Share

Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek
Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek
Author: Deschya.77

Kotak Kusam

Author: Deschya.77
last update Last Updated: 2023-01-14 21:47:27

"Aku tidak akan menjualnya, paman!"

Suaraku menggema di dalam restoran ini, sebenarnya aku sendiri malu dengan suara keras yang aku keluarkan. Tapi aku sudah tidak sabar dengan perbincangan saat ini. Aku meninggalkan sosok pria paruh baya yang tadi mengobrol denganku. Sudah tidak ada hal lain yang ingin aku bicarakan dengannya lagi.

"Deffa, Aku juga punya hak atas rumah itu! Kamu jangan serakah! Jangan mentang-mentang kamu cucu pertama, jadi merasa berhak atas semuanya!"

Teriakannya menghentikan langkahku, aku pun berbalik untuk kembali menghampirinya.

"Paman tidak malu meminta hak? Selama ini Paman kemana saja saat nenek jatuh sakit? Aku tidak serakah, tapi aku hanya menjalankan wasiat Nenek yang sudah menitipkan rumahnya untukku, jadi Paman tidak punya hak sama sekali atas rumah itu."

"Bagaimana bisa aku tidak memiliki hak? Aku masih anak kandungnya, dan yang pasti aku lebih memiliki hak dari pada kamu!"

Teriakannya yang tidak tahu malu, membuatku semakin geram untuk menanggapinya. Kalau saja dia bukan orang tua, pasti sudah kuhajar karena batas kesabaranku habis. Melihat semua pandangan pengunjung tertuju pada kami, akupun ingin segera menyudahi pembicaraan ini.

"Tolong jangan terlihat lebih menyedihkan dari sekarang Paman. Kalau Paman masih punya hati nurani, tolong terima saja keputusan nenek. Dengan begitu aku akan lebih bermurah hati kepada Paman setelah ini."

Setelah mengatakannya, aku kembali meninggalkan orang itu tanpa mendengarkan dan memperdulikan jawabannya lagi. Aku benar-benar sangat marah dibuatnya. Jika tahu pertemuan ini hanya untuk memancing emosi, aku tidak akan sudi untuk datang.

Bagaimana bisa selama ini dia tidak pernah memperdulikan ibunya sendiri, dan kini setelah ibunya meninggal dia meminta warisan tanpa rasa malu. Orang tadi adalah pamanku, anak kedua dari almarhumah nenek dan adik dari almarhum papa.

Benar, saat ini aku hanya seorang diri. Papa dan mama yang meninggal karena kecelakaan sejak aku kecil, dan Nenek yang merawatku setalahnya, kini akhirnya juga meninggalkanku karena penyakitnya.

Dan saat ini aku sedang kembali diuji dengan kehadiran paman, yang selama ini tidak pernah menengok nenek selama bertahun-tahun. Tapi saat nenek sudah tidak ada, dia datang untuk meminta hak. Aku tidak tahu dia orang yang tebal muka, atau orang yang benar-benar tidak memiliki muka.

Aku kembali ke rumah tempat tinggalku bersama nenek, keadaan saat ini membuatku sangat merindukan beliau. Walaupun orang tuaku memberikan warisan yang begitu besar, tapi aku tumbuh besar bersama nenek. Aku tidak akan sanggup untuk melepaskan rumah ini, apalagi rumah ini penuh dengan semua kenangan kami bersama.

Aku melangkahkan kakiku menuju kamar nenek, dan setelah sampai aku duduk di atas tempat tidurnya. Aku melihat foto kami yang ada di atas nakas samping tempat tidur, aku yang saat itu masih kecil terlihat jelas tertawa bahagia dalam pelukan nenek.

"Nenek sudah tidak sakit lagi kan diatas sana? Pasti Nenek sudah bahagia sekarang tanpa rasa sakit. Entah sampai kapan, tapi aku akan tetap menjaga dan merawat rumah ini Nek. Jadi tetaplah bahagia disana tanpa mengkhawatirkan aku lagi."

Air mata yang sudah aku tahan sejak kepergian nenek, kini tumpah begitu saja tanpa henti. Hatiku benar-benar sakit kehilangan satu-satunya orang, yang selama ini menjadi tempat untukku kembali. Nenek sudah merangkap seperti papa dan mamaku, beliaulah yang merawat dan mendidikku hingga kini.

Aku mengusap air mataku, dan berjalan ke arah rak buku yang selalu nenek rawat dengan rutin. Nenek selalu menyimpan buku-buku lamanya dengan sangat baik, dulu sewaktu aku kecil nenek selalu menceritakan sebuah buku untukku sebelum tidur.

Waktu itu aku pernah bertanya untuk apa buku-buku lama masih disimpannya, dan nenek selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Beliau menjawab kalau disetiap buku yang sudah dibaca, akan menjadi suatu kenangan dan bukan hanya untuk pajangan semata.

"Buku-buku itulah yang sebelumnya pernah menghibur kita, setelah selesai dibaca bukan berarti buku itu kehilangan fungsinya bukan? Hanya melihat bahwa kita pernah membaca dan mengingat kembali isinya, itu juga bisa menjadi hiburan kembali untuk diri sendiri."

Begitulah jawaban nenek waktu itu, dan aku yang waktu itu masih belum mengerti, hanya mengangguk-anggukkan kepala. Walaupun sampai sekarang aku belum benar-benar mengerti apa yang dimaksud oleh nenek, tapi aku sedikit paham karena sebuah buku akan tetap menghibur kita jika kita merawatnya bukan.

Aku melihat ada sebuah kotak yang menarik perhatianku, tanganku meraihnya dari rak bagian paling atas. Kotak ini sangat berdebu, mungkin karena setelah nenek sakit bagian atas lemari jarang aku bersihkan. Waktu itu aku sudah mencurahkan semua waktuku untuk nenek, dan hanya pulang untuk membersihkan rumah seadanya.

Untunglah waktu itu aku sudah memiliki perusahaan penerbit sendiri yang cukup sukses, dari bermodal warisan kedua orang tuaku, aku mencoba membuka perusahaan itu dulunya. Jadi ketika nenek sakit aku bisa fokus untuk merawatnya, dan aku sudah tidak perlu memikirkan soal pekerjaan, karena semua sudah aku pasrahkan kepada orang kepercayaanku.

Aku membawa kotak yang aku ambil tadi, dan meletakkannya di atas tempat tidur. Aku mencoba membersihkan bagian yang berdebu, karena tanganku menjadi sangat kotor saat berusaha membukanya. Aku mengusapnya hingga sudah benar-benar bersih, tapi tiba-tiba kotak itu membuka dengan sendirinya dan mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Karena terkejut aku tidak sengaja menjatuhkan kotak itu , dan menutupi mataku dari cahaya menyilaukan.

Hingga beberapa saat cahaya itu akhirnya mulai memudar, aku mencoba membuka mataku secara perlahan karena menyesuaikan cahaya yang tadi masuk begitu terang. Dan disaat mataku sudah terbuka sepenuhnya, aku sangat terkejut saat melihat apa yang ada dihadapanku saat ini.

Seorang wanita cantik bak malaikat, dengan pakaian yang dibelit-belit menjadi sebuah jubah yang menjuntai dengan sangat indah. Rambutnya yang hitam panjang sangat berkilau, tapi kilauannya tidak seperti orang pada umumnya dan sedikit menyilaukan mata.

"Siapa kamu? Dimana Miranda? Kenapa kamu yang membuka kotaknya?"

Perempuan yang dihadapanku kini bertanya dengan wajah bingung dan kaget, apakah Miranda yang dimaksudnya adalah nenekku? Jadi dia mengenal nenek, tapi kenapa nenek tidak pernah menceritakan apapun tentang ini kepadaku?

pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk di pikiranku, padahal saat ini aku juga merasa penasaran dan takut disaat bersamaan. Tapi aku mencoba memberanikan diri untuk menjawab pertanyaannya.

"M-Miranda yang kamu maksud apakah nenekku? A-aku Deffa Elvano Padantya, bisa dipanggil Deffa. Aku cucu dari nenek Miranda. K-kamu siapa? Kenapa kamu bisa keluar dari kotak itu?"

Aku menjawabnya dengan sedikit tergagap, bagaimana aku tidak gugup jika melihat ada sesorang yang keluar dari sebuah kotak kusam.

"Jadi kamu cucu yang sering Miranda ceritakan, bagaimana kamu bisa menemukanku? Padahal Miranda sudah berjanji untuk tidak mengungkapkan keberadaanku kepada siapapun."

Aku kembali melihat kearah kotak yang aku jatuhkan tadi, dengan secepat kilat aku kembali mengambilnya dan meletakkannya dengan baik diatas ranjang.

"A-aku tidak sengaja membuka kotak ini karena penasaran, aku mencoba membersihkannya karena kotak ini sangat kotor."

Aku melirik kearahnya takut dia tidak percaya, tapi dia tidak mengatakan apapun. Setelah beberapa saat dia kembali bertanya kepadaku.

"Lalu sekarang Miranda ada dimana? Bilang kepadanya untuk kesini sekarang juga, biar dia yang akan menjelaskannya padamu."

Aku bingung bagaimana harus menjelaskannya, apakah sudah begitu lama dia tidak keluar dari buku hingga tidak tahu kejadian yang menimpa nenek.

"N-nenek sudah meninggal beberapa minggu yang lalu, hampir dua bulan nenek terbaring sakit di rumah sakit hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya."

"Bagaimana Miranda bisa meninggal, sepertinya baru kemarin dia mengeluarkanku dari kotak ini. Kamu jangan coba-coba bohong kepadaku!"

Kata-katanya membuat bulu kudukku berdiri, bagaimana orang secantiknya bisa mengatakan kata-kata dengan begitu menyeramkan. Atau sebenarnya dia bukan orang? apakah dia hantu?

"A-aku mengatakan yang sebenarnya, aku tidak akan pernah berbohong tentang hal seperti itu. Bahkan sampai sekarang aku masih berharap nenek masih disini bersamaku."

Dia memandangku seperti menyelidik, entah apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Aku yang memandangnya dengan tatapan takjub, karena kecantikan dan keindahan yang terpancar darinya.

"S-s-sebenarnya siapa kamu? Bagaimana kamu bisa mengenal nenek?"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aisya Ukhti
Pamannya bikin emosi, seenaknya sendiri minta hak tanpa mikir kewajiban
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kebersamaan

    "Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Keberanian Yang Muncul

    Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Buku Catatan

    Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ramalan Kehancuran

    Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Semua Petunjuk

    Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ruang Kerja

    "Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Jam Tangan Dimensi

    Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Masa Kecil

    "Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Membuka Kotak

    "Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status