Share

Memutar Balikan Fakta

"Aku tidak akan mudah percaya padamu apalagi kau orang asing di hidupku. Suster Kiya! Lihat saja apa yang akan kuperbuat sampai kau pergi dari rumah ini," gumam Arvin dengan wajah yang mengekspresikan rasa ketidaksukaannya.

Namun, Kiya justru menunjukkan profesionalisme dalam menangani situasi tersebut. Meskipun disinggung oleh Arvin, Kiya masih dapat memberikan pelayanan dengan baik. "Tuan, Kiya ke dapur dulu ya," pamit Kiya setelah berhasil membersihkan makanan yang dibuang oleh Arvin. Namun, Arvin hanya diam dan memberikan jawaban yang singkat yaitu "Hmm".

Arvin lalu mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas diterima oleh Kiya. "Aku akan buat kamu ilfil, malu," gumam Arvin. Meskipun begitu, Kiya tetap menjalankan tugasnya tanpa menunjukkan perasaan yang terlalu dirugikan oleh kata-kata kasar dari Arvin.

Kiya merasa terkesima melihat dapur yang penuh dengan ornamen glamor. Ia hanya bisa merenung sejenak dan teringat akan kampung tempat ia dibesarkan, dimana segala sesuatunya terbilang sederhana. Namun, Kiya mencoba untuk tidak terlalu fokus pada hal tersebut dan segera beralih untuk menyelesaikan tugasnya.

Tiba-tiba, Anya menyodorkan makanan pada Kiya dan bertanya, "Eeh suster mau makan?" Kiya menggeleng dan menjawab dengan lembut, "Bukan untuk Kiya, tapi tuan yang nggak mau makan masakan ini katanya nggak enak." Kiya memang memiliki kebijaksanaan dalam mengurus hal-hal yang berkaitan dengan makanan.

Tanpa menunggu jawaban dari Kiya, Anya langsung menawarkan diri untuk mengganti makanannya dengan yang baru. Ia sadar bahwa Arvin merupakan orang yang sangat memperhatikan rasa makanan yang dimakannya. "Biar aku yang buat," ujar Anya dengan tulus.

Namun, Kiya menolak dengan tegas. "Tidak usah, Kiya bisa sendiri," tolak Kiya dengan sopan.

Namun, Anya tetap insisiten dan menjawab, "Ini bukan tugas suster. Nanti Nyonya Ratih marah jika bukan tugasnya ia lakukan." Kiya merasa terharu dengan tindakan baik Anya dan terpaksa menerima tawaran bantuan tersebut.

"Benarkah?" tanya Kiya. Anya menjawab tegas, "Benar, Sus. Suster Kiya duduk saja dulu." Anya dengan sigap membersihkan bahan makanan dan memulai proses memasak.

Saat tengah memasak di dapur, tampak Kiya dan Anya berbincang-bincang sambil menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan digunakan. Kiya kemudian mengeluarkan komentar yang cukup mengejutkan. "Orang kaya doyan pete jengkol juga," katanya sambil tersenyum kecil.

Anya kemudian memberikan jawaban yang cukup mengejutkan pula. "Tuan muda paling suka semur jengkol buatannya aku," ujar Anya dengan percaya diri. Kiya terkesima mendengar hal tersebut dan bertanya lebih lanjut.

"Ooh begitu ya," ucap Kiya sambil terkekeh. Ia tidak menyangka bahwa Arvin ternyata memiliki selera makan yang cukup khas.

Tiba-tiba, Kiya mendengar suara seorang lelaki memanggilnya dengan suara keras, "Suster! Suster!" Kiya pun spontan menoleh dan mencari asal suara tersebut.

"Ada apa, Pak?" Tanya Kiya pada petugas yang sedang berjaga di depan kamar Arvin. Lelaki berwajah tua itu menyahut dan memberitahukan kabar buruk.

"Tuan muda muntah-muntah," jawab lelaki itu. Mendengar hal tersebut, Kiya langsung berusaha menenangkan dirinya dan berpikir untuk menanganinya dengan tepat.

"Kiya permisi dulu," ucap Kiya sambil langsung berlari menuju kamar Arvin. Kiya berusaha mengambil tindakan yang cepat dan tepat untuk membantu Arvin.

Lelaki yang memuntahkan isi perutnya begitu banyak pada selimutnya terus merintih kesakitan. Bahkan Nyonya Ratih, ibu Arvin, sudah berada di situ dan menatap Kiya dengan tatapan tajam.

"Kamu kasih makan apa pada anakku?" tanya Nyonya Ratih dengan suara tegas. Kiya lalu menjawab dengan jujur, "Kiya nggak kasih makan apa-apa, Nyonya. Tadi makan saja di lepeh minta yang baru.”

Nyonya Ratih melotot ke arah Kiya dengan sifat curiga dan marah. "Kalau bukan kamu, siapa lagi yang bisa memberinya makan pada Arvin?" ucap Nyonya Ratih dengan suara keras. Namun, Arvin tampak tetap mempertahankan kesadarannya dan menolong Kiya untuk membela diri.

"Anya dan Mbok Marini," timpal Arvin dengan suara lemas, sebelum kembali lagi memuntahkan isi perutnya di selimut.

Nyonya Ratih kemudian melirik ke arah Arvin setelah melihat kondisi anaknya yang terus muntah-muntah. "Panggil semua juru masak!" serunya pada bodyguard Arvin. Dengan begitu, para juru masak pun datang untuk bersama-sama mencari tahu penyebab muntah-muntah yang dialami Arvin.

Setelah Arvin sudah cukup baik dan berhasil memulihkan kesehatannya, Kiya mengambil selimut barunya sebelum memanggil para asisten rumah tangga untuk berkumpul di kamar itu. Kiya kemudian memberikan pijatan lembut dan balutan minyak angin pada Arvin, sehingga membuatnya merasa nyaman dan mudah untuk tertidur.

"Tuan pasti lelah," ucap Kiya sambil terus memijat kening Arvin. Ia memberikan perawatan yang istimewa dan hati-hati pada majikannya yang telah menjadi seperti keluarganya sendiri.

Salah satu asisten rumah tangga pun datang dan berkata, "Permisi," sambil membawa pasukannya yang siap untuk melaksanakan tugas mereka. Kiya pun mendorong orang-orang keluar dari kamarnya agar Arvin bisa terus tidur dengan nyaman.

Nyonya Ratih terus mengitari satu persatu asisten rumah tangganya dari 8 rumah tangganya. Dalam pandangan lingkar mata, ia memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh para asistennya. Tanpa mengeluarkan sepatahpun suara, Nyonya Ratih tampak sedang memeriksa setiap gerakan yang dilakukan oleh para asisten rumah tangganya.

"Saya minta juru masak pada Arvin maju pada hari ini yang bertugas," pinta Nyonya Ratih. Tentu saja, jantung Anya dan Mbok Marini yang bertugas merasakan detak yang berbeda, mereka memisahkan diri dari barisan.

Nyonya Ratih kembali mengitari Anya dan Mbok Marini. "Siapa di antara kalian berdua yang memasak?" tanya Nyonya Ratih dengan suara sedikit tegas.

"Anya, Nyonya," jawab Mbok Marini sambil menunjuk Anya. Tapi, Anya dengan tegas memperbaiki jawabannya. "Tapi kan siang itu, Mbok Marini yang memasak bukan aku."

Mendengar penjelasan Anya, Mbok Marini tersenyum sinis dan menjawab, "Tapi saya tahu kebusukan kamu, Anya."

Nyonya Ratih mengambil peran sebagai mediator dan bertanya pada Mbok Marini, "Apa maksud dari kata-kata kamu Mbok Marini?”

Mbok Marini menatap Anya dan Kiya dengan tatapan curiga. "Kamu sudah tahu bahwa Tuan Muda alergi pada jengkol, kenapa kamu masih membuat makanan yang mengandung jengkol?" tanya Mbok Marini dengan suara tegas.

Anya langsung menjawab dan menunjuk Kiya, "Itu permintaan suster, bukan ide saya. Kiya yang pertama kali menawarkan untuk membuat makanan dengan menggunakan jengkol dan petai, karena katanya itu adalah makanan kesukaan Tuan Muda."

Ketika Kiya terpanggil dan ditanyakan, ia langsung berdiri dan membenarkan perkataan Anya. "Semua tudingan tidak benar. Awalnya saya ingin masak tapi Mbak Anya yang menawarkan buat makanan menggunakan jengkol dan petai karena itu adalah makanan kesukaan Tuan Muda," jawab Kiya.

Anya langsung menyangkal dan mengatakan bahwa Kiya sedang berbohong. "Bohong, Nyonya!" ucap Anya dengan tegas.

Namun, Kiya kembali berbicara dengan percaya diri, "Beneran, Nyonya. Saya nggak bohong."

"Mengapa kamu bicara seperti itu, Mbak Anya? Kiya harus ke dapur sekarang karena tuan meminta makanan yang lain untuk disantap," ucap Kiya tanpa menatap Anya dengan fokus pada Arvin yang berkeringat yang sedang ia usap keningnya.

Anya menghela nafas dan berusaha menjelaskan. "Aku hanya menyatakan pendapatku, Ki. Tidak ada maksud untuk mengatakan bahwa itu adalah fakta yang sebenarnya."

"Tetapi, pada dasarnya apa yang kamu katakan itu benar, tanpa kebohongan," sela Kiya dengan nada serius.

"Mbak Anya, tolong jangan memutarbalikkan fakta. Saya merasa terluka dengan perlakuan yang tidak sopan dari Mbak Anya. Ya, saya memang berasal dari desa dan mungkin belum tahu banyak tentang dunia modern, tetapi saya tetap memiliki kemampuan untuk membantu tuan dengan baik," ucap Kiya membela diri dengan suara yang tegas.

Mbok Marini terus membela Kiya dan mengambil kesempatan untuk menambahkan, "Tapi tingkat pendidikan Anda jauh lebih tinggi dari Kiya, Mbak. Itulah mengapa kesalahan tersebut terjadi. Namun, saya merasa kesalahan tersebut adalah tanggung jawab saya. Seharusnya saya yang menjemput dan mengantar makanan untuk tuan. Sekali lagi, saya memohon maaf kepada Nyonya.”

Nyonya Ratih membuktikan kebesarannya dengan mengambil tindakan tegas dan memberikan solusi untuk situasi tersebut, "Sudah saya putuskan, dalam satu minggu ini Mbok Marini yang akan mengantar makanan dan Mbak Anya yang akan memasak makanan untuk tuan," ucap Nyonya Ratih dengan suara yang tegas.

Kiya, Anya dan Mbok Marini mengangguk sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan keputusan Nyonya Ratih dan siap untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status