Share

Merendahkan Harga Diri

“Kau bisa apa sekarang?” tanya Zee pada Arvin yang terbaring lemah di tempat tidur. Arvin tersenyum tipis, namun ia merasa terpojok oleh pertanyaan Zee. Ia tidak tahu harus menjawab apa, apa lagi menjelaskan kondisinya saat ini.

“Saat ini, aku tidak bisa melakukan banyak hal.” Jawab Arvin dengan suara perlahan.

Zeeshan Carameda Maida, wanita yang dicintai oleh Arvin Nirwan Kusuma, hampir saja kehilangan Arvin, kekasihnya, setahun sebelum pernikahannya. Lelaki 27 tahun itu mengalami kecelakaan hebat beberapa minggu sebelum hari anniversary . Saat itu, sebuah truk bermuatan berat menabrak mobil Arvin di dini hari.

Mobil yang dikendarai Arvin terpental beberapa meter dari tempat kejadian, dan terguling beberapa kali sebelum akhirnya terhimpit oleh kendaraannya sendiri dan terbakar. Namun, beruntunglah beberapa warga sekitar segera menarik tubuh Arvin dari dalam mobil yang terbakar tersebut.

Arvin merasa sakit hati mendengar kata-kata yang kasar dari Zee. Terlebih lagi, di waktu seperti ini, ia butuh dukungan dan kasih sayang dari orang-orang yang ia cintai. Namun, daripada berdebat atau memperpanjang masalah, Arvin lebih memilih untuk diam saja.

Ia tahu bahwa banyak hal yang sedang terjadi di hidupnya dan butuh waktu bagi dirinya untuk pulih sepenuhnya. Walau begitu, ucapannya kepada Arvin membuatnya semakin merasa tidak berdaya dan gagal dalam hidup.

Zee berkata dengan nada sinis, "Sudah satu minggu, dua minggu, bahkan sebulan sekarang kamu tak kunjung membaik. Kamu bahkan tidak bisa bangkit dari tempat tidur, apalagi menggerakkan tanganmu. Lebih baik kamu mati saja jika hanya merugikan orang lain dengan keberadaanmu."

Meski merasa sedih dan terluka hatinya mendengar kata-kata kejam tersebut, Arvin sepenuhnya memahami bahwa dirinya kini memang dalam kondisi yang memprihatinkan.

"Aku Memang tak sempurna setelah kecelakaan itu bisakah kau menunggu ku Zee untuk kesembuhanku?" tanya Arvin penuh harap pada Zee. Namun, harapannya langsung pupus saat Nyonya Ratih tiba-tiba muncul dan melihat keadaan putranya.

"Tidak, tidak mungkin aku bisa menunggu dan bersamamu dalam keadaan seperti ini," jawab Zee dengan tegas sambil menggelengkan kepalanya. Keputusan keras tersebut membuat Arvin semakin sedih dan frustrasi.

Nyonya Ratih merasakan kejutan dan juga kekecewaan mendengar kata-kata menantu barunya. Dia merasa sangat sedih melihat keadaan putranya yang sepenuhnya bergantung pada kursi roda tanpa kemampuan untuk melakukan pergerakan.

Kecelakaan itu telah memporak-porandakan segala-galanya bagi Arvin, termasuk hubungannya dengan Zee. Baginya, cinta itu butuh kesabaran, saling pengertian, dan dukungan bagi pasangan yang sedang dihadapkan dengan tantangan hidup.

Namun, kata-kata yang terucap dari Zee telah mematahkan semangat Arvin dan membuatnya merenung.

"Satu bulan lagi kamu menunggunya Zee," pinta Nyonya Ratih dengan berharap. Namun, Zee tampak masih tidak yakin dengan janji tersebut.

"Kemarin sudah dijanjikan satu bulan, dan sekarang satu bulan lagi? Saya harus segera menyelesaikan pekerjaan saya di Eropa," jawab Zee dengan suara rendah.

"Aku ini sedang sakit untuk sementara waktu! Pernikahan kita hanya tinggal 3 bulan lagi, sayang," ucap Arvin frustasi dengan keadaannya yang semakin sulit.

"Gua nggak peduli mau satu bulan atau satu tahun sekalipun gua mau ke Eropa main salju di sana," jawab Zee dengan nada kekeh. Namun, Arvin merasa prihatin dan khawatir dengan keadaannya yang semakin sulit.

Arvin tidak bisa membuat gerakan fisik yang memadai, dan Zee tampaknya tidak merasa peduli dengan kondisinya yang sakit. Nyonya Ratih sangat kecewa dengan jawaban Zee yang kurang bertanggung jawab.

"Beraninya kamu meninggalkan anakku dalam keadaan seperti ini!? Pernikahan ini menyangkut perekonomian dua belah keluarga yang saling menguntungkan. Kamu harus mengingat itu," ucap Nyonya Ratih dengan nada yang meninggi.

"Aku tahu, tapi aku sudah menentukan untuk pekerjaan saya bersama orang lain, bukan untuk lelaki cacat," jawab Zee dengan nada tegas, sambil bangkit dari duduknya dan mengambil tas cangklong kulit buaya miliknya.

"Ternyata semua wanita sama saja, tidak ada yang tulus di dunia ini. Pergi dan angkat kaki dari rumah ini," pekik Arvin dengan nada lantang yang menggetarkan hati. Meskipun kedua kakinya patah dan sebagian tangannya juga patah, belum lagi lehernya yang sakit jika digerakkan, suaranya tetap terdengar kuat dan menggemparkan seisi kamar.

Nyonya Ratih merasakan sedih dan kepedihan yang sangat dalam melihat putranya yang sedang sakit dan kesal. Dia merasakan betapa berat beban yang sedang dipikul oleh Arvin, dan berusaha dengan segala cara untuk menenangkan hatinya.

Namun, segala upaya Nyonya Ratih untuk menenangkan putranya sepertinya tidak berhasil. Arvin masih merasa sangat kecewa dan kesal atas perlakuan Zee yang telah meninggalkannya tanpa pandang bulu dalam keadaan sulit seperti ini.

Bagi Arvin, cintanya ke Zee terasa sia-sia ketika kepercayannya pada wanita tersebut telah dihancurkan dengan begitu cepat oleh tindakan kasar dan merendahkan hati yang telah ia lakukan.

Melihat Zee yang masih berdiri dengan nada sombong dan merendahkan, mata Arvin dan Nyonya Ratih saling berpandangan dengan rasa kecewa. "Apa? Bisa apa kamu? Mau berdiri? Mana mungkin," ujar Zee dengan nada menyindir dan merendahkan. 

Nyonya Ratih, sebagai seorang ibu dari Arvin, merasa sangat tidak terima dengan perlakuan Zee pada putranya tersebut. Dia merasa iba melihat putranya yang sedang kesakitan akibat cedera yang dideritanya, dan kesal melihat Zee mengabaikan rasa tanggung jawabnya untuk membantu Arvin dalam masa-masa sulit seperti ini.

Tiba-tiba, tanpa bisa menahan emosi, Nyonya Ratih memberikan tamparan yang menghantam pipi mulus dan putih Zee sehingga meninggalkan semburat merah di pipinya. Zee merasa sedikit terpukul dan terkejut dengan tindakan Nyonya Ratih.

"Tante," ucap Zee sambil memegang pipinya dengan perasaan kesal. Namun, Nyonya Ratih tetap dengan tegas, berdiri di depan Arvin untuk melindunginya.

Nyonya Ratih menunjuk Zee dengan tegas sambil berkata, "Jangan pernah sekali-kali lagi menghina anakku, anak kesayanganku, anak tunggal keluarga Kusuma." Dia mengeluarkan kalimat tersebut dengan nada yang penuh kemarahan.

"Mami, usir dia! Aku tidak mau dia ada di sini," pinta Arvin dengan nada prihatin.

Dua bodyguard yang berada di depan kamar Arvin segera mengikuti instruksi dari Nyonya Ratih untuk membawa Zee keluar dari rumah tersebut. Bahkan di kamar sebelah, Kiya sedang membereskan pakaiannya ketika pintu tiba-tiba diketuk dan menyibak sosok Anya yang terlihat penuh kebingungan.

"Ada apa? Bukankah kalian baru saja makan siang?" tanya Kiya dengan wajah heran begitu melihat Anya yang tampak bingung.

"Tuan sedang marah-marah," Anya menjawab dengan panik.

Kemudian, dua wanita muda tersebut membuka pintu dan masuk ke dalam kamar Arvin. Betapa terkejutnya Kiya melihat kamar yang berantakan dan semua orang yang tampak kewalahan ketika Arvin mulai mengamuk.

"Arvin, hentikan! Jangan sakiti diri kamu terus sayang," ucap Nyonya Ratih dengan nada lembut, berusaha menenangkan putranya yang melupakan rasa kecewa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status