Jayden duduk di belakang meja kerjanya, semalam dia sampai sakau dan harus di bantu oleh pembantunya. Dia awalnya tidak akan datang ke kantor, tetapi asistennya datang dan memintanya untuk ke kantor. Katanya ada pertemuan dengan klien penting, dia pun sampai berdebat dengan asistennya.
"Untuk apa aku datang ke kantor?!" ucap Jayden kesal saat dia berada di rumahnya."Ada klien penting tuan, saya mohon anda datang saja. Urusan berkas semuanya saya yang atur, anda hanya bertemu dan mendengarkan apa yang klien itu katakan. Dan anda tinggal tanda tangan saja, setelah itu terserah anda." kata asisten Jayden.Jayden mendengus kasar, dia sangat lemah sekali. Tubuhnya seakan tidak punya tenaga, setelah malam hari dia menikmati dan melayang di kamarnya. Menikmati barang haram yang dia dapatkan dari kurir di klub malam."Huh, baiklah. Aku ke kantor, pastikan semuanya berjalan baik." kata Jayden."Anda tenang saja tuan, semuanya sudah di tangani oleh saya. Anda tinggal tanda tangan dan setelahnya terserah anda." kata sang asisten, Ronan."Hemm."Jayden berjalan meninggalkan Ronan asistennya di kantor. Selama ini yang bekerja adalah Ronan, jika Jayden malas dan hanya menikmati barang haramnya di kamarnya. Maka, tidak ada yang berani mengusiknya. Apa lagi menyuruhnya bangun dan pergi ke kantor.Jayden menuju kamar mandi, sedangkan Ronan menunggu dengan setia, dia melihat sekeliling kamar. Tampak di sana ada alat penghisap dan juga beberapa bungkus rokok serta minuman beralkohol. Senyumannya menghias tipis, tapi kemudian dia berjalan mendekat pada barang-barang di meja itu.Ronan melihat ke arah kamar mandi, lalu duduk di sebalahn meja di mana banyak sekali barang milik Jayden. Terutama alat hisap dan suntik serta ada juga lintingan, menyentuhnya sebentar lalu tangannya di masukkan ke dalam saku celananya. Bosnya memang pecandu narkoba, tapi dia diam saja.Bahkan hal yang tidak di ketahui kalau yang mendekati Jayden pada narkoba itu adalah seseorang yag dia kenal. Tapi mau ikut campur urusan bosnya, yang penting dia bekerja sebaik mungkin dan mendapatkan gaji sesuai pekerjaannya.Dia melangkah menjauh dari meja, duduk di sofa. Membuka-buka berkas yang sudah dia siapkan untuk pertemuan pagi ini dengan klien.Setengah jam Jayden mandi, dia melihat Ronan duduk memeriksa berkas-berkas di tangannya. Senyum sinis tampil di bibirnya, melangkah menuju walk in kloset. Mencari baju kerja yang biasa dia gunakan, rasa pusing karena pagi ini dia kurang tidur. Tapi rasa bahagianya setelah semalam mengkonsumsi barang itu membuatnya memang jarang tidur malam.Namun, dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Meski dia sering bergelut dengan barang haram setiap malamnya, dia juga masih punya pikiran tentang pekerjaannya. Meski kadang malas, dan hanya Ronan yang mengerjakan pekerjaannya di kantor."Anda sudah siap tuan?" tanya Ronan setelah Jayden sudah rapi."Hemm, apa lagi hari ini jadwalnya?" tanya laki-laki yang mulai kurus tapi masih terlihat gagah itu."Hanya bertemu klien dan juga rapat dengan dewan direksi tuan." jawab Ronan lagi.Jayden melangkah menuju mejanya, di mana banyak sekali alat-alat dan barang narkoba masih berserakan. Ronan memperhatikan apa yang di lakukan Jayden, membereskan barangnya dan di simpan di dalam lemari.Dia lalu melangkah pergi keluar, di ikuti oleh Ronan dari belakang."Jangan katakan apapun pada orang kantor." kata Jayden."Ya tuan, saya hanya bekerja saja. Tidak ikut campur urusan pribadi anda." ucap Ronan lagi."Bagus, lebih baik kerjakan sesuai pekerjaanmu. Aku juga akan melakukan pekerjaanku dengan baik." kata Jayden.Ronan hanya diam saja, mereka melangkah turun tangga. Pembantunya bi Ratih melihat tuannya turun hanya diam menunduk saja, memberi hormat setelah Jayden sampai di bawah."Apa tuan mau sarapan lebih dulu?" tanya Ronan melihat di meja makan sudah siap sarapan pagi."Tidak usah, aku langsung saja ke kantor." jawab Jayden."Baik."Mereka melangkah keluar rumah, menuju mobil yang sudah siap di depan halaman. Ronan membukakan pintu mobil untuk tuannya, kemudian dia pun masuk dan duduk di belakang kemudi. Melirik kaca spion depan, tampak pantulan di kaca Jayden sedang menuangkan serbuk ke dalam hidungnya.Dia tahu bosnya itu melakukan itu untuk menambah rasa percaya diri menghadapi klien nanti. Bukan karena percaya diri Jayden itu tidak ada, hanya saja setelah dia kecanduan akan sering merasa percaya dirinya semakin hilang. Atau bahkan dia seperti orang yang mehilangan pikiran, jadi untuk saat ini hanya mendengarkan saja. Dia yang akan menjelaskan rapat dengan klien itu._Mata Jayden terpejam, kursi dia gerakkan ke kanan dan ke kiri. Pikirannya melayang entah sedang kemana, bahkan pintu terbuka dan suara langkah kaki tidak dia dengar sama sekali.Tatapan sayu dan sedih nampak di wajah ayu dan anggun di depan Jayden yang masih belum sadar akan kehadiran gadis itu.Lima menit Jayden belum menyadari kehadiran seorang perempuan di depannya, hingga suara pintu terbuka dan memanggil Jayden melangkah mendekat padanya. Dia membuka matanya, tampak wajah terkejut tapi kembali datar. Pandangannya beralih pada Ronan berdiri diam di belakang perempuan itu."Tuan, saya pergi dulu. Mungkin nanti setelah anda bicara dengan nona Marlyn, saya datang lagi." ucap Ronan menatap Marlyn dari belakang."Terima kasih, Ronan." ucap Marlyn.Marlyn duduk di depan Jayden, hanya di pisahkan oleh meja kerja Jayden. Jayden sendiri menatap dingin pada kekasihnya yang sudah berselingkuh darinya, dia menarik napas kasar. Enggan melihat wajah ayu Marlyn yang sedang menatapnya itu."Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Jayden dingin."Aku hanya mau minta maaf sama kamu." jawab Marlyn."Heh? Minta maaf?" ucap Jayden sinis.Dia mengusap hidungnya yang berair, lalu mengedipkan matanya beberapa kali. Marlyn tahu Jayden sedang tremor karena belum memakai barang haram itu, dia menarik napas panjang."Apa kamu masih menggunakan barang laknat itu lagi?" tanya Marlyn."Jangan ikut campur!" ucap Jayden membentak gadis di hadapannya itu."Huh, makanya kenapa aku tidak mau lagi denganmu. Karena kamu keras kepala dan tidak mau mengindahkan ucapanku, kamu lebih mementingkan kesenanganmu dari pada aku." kata Marlyn."Kalau sudah selesai bicara, sebaiknya kamu pergi dari kantorku." kata Jayden dingin dan acuh."Jayden!""Pergi kau, aku tidak butuh nasehat dan belas kasihmu. Urus saja selingkuhanmu itu, dan oh ya. Pacar gelapmu, jadikan dia kekasihmu yang sangat kamu cintai. Aku tidak butuh cinta darimu, aku membuangmu seperti sampah yang di pungut oleh sahabatku sendiri, Marlyn!" ucap Jayden dengan kasar dan tajam.Marlyn menatap kesal pada laki-laki di depannya, dia mengepalkan tangannya. Dia datang ingin meminta maaf dengan cara yang baik, tapi perlakuan Jayden padanya membuatnya semakin muak saja. hinaan dari mulut Jayden lebih pedas jika sedang terluka, tapi Marlyn diam saja, mencoba tenang menghadapi kekasihnya."Baiklah, memang kamu tidak butuh siapa pun. Hanya barang laknat itu saja teman satu-satunya, nikmati saja apa yang kamu miliki. Suatu saat, aku akan tertawa senang jika kamu berada di posisi terpuruk dan hancur karena barang laknat itu. Dan jangan kamu katakan aku ini sampah, brengsek!" ucap Marlyn kesal.Dia berbalik dan melangkah pergi, rasa kesal karena ucapan Jayden tadi membuatnya tidak merasa bersalah karena telah berselingkuh darinya. Bahkan berada di hotel saat itu juga, Jayden memergokinya pun dia tidak pernah menyesalinya."Laki-laki kasar dan keras kepala, aku lebih baik pergi darinya dari pada harus mendapatkan kata-kata kasarnya."__***********Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah gugup sekali malam ini, dia masih belum berani melepas mukenahnya. Masih duduk di sofa, karena memang dia tidak ada baju ganti. Jayden masih menelepon seusai sholat berjamaah dengan Inayah, sesekali dia melirik pada istrinya yang masih diam di sofa. Bibirnya menyungging, merasa gemas juga dengan tingkah Inayah masih memakai mukenah."Oke, nanti aku kabari selanjutnya," kata Jayden mengakhiri sambungan teleponnya.Dia meletakkan ponselnya di atas meja, menghampiri istrinya yang sedang gugup di sofa. Dia duduk di samping Inayah, menggelayutkan tangannya di lengan gadis itu. Tentu saja Inayah kaget dan semakin gugup, dia berusaha melepas tangan suaminya di lengannya. Tapi Jayden malah mencengkeram pundak di sebelahnya, wajahnya sangat dekat dengan wajah Inayah."Kenapa? Kamu kok seperti sungkan," tanya Jayden, matanya menelusuri wajah mulus tanpa make up itu."Bukan begitu, apa ini harus terjadi sekarang?" tanya Inayah tidak berani menoleh ke arah suaminya yang semakin dekat wajah
Acara resepsi telah selesai, kini mempelai pengantin sudah berada di kamar hotel yang sengaja di sewa untuk tiga hari. Kamar yang di rancang khusus untuk pengantin pada umumnya, sangat indah di taburi bunga mawar merah di atas ranjang. Setiap kamar di hias juga dengan bunga-bunga mawar merah dan putih.Awalnya Inayah kaget dengan kamar yang di hiasi oleh bunga-bunga itu, dia menatap sekeliling kamar sendirian. Karena Jayden hanya mengantarnya saja di kamar pengantin lalu pergi lagi karena ada tamu yang terlambat datang."Kamu di sini dulu ya, nanti aku kembali lagi," kata Jayden pada istrinya.Mengecup keningnya sebelum pergi, Inayah hanya diam saja. Sesungguhnya, dia masih gelisah karena mertuanya tidak datang ke acara pesta itu. Meski dia sudah di beritahu oleh Jayden, tapi entah kenapa dia merasa papanya Jayden memang sengaja tidak datang ke pesta pernikahan atau menghadiri pengucapan ijab kabul itu."Jika dia perempuan, mana boleh menikah tanpa restu orang tua. Apa lagi harus ada
"Saya terima nikah dan kawinnya Inayah Laila Maryam binti Abdul dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Suara tepuk tangan dalam masjid dan tangis haru dari ibu Masri karena anak sulungnya ternyata jadi juga menikah. Meski dulu tidak jadi menikah karena tunangannya kecanduan narkoba dan akhirnya over dosis lalu meninggal. Kini Inayah menikah juga dengan mantan pecandu, tapi dia melihat Jayden tidak seperti tunangan Inayah dulu. Meski sudah di rehabilitasi dan kembali pulang, dia kembali lagi menjadi pecandu dan akhirnya harus kehilangan nyawanya karena barang laknat tersebut.Tak terasa air mata perempuan paruh baya itu mengalir karena terharu anak sulungnya akhirnya menikah juga, dengan cepat dia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Inayah.Sementara itu, Sisil tampak cemberut. Ibu Masri tahu anak keduanya itu tidak terima kalau Inayah menikah dengan Jayden yang juga di sukainya. Tangan Sisil di cubit kecil oleh ibunya karena
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng