namun, itu sama sekali tidak cocok untuk dikenakan sebagai wanita penghibur. Harry yang menyiapkan pakaian untuk Audrey di kamar yang ada di lantai 12 night club miliknya.
Jantung wanita itu berdebar kencang karena harus melakukan pekerjaan hina yang dahulu selalu dihindarinya sekalipun dia berprofesi sebagai model majalah dewasa dan brand ambassador produk pakaian dalam wanita. Kulit mulus dan tubuh sexy Audrey adalah dambaan kaum Adam.
"Miss, kita sudah sampai di tujuan!" ujar sopir taksi dan dia menerima beberapa lembaran uang dolar dari Audrey yang segera turun dari mobil.
Suara dentuman musik DJ dan lampu sorot yang berpendar dalam night club ramai itu menyambut kedatangan Audrey. Dia tak tahu di mana posisi Harry Thompson dan memutuskan bertanya kepada pria berotot yang nampaknya petugas sekuriti club. Segera Audrey diantarkan menemui bosnya.
"Hello, Dear! Ini kunci kamar di lantai 12, kau bisa memakai semua yang telah disiapkan anak buahku di sana, Audrey!" tutur Harry Thompson dengan ramah. Dia paham dengan situasi yang dihadapi wanita cantik tersebut.
Audrey memberikan pelukan bersahabat kepada Harry seraya berkata, "Kau penolongku, Harry. Terima kasih, aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu ini. Okay, aku naik sekarang. Sampai nanti!"
Pria flamboyan itu melepas kepergian Audrey dengan tatapan sedih bercampur kekaguman. Dia tahu bahwa Audrey bukanlah wanita murahan yang menjajakan diri sembarangan demi kenyamanan hidup atau alasan remeh lainnya.
Di dalam lift yang melaju naik, Audrey menarik napas dalam-dalam beberapa kali berusaha meyakinkan dirinya bahwa segalanya akan baik-baik saja. Entah seperti apa penampilan kliennya, dia harus bersikap profesional.
"TING."
Dia pun melangkah keluar dari lift di lantai 12 dan mencari nomor pintu kamar sesuai keterangan di kartu akses yang dipegangnya; 1212. "I got it!" bisiknya lalu menempelkan kartu di mesin sensor pengunci pintu.
Audrey melangkah masuk dan segera menutup kembali pintu itu. Di atas ranjang berseprai putih itu ada sebuah gaun panjang berbahan satin licin warna maroon, dia memeriksanya dan menemukan bahwa gaun itu sangat terbuka dengan belahan di paha kanan dan kiri setinggi dekat panggulnya. Sebuah gstring warna senada berada di atas ranjang juga bersama secarik kain hitam penutup mata untuknya.
Dia menghela napas meyakinkan diri bahwa segalanya harus dilaluinya malam ini. Audrey segera membawa pakaian sexy itu ke kamar mandi dan membilas tubuhnya di bawah shower. Dia berkeringat tadi karena berlari-lari di rumah sakit.
Derai air shower mendinginkan tubuhnya yang panas dan gelisah. Audrey mengeringkan diri sebelum mengenakan lingerie maroon itu bersama gstring tipis yang tak mampu menutupi bagian pribadinya dengan sempurna. Dia menatap pantulan bayangannya di cermin wastafel dan nyaris menangis.
"Ohh come on, big girl don't cry!" ucapnya menghibur dirinya sendiri. Dia menghela napas panjang lalu membulatkan tekad untuk membubuhkan bedak ke wajah cantiknya dan lipstik ke bibir ranum yang menjanjikan hal manis.
Terakhir seusai menyisir rambut pirang cokelat mudanya yang panjang terurai sepinggang, Audrey menyemprotkan parfum favoritnya. Kemudian melapor kepada Harry Thompson bahwa dia telah siap.
"Okay, Audrey. Nikmati malam ini, pria yang kupilihkan ini spesial. Have fun!" jawab Harry sebelum mengakhiri telepon mereka.
"Spesial? Setidaknya pria itu bukan seorang psikopat yang menyukai percintaan sadis, aku akan sangat berterima kasih!" ujar Audrey pasrah lalu beranjak menuju tepi kaki ranjang untuk duduk tenang dan mulai memasang kain hitam penutup matanya.
Waktu bergulir terasa begitu lama dalam penantiannya, Audrey mulai merasakan AC ruangan yang agak terlalu dingin dan bergidik. "Ckk ... ke mana pria itu?" gerutunya pelan tanpa berniat membuka penutup matanya.
"Ceklek ... bumm!" Suara pintu terbuka dan langsung menutup cepat membuat Audrey menegang. Pria itu telah tiba!
Skylar dan Shine yang telah siap untuk naik ke panggung pertunjukan talent show sekolah dasar siang itu masih menantikan kehadiran sosok ayah mereka."Apa dad terjebak kemacetan lalu lintas?" tanya Skylar ke saudari kembarnya.Shine menghela napas melihat mata biru Skylar yang berkaca-kaca. Dia menghibur kembarannya itu seraya berkata, "Entahlah, kita berdoa saja agar dad bisa segera tiba!" Pembawa acara talent show mengumumkan pertunjukan tari balet berpasangan bertema Swan Lake Dance. Kedua putri kembar Jonas-Audrey mulai naik ke pentas di balik tirai hitam yang masih menutup panggung. Musik rekaman orkestra mengalun merdu seiring tirai yang terangkat ke atas.Tepuk tangan riuh dari para penonton yang sebagian besar adalah orang tua siswa-siswi SD tersebut membahana di auditorium. Sekilas Skylar dan Shine menatap ke bangku penonton, mereka pun tersenyum ceria karena sang ayah tercinta duduk di baris terdepan membawa handicam bersebelahan dengan mommy serta kedua kakak laki-laki mer
Delapan tahun kemudian."Daddy, besok adalah hari pertunjukan balet kami di sekolah. Apa Daddy bisa datang untuk melihat kami menari?" seru Skylar sambil memperagakan gaya tari balet yang telah dia latih bersama Shine sebulan terakhir ini."Wow, tentu saja, Baby Girl! Daddy bangga kepada kalian!" jawab Jonas sembari merangkul bahu kedua putri kembarnya sepulang kantor. Audrey tahu suaminya pasti lelah setelah seharian bekerja lalu berkata kepada gadis-gadis ciliknya, "Sky, Shine, biarkan daddy kalian mandi sebentar ya. Kita bertemu di ruang makan pukul 19.30, okay?" "Okay, Mommy!" sahut Skylar dan Shine serempak lalu mereka berlari-lari riang ke ruang keluarga untuk menonton serial kartun Nickelodeon favorit mereka. Kedua kakak laki-laki mereka sedang berada di kamar Shawn yang sulung untuk merakit miniatur kota Houston. Permainan lego edisi spesial limited edition itu dibelikan Jonas sebagai hadiah untuk Shawn dan Anthony yang meraih ranking satu di kelas masing-masing. Kedua putr
Jonas tak mampu menghilangkan seringai konyol dari wajah tampannya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya di Woodlands. Istrinya berusaha untuk mengabaikan hal itu, tapi tak bisa. Audrey akhirnya tertawa seraya berkata, "Hubby, nanti otot wajahmu kram karena terlalu banyak tersenyum lebar seperti itu.""Ohh ... aku sangat gembira. Mungkin pria paling bahagia di planet ini!" jawab Jonas terkekeh. Audrey pun tahu alasannya, suaminya itu sangat mendambakan kehadiran anak perempuan. Dan dia baru saja mendapat berita sepasang anak kembar di rahim istrinya. Sekalipun belum pasti jenis kelaminnya, tetapi jikalau benar itu perempuan tentu saja Jonas semakin senang."Okay, aku ingin bertanya kepadamu. Seandainya anak ini perempuan dua-duanya, akan diberi nama siapa, Hubby?" tanya Audrey iseng."Aku sudah memiliki nama panggilan yang cocok untuk mereka berdua. Skylar dan Shine!" jawab Jonas dengan yakin."Nama yang cantik dan bermakna! Hanya Anthony yang memiliki inisial A. Nanti dia sedih ka
Waktu mengalir begitu deras dari hari ke hari berikutnya, Jonas masih saja memuja istrinya bagaikan titisan dewi cinta. Perubahan tubuh Audrey yang lebih menebal di beberapa tempat tidak menyurutkan perasaan cinta suaminya setelah mengarungi kehidupan bersama dengan terpaan badai problematika yang wajar terjadi dalam berumah tangga.Godaan wanita-wanita yang silau akan harta ke suaminya tak terhitung banyaknya. Audrey berusaha memaklumi hal itu setiap kali dia diminta Jonas mendampinginya ke pesta kalangan atas. Para wanita berlomba-lomba mencari perhatian Jonas dan juga mengajak berdansa. Seperti malam ini ketika mereka menghadiri pesta anniversary pasangan MacConnor senior. Orang tua Isabella telah berhasil melalui 30 tahun pernikahan dengan setia satu sama lain. Pesta dansa megah diselenggarakan di ballroom Hotel Royal Triumph Houston. "Jonas, kuharap kau bisa menemaniku berdansa sekali saja!" ujar Kathrine MacLewis seraya menaruh tangannya di lekuk lengan suami Audrey."Ehm ...
Setahun telah berlalu semenjak bulan madu pasangan Benneton ke Eropa. Seorang putra kecil telah hadir lagi di keluarga Jonas dan Audrey. Sementara Shawn telah berusia hampir dua tahun. Kini keluarga kecil itu telah memiliki dua orang anak yang usianya tak terpaut jauh."Audrey, sepertinya aku harus menanyakan kepada dokter kandungan tentang cara mendapatkan anak perempuan. Bisa jadi aku terlalu perkasa jadi kedua keturunanku laki-laki semua!" ujar Jonas sambil menimang-nimang putra keduanya di kamar tidur usai disusui oleh Audrey."Ohh ... ayolah, masa kau sudah memikirkan tentang anak ketiga, Jonas! Aku ingin jeda hamil dan melahirkan setidaknya dua tahun, kumohon!" rengek Audrey nyaris menangis. Dia merasa tubuhnya terlalu lelah dengan aktivitas merawat newborn.Maka Jonas pun membaringkan Anthony Clark Benneton yang telah tertidur pulas di tempat tidur bayi. Kemudian dia duduk di tepi ranjang merangkul bahu Audrey. "Maafkan aku kalau terlalu antusias memiliki banyak anak, Darling.
Perjalanan bulan madu Jonas dan Audrey ke Swiss dan Italia dilalui dengan banyak kenangan manis. Mereka kembali ke Texas setelah seminggu lamanya berada di benua biru itu dan hari selanjutnya Jonas mulai bekerja normal di kantor seperti sedia kala. Audrey di rumah mengurus Shawn sekaligus beristirahat pasca liburan panjang yang cukup melelahkan. Dia menyadari bahwa jadwal menstruasinya terlambat dari tanggal yang seharusnya. Nampaknya dengan segala aktivitas ranjang yang dia jalani bersama Jonas setiap hari tanpa absen, kehamilan kedua terasa nyata di depan mata. "TING TONG." Pelayan rumah Audrey bergegas membukakan pintu untuk tamu yang berkunjung siang itu. Namun, ternyata bukan tamu melainkan seorang tukang pos yang mengirimkan sepucuk surat. "Hello, Miss. Ada surat untuk Nyonya Audrey Newman. Apakah benar tempat tinggalnya di sini?" ujar tukang pos berusia tiga puluh tahunan itu seraya mengulurkan sepucuk surat beramplop putih yang tidak terlalu tebal dengan tulisan tangan."O
Pesawat yang membawa Jonas dan Audrey dari Bandara Zurich menuju ke Bandara Naples mendarat dengan mulus di landasan. Hari sayangnya telah sore sehingga mereka praktis hanya bisa berkendara dengan taksi menuju ke hotel yang terletak di Amalfi Coast.Pesisir pantai di sebelah selatan Italia itu terbentang sejauh kurang lebih 100 kilometer dengan tiga belas kotamadya yang berbeda karakteristiknya sekalipun masih sama-sama menghadap Laut Tirenian dan Teluk Salerno. Jonas sengaja mengajak Audrey langsung ke kota Positano yang paling terkenal akan keindahannya. Mereka berencana menghabiskan lima hari di Amalfi Coast. Dia menunjuk dari jendela taksi yang melaju daerah perkebunan lemon, zaitun, dan jeruk yang tumbuh mencolok di sisi tebing daerah Positano. "Wow, indah sekali tampilan kota ini, Jonas. Gedung-gedungnya dicat berwarna-warni dengan bentuk vertikal karena memang terletak di daerah tebing yang langsung menghadap ke laut. Aku tak bisa tidak takjub melihat panorama di sini!" desah
"Good morning, Audrey Darling! Bersyukur kita tidak terkena hipotermia karena listrik padam semalam ya, bagaimana kondisimu pagi ini?" sapa Jonas ketika istri tercintanya menggeliat terbangun dalam dekapannya.Audrey tersenyum menatap wajah Jonas dan menjawab, "Untungnya aku baik-baik saja. Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin bermain ski, apa kau suka juga main ski?" sahut Jonas dengan santai sembari berbaring miring di samping Audrey."Ohh ... tentu saja, pasti asik. Apa kita bisa mandi dan sarapan terlebih dahulu?" Audrey bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku sembari melangkah ke kamar mandi.Jonas segera menyusulnya dan menjawab, "Okay, kita mandi lalu turun ke bawah."Setelah mandi singkat dan berpakaian, pasangan Benneton pun turun dengan lift yang telah mulai beroperasi normal sejak listrik padam semalam. Mereka menikmati menu buffet yang disediakan di restoran resort bersama tamu-tamu lainnya yang menginap di tempat yang sama.Sekitar pukul 08.00 wa
Malam pertama yang dilalui Audrey bersama Jonas di Pegunungan Alpen begitu melelahkan, suaminya seperti banteng yang baru saja dikeluarkan dari gerbang arena matador. Memang sedari mereka awal berkenalan gairah pria itu kepadanya begitu tak terkendali. "Baby, suhu udaranya dingin membeku di sini. Bolehkah aku mengenakan pakaian dan tidak bertelanjang di bawah selimut?" tanya Audrey yang masih berkeringat pasca pergumulan marathon bersama Jonas di atas ranjang. Jonas merasakan tubuh istrinya bergidik karena kedinginan. Salju di luar kaca jendela seolah tak akan berhenti tercurah dari langit yang gelap. "Yes, pakailah baju tebal yang hangat, Darling. Tunggu, akan kuambilkan di koper!" jawabnya lalu menyibak selimut untuk turun dari tempat tidur."Terima kasih, Jonas!" ucap Audrey sembari menatap punggung bidang berotot liat itu dari belakang. Kaos berbahan katun dan sweater merah maroon menjadi pilihan Jonas untuk dikenakan oleh Audrey, dia tidak mencarikan bawahan dan berlanjut meng
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments