Share

02. Permintaan Maaf Marlyn

Jayden duduk di belakang meja kerjanya, semalam dia sampai sakau dan harus di bantu oleh pembantunya. Dia awalnya tidak akan datang ke kantor, tetapi asistennya datang dan memintanya untuk ke kantor. Katanya ada pertemuan dengan klien penting, dia pun sampai berdebat dengan asistennya.

"Untuk apa aku datang ke kantor?!" ucap Jayden kesal saat dia berada di rumahnya.

"Ada klien penting tuan, saya mohon anda datang saja. Urusan berkas semuanya saya yang atur, anda hanya bertemu dan mendengarkan apa yang klien itu katakan. Dan anda tinggal tanda tangan saja, setelah itu terserah anda." kata asisten Jayden.

Jayden mendengus kasar, dia sangat lemah sekali. Tubuhnya seakan tidak punya tenaga, setelah malam hari dia menikmati dan melayang di kamarnya. Menikmati barang haram yang dia dapatkan dari kurir di klub malam.

"Huh, baiklah. Aku ke kantor, pastikan semuanya berjalan baik." kata Jayden.

"Anda tenang saja tuan, semuanya sudah di tangani oleh saya. Anda tinggal tanda tangan dan setelahnya terserah anda." kata sang asisten, Ronan.

"Hemm."

Jayden berjalan meninggalkan Ronan asistennya di kantor. Selama ini yang bekerja adalah Ronan, jika Jayden malas dan hanya menikmati barang haramnya di kamarnya. Maka, tidak ada yang berani mengusiknya. Apa lagi menyuruhnya bangun dan pergi ke kantor.

Jayden menuju kamar mandi, sedangkan Ronan menunggu dengan setia, dia melihat sekeliling kamar. Tampak di sana ada alat penghisap dan juga beberapa bungkus rokok serta minuman beralkohol. Senyumannya menghias tipis, tapi kemudian dia berjalan mendekat pada barang-barang di meja itu.

Ronan melihat ke arah kamar mandi, lalu duduk di sebalahn meja di mana banyak sekali barang milik Jayden. Terutama alat hisap dan suntik serta ada juga lintingan, menyentuhnya sebentar lalu tangannya di masukkan ke dalam saku celananya. Bosnya memang pecandu narkoba, tapi dia diam saja.

Bahkan hal yang tidak di ketahui kalau yang mendekati Jayden pada narkoba itu adalah seseorang yag dia kenal. Tapi mau ikut campur urusan bosnya, yang penting dia bekerja sebaik mungkin dan mendapatkan gaji sesuai pekerjaannya.

Dia melangkah menjauh dari meja, duduk di sofa. Membuka-buka berkas yang sudah dia siapkan untuk pertemuan pagi ini dengan klien.

Setengah jam Jayden mandi, dia melihat Ronan duduk memeriksa berkas-berkas di tangannya. Senyum sinis tampil di bibirnya, melangkah menuju walk in kloset. Mencari baju kerja yang biasa dia gunakan, rasa pusing karena pagi ini dia kurang tidur. Tapi rasa bahagianya setelah semalam mengkonsumsi barang itu membuatnya memang jarang tidur malam.

Namun, dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Meski dia sering bergelut dengan barang haram setiap malamnya, dia juga masih punya pikiran tentang pekerjaannya. Meski kadang malas, dan hanya Ronan yang mengerjakan pekerjaannya di kantor.

"Anda sudah siap tuan?" tanya Ronan setelah Jayden sudah rapi.

"Hemm, apa lagi hari ini jadwalnya?" tanya laki-laki yang mulai kurus tapi masih terlihat gagah itu.

"Hanya bertemu klien dan juga rapat dengan dewan direksi tuan." jawab Ronan lagi.

Jayden melangkah menuju mejanya, di mana banyak sekali alat-alat dan barang narkoba masih berserakan. Ronan memperhatikan apa yang di lakukan Jayden, membereskan barangnya dan di simpan di dalam lemari.

Dia lalu melangkah pergi keluar, di ikuti oleh Ronan dari belakang.

"Jangan katakan apapun pada orang kantor." kata Jayden.

"Ya tuan, saya hanya bekerja saja. Tidak ikut campur urusan pribadi anda." ucap Ronan lagi.

"Bagus, lebih baik kerjakan sesuai pekerjaanmu. Aku juga akan melakukan pekerjaanku dengan baik." kata Jayden.

Ronan hanya diam saja, mereka melangkah turun tangga. Pembantunya bi Ratih melihat tuannya turun hanya diam menunduk saja, memberi hormat setelah Jayden sampai di bawah.

"Apa tuan mau sarapan lebih dulu?" tanya Ronan melihat di meja makan sudah siap sarapan pagi.

"Tidak usah, aku langsung saja ke kantor." jawab Jayden.

"Baik."

Mereka melangkah keluar rumah, menuju mobil yang sudah siap di depan halaman. Ronan membukakan pintu mobil untuk tuannya, kemudian dia pun masuk dan duduk di belakang kemudi. Melirik kaca spion depan, tampak pantulan di kaca Jayden sedang menuangkan serbuk ke dalam hidungnya.

Dia tahu bosnya itu melakukan itu untuk menambah rasa percaya diri menghadapi klien nanti. Bukan karena percaya diri Jayden itu tidak ada, hanya saja setelah dia kecanduan akan sering merasa percaya dirinya semakin hilang. Atau bahkan dia seperti orang yang mehilangan pikiran, jadi untuk saat ini hanya mendengarkan saja. Dia yang akan menjelaskan rapat dengan klien itu.

_

Mata Jayden terpejam, kursi dia gerakkan ke kanan dan ke kiri. Pikirannya melayang entah sedang kemana, bahkan pintu terbuka dan suara langkah kaki tidak dia dengar sama sekali.

Tatapan sayu dan sedih nampak di wajah ayu dan anggun di depan Jayden yang masih belum sadar akan kehadiran gadis itu.

Lima menit Jayden belum menyadari kehadiran seorang perempuan di depannya, hingga suara pintu terbuka dan memanggil Jayden melangkah mendekat padanya. Dia membuka matanya, tampak wajah terkejut tapi kembali datar. Pandangannya beralih pada Ronan berdiri diam di belakang perempuan itu.

"Tuan, saya pergi dulu. Mungkin nanti setelah anda bicara dengan nona Marlyn, saya datang lagi." ucap Ronan menatap Marlyn dari belakang.

"Terima kasih, Ronan." ucap Marlyn.

Marlyn duduk di depan Jayden, hanya di pisahkan oleh meja kerja Jayden. Jayden sendiri menatap dingin pada kekasihnya yang sudah berselingkuh darinya, dia menarik napas kasar. Enggan melihat wajah ayu Marlyn yang sedang menatapnya itu.

"Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Jayden dingin.

"Aku hanya mau minta maaf sama kamu." jawab Marlyn.

"Heh? Minta maaf?" ucap Jayden sinis.

Dia mengusap hidungnya yang berair, lalu mengedipkan matanya beberapa kali. Marlyn tahu Jayden sedang tremor karena belum memakai barang haram itu, dia menarik napas panjang.

"Apa kamu masih menggunakan barang laknat itu lagi?" tanya Marlyn.

"Jangan ikut campur!" ucap Jayden membentak gadis di hadapannya itu.

"Huh, makanya kenapa aku tidak mau lagi denganmu. Karena kamu keras kepala dan tidak mau mengindahkan ucapanku, kamu lebih mementingkan kesenanganmu dari pada aku." kata Marlyn.

"Kalau sudah selesai bicara, sebaiknya kamu pergi dari kantorku." kata Jayden dingin dan acuh.

"Jayden!"

"Pergi kau, aku tidak butuh nasehat dan belas kasihmu. Urus saja selingkuhanmu itu, dan oh ya. Pacar gelapmu, jadikan dia kekasihmu yang sangat kamu cintai. Aku tidak butuh cinta darimu, aku membuangmu seperti sampah yang di pungut oleh sahabatku sendiri, Marlyn!" ucap Jayden dengan kasar dan tajam.

Marlyn menatap kesal pada laki-laki di depannya, dia mengepalkan tangannya. Dia datang ingin meminta maaf dengan cara yang baik, tapi perlakuan Jayden padanya membuatnya semakin muak saja. hinaan dari mulut Jayden lebih pedas jika sedang terluka, tapi Marlyn diam saja, mencoba tenang menghadapi kekasihnya.

"Baiklah, memang kamu tidak butuh siapa pun. Hanya barang laknat itu saja teman satu-satunya, nikmati saja apa yang kamu miliki. Suatu saat, aku akan tertawa senang jika kamu berada di posisi terpuruk dan hancur karena barang laknat itu. Dan jangan kamu katakan aku ini sampah, brengsek!" ucap Marlyn kesal.

Dia berbalik dan melangkah pergi, rasa kesal karena ucapan Jayden tadi membuatnya tidak merasa bersalah karena telah berselingkuh darinya. Bahkan berada di hotel saat itu juga, Jayden memergokinya pun dia tidak pernah menyesalinya.

"Laki-laki kasar dan keras kepala, aku lebih baik pergi darinya dari pada harus mendapatkan kata-kata kasarnya."

_

_

***********

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status