Share

Another Dimention

"Aku tidak memiliki nama, tapi Miranda selalu memanggilku Aurora atau Ara."

Jawabannya membuatku semakin bingung dengan sosoknya kini, bagaimana seseorang bisa tidak memiliki nama.

"K-kenapa Nenek memberikanmu nama? D-dan kenapa rambutmu bisa berkilauan seperti itu? A-apa kamu malaikat?"

Aku mencoba tetap bertanya, walaupun rasa gugupku sama sekali belum berkurang. Masih banyak yang ingin aku tanyakan, tapi entah kenapa hanya pertanyaan itu yang pada akhirnya aku tanyakan.

"Entahlah, Kata Miranda waktu itu karena saat pertama kalinya kami bertemu bertepatan matahari akan terbit. Dan dia memberiku nama itu agar lebih mudah memanggil. Aku tidak mengerti kenapa harus memilikinya. Malaikat? Apa maksudmu aku dewa? Kalau benar itu maksudmu, berarti jawabnya tidak. Aku bukan dewa."

Masih ada banyak pertanyaan lain dikepalaku saat ini, tapi aku tidak berani untuk menanyakan semuanya. Padahal kalau dilihat dari wajahnya dia masih sangat muda, mungkin seumuran denganku. Tapi kenapa dia memanggil nenek hanya dengan namanya, dia juga tidak memiliki nama, apakah dia makhluk gaib yang tidak kasat mata dan hanya bisa dilihat oleh orang yang membuka buku?

"L-lalu sebenarnya siapa kamu? B-berapa usiamu? Kenapa kamu hanya memanggil nama kepada nenek? Padahal kamu terlihat lebih muda dari beliau."

Aku kembali memberanikan diri untuk menanyakan hal yang benar-benar menggangguku, aku masih tidak percaya dengan apa yang sedang aku alami saat ini. Dan menanyakan hal itu mungkin akan membuatku dapat menebak siapa sosok yang berdiri dihadapanku saat ini.

"Usiaku? Emb mungkin sekitar enam puluh tahun kalau di duniamu. Aku tidak tahu persisnya karena aku juga tidak tahu sudah berapa lama sejak terkahir kali aku kembali kesini."

Wanita itu menjawabnya sambil menunjuk kotak yang sedang terbuka di depanku, apakah ini seperti lampu ajaib milik Ali yang mengeluarkan Jin. Kalau memang benar begitu, maka akan masuk akal kenapa rambut wanita itu sangat berkilau dan kulitnya sangat putih bersih seperti porselen. Tapi jika memang benar, berarti aku akan mendapatkan tiga permintaan bukan. Tapi nyatanya dia tidak mengatakan apapun sampai saat ini, kalau bukan aku yang menanyakannya terlebih dulu.

"J-jadi kamu bukan manusia? Kenapa bisa kesini karena sebuah kotak? Apa kamu Jin?"

"Hah, kenapa kalian selalu menanyakan hal yang sama? Aku sampai bosan untuk menceritkannya lagi."

"I-tu karena kamu terlihat sangat berbeda dibanding manusia pada umumnya."

Aku mengatakan sambil menunjuk tubuhnya yang seputih dan semulus porselen, menurutku siapapun yang melihatnya akan menanyakan hal yang sama. Apalagi banyak sekali mitos-mitos tentang dunia lain, atau yang sering kita sebut makhluk gaib. Aku melihatnya yang masih diam tidak menjawab, sedang berjalan kesana kemari sambil melihat buku-buku milik nenek.

"Aku juga manusia, sama sepertimu."

Jawabannya membuatku sangat kaget, aku hampir tersedak oleh air liurku sendiri. Bagaimana mungkin dia manusia jika perwujudannya saja seperti itu. Dan jika dia memang manusia, kenapa bisa tinggal dan keluar dari sebuah buku? Sedangkan perempuan itu tidak merespon rasa kagetku, seperti sudah paham dengan apa yang sedang aku pikirkan.

"Aku juga manusia, hanya saja kita berada di dimensi yang berbeda. Dan bukan aku yang keluar dari kotak, tapi karena kotak itu aku masuk ke dimensi kalian ini."

Aku masih belum paham dengan apa yang dia maksudkan, dimensi yang berbeda sepertinya aku pernah mendengarkan konspirasi seperti itu. Tapi aku tidak pernah membayangkannya itu benar-benar terjadi di dunia ini, apalagi sudah begitu banyak penilitian tentang itu tapi tidak ada bukti yang konkrit untuk membuktikannya.

"Jadi maksud kamu, kotak ini jadi ruang dimensi yang menghubungkan antara dimensiku dan dimensimu? Kenapa hanya kamu yang keluar dari buku ini jika memang begitu?"

Kalau aku menerima apa yang dia katakan, bukankah pertanyaan yang baru saja aku katakan terdengar masuk akal. Sebuah kotak yang ukurannya tidak lebih besar dari kotak sepatu bisa menjadi lorong dimensi, bukankah itu benar-benar tidak bisa diterima oleh nalar.

"Aku seorang time traveler dari dimensiku, biasanya aku berkelana di berbagai dimensi saat aku menginginkannya. Bahkan aku bisa berpindah tempat sesukaku, tapi entah kenapa setiap buku itu terbuka aku langsung terlempar ke dimensi ini. Bahkan aku sendiri juga tidak tahu alasan yang bisa menjelaskannya."

"Time Traveler?"

Dia hanya mengangguk menanggapi pertanyaanku lagi. Jadi ini alasan mengapa dia mengatakan bosan untuk menjelaskan, ternyata setiap kotak ini terbuka dia harus menjelaskan kepada orang yang melihatnya. Tapi bagaimana bisa nenek tidak menceritakan dan menyimpan semuanya seorang diri. Padahal rahasia ini sungguh sangat besar, aku pun mungkin tidak bisa menyimpannya seorang diri.

"Jangan pikir kamu bisa menceritakannya kepada orang lain, kecuali atas persetujuan dariku."

Deg..

"Bagaimana dia bisa tahu apa yang sedang aku pikirkan?" Pikirku dalam hati.

"Aku bisa membaca pikiranmu, jadi jangan harap kamu bisa membohongi atau mencoba mengelabuiku."

"Berarti kamu memang bukan manusia bukan? Bagaimana mungkin kamu bisa membaca pikiran?"

Bukannya menjawab, dia malah menatapku dengan jengah. Mungkin terlalu sering baginya menjelaskan, hingga dia merasa seperti itu. Tapi aku terlalu penasaran untuk tidak menanyakannya, karena aku juga ingin mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.

"Baiklah, aku akan menjelaskannya. Tapi kamu tidak boleh menjelaskan asal usulku kepada orang lain."

"Baik. Aku berjanji akan menyimpan rahasia ini seorang diri, atau bercerita kepada orang lain saat kamu menyutujuinya."

"Pertama dimensiku berjalan lebih lambat dari dimensi ini, usiaku sebenarnya baru dua puluh enam tahun. Makanya tadi aku bilang kalau sepertinya baru kemarin Miranda membuka buku itu, tapi aku tidak menyangka kalau dia akan meninggal secepat ini."

Aku mendengar penjelasannya dengan seksama, walaupun aku ingin sekali untuk menyela dan menanyakan berbagai hal lagi. Tapi aku berusaha untuk tidak melakukannya, aku takut malah dia tidak mau bercerita jika aku terlalu banyak bertanya.

"Yang kedua orang-orang dimensiku tidak memiliki nama, karena kami berkomunikasi langsung dengan pikiran. Itu lebih efektif bagi kami untuk memanggil seseorang yang kita tuju, dari pada memanggil dengan nama. Jadi semua orang di dimensiku memiliki kemampuan untuk membaca pikiran. Tapi jika tidak mau dibaca oleh orang lain, kami juga bisa menutupinya."

Aku sangat takjub dengan cara yang dia sebutkan barusan, sepertinya sangat seru jika memanggil dengan telepati. Aku ingin sekali mencobanya, tapi itu tidak mungkin bisa karena aku tidak memiliki kemampuan itu.

"Dan yang ketiga, aku memiliki kemampuan lebih sebagai time traveler. Tapi kelebihanku bukan hanya berpindah waktu, tapi juga bisa berpindah dimensi. Aku sudah terbiasa melihat berbagai macam dimensi yang ada di dunia ini, semua sangat indah. Tapi sayangnya aku tidak bisa berkomunikasi, disetiap aku masuk ke dimensi lain karena tidak ada yang bisa melihatku."

"lalu bagaimana aku dan nenek bisa melihatmu? Apakah hanya kami yang membuka buku itu, atau orang lainpun bisa melihatmu?"

Akhirnya pertanyaanku meluncur begitu saja, karena aku sedikit ragu dengan cerita yang dia jabarkan.

"Akupun tidak tahu apa yang terjadi, bahkan awalnya aku juga masih tidak percaya jika buku itu yang menyedotku untuk masuk ke dimensi ini. Padahal aku belum pernah pergi ke dimensi ini selain lewat buku itu. Tapi setelah mengalaminya beberapa kali, mau tidak mau aku juga harus mempercayainya bukan?"

Semua penjelasan yang dia sampaikan, kinisedikit masuk akal. Tapi kami sama-sama tidak tahu alasan dibalik buku ini bisa membawanya ke dimensi ini, dan alasan kenapa dia bisa terlihat di dimensi ini.

Aku juga penasaran apakah orang lain selain aku bisa melihatnya juga, atau hanya yang membuka buku ini yang bisa melihatnya.

'Tapi bagaimana cara agar kami bisa mengetahuinya? Apakah dia mau jika aku memintanya untuk keluar?' Tanyaku dalam hati.

"Apa kau bercanda? Bagaimana tanggapan orang-orang kalau ternyata mereka bisa melihatku?"

Aku hampir lupa jika dia bisa membaca pikiran. Tapi benar juga yang dia katakan barusan, jika dia keluar seperti ini dan ada yang melihatnya, aku berani jamin kalau dia akan menjadi tontonan dan tranding saat itu juga.

Bagaimana tidak jika paras dan penampilannya sangat mencolok seperti ini, bahkan aku jatuh hati pada pandangan pertama padanya walaupun tertutupi oleh rasa takut.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status