Share

4. Tidurlah Suamiku

"Aku menyiapkan makan malam istimewa hari ini," ucap Emi antusias saat menyambut kepulangan suaminya di ambang pintu.

"Makan malam istimewa?" tanya Mike penasaran.

Emi mengangguk seraya meraih tas kantor dan jas suaminya saat mereka berdua melangkah masuk ke ruang tengah. 

Mike menatap jam dinding, "Aku pulang tepat waktu, kan hari ini?" ujarnya dengan tersenyum bangga seperti anak SD yang meminta pujian ibunya. 

Emi tersenyum gemas, "Terima kasih sudah pulang tepat waktu, Suamiku," ucapnya mengusap bahu Mike dengan suara keibuan. 

Mike menghentikan langkahnya saat melewati ruang makan.

"Wah...!" Pria itu terperangah menatap meja makan yang dipenuhi dengan berbagai masakan favoritnya. "Serius, Emi?" seru Mike seraya berjalan menghampiri meja berukuran besar itu. 

"Kapan kamu masak semua ini?" tanya Mike tampak semangat membuat Emi tak bisa berhenti tersenyum. "Sepertinya ini berbeda dengan menu yang kamu masak pagi tadi, kan?" tanya pria itu seketika menganalisis setiap menu yang tertata di meja. 

"Ya... aku membagikan masakan pagi tadi ke bapak tukang penyapu jalan di perumahan ini, kau sering lihat, kan?" jelas Emi saat tangannya dengan lihai melepaskan dasi biru tua dari kerah kemeja suaminya yang berkeringat. 

"Semua?" tanya Mike menatap rendah pada Emi yang masih berkutat dengan dasi di dadanya. 

"Yup!" jawab Emi singkat. 

Mike hanya bergeming dengan ekspresi berpikir yang tidak puas. Hal itu membuat Emi merasa tersinggung dan berkata, "Aku tidak bermaksud boros, Mike. Tapi aku hanya merasa tidak sopan memberikanmu—"

"Aku tahu-aku tahu itu, Emi. Tak ada yang menyalahkanmu," potong pria itu yang langsung menangkup kedua bahu Emi dengan lembut. "Itu tindakan yang baik untuk berbagi, bukan itu yang aku khawatirkan, aku hanya—kau tidak seharusnya bekerja begitu keras, Sayang... pasti melelahkan sekali seharian ini untukmu."

Kekhawatiran suaminya membuat hati Emi tersanjung puas dan lega.

 

Wanita itu dengan halus melangkah, mendekatkan tubuhnya pada pria tampan yang telah menjadi suaminya itu. Tangan lentiknya mengusap dada Mike, menyentuh gumpalan otot dan daging yang begitu kekar membuat kancing kemeja bagian atasnya tampak tegang. 

"Jadi...kamu mau mandi sekarang atau...kita mandi bersama setelah makan malam?" bisik Emi lirih dan menggoda.

Tawaran dari istrinya itu seketika langsung membuat bibir Mike tersenyum menyeringai. 

"Tapi kamu sudah cantik, aku pikir kamu sudah mandi," ucap Mike dengan suara rendahnya, membelai pipi dan bibir istrinya dengan manis. 

"Ya... aku sudah mandi," jawab Emi, "Tapi aku tidak keberatan mandi dua kali untukmu."

Mike menatap bibir tebal Emi layaknya serigala yang lapar. 

"Ayo, kita makan dulu!" serunya sambil mendorong dada Mike usil. Emi melangkah mengitari meja makan dan duduk bersebrangan dengan Mike. 

Mike berdecak dengan senyum ketirnya seraya menarik kursi dan duduk diatasnya. Pria itu tahu Emi sedang bermain-main dengan hasratnya. 

"Ah... Emi! Kau memang menakjubkan!" Mike mengerang kenikmatan menindih tubuh Emi, membenamkan wajahnya di telinga wanita itu dengan napas tersenggal.

 

Seperkian detik membiarkan tubuhnya terkulai di atas tubuh istrinya, pria itu akhirnya bergerak, menopang setengah bobot tubuhnya dengan lengan mengapit di antara bahu Emi, memandangi wajah istrinya yang berada di bawah naungannya—lemas dan terengah-engah. 

Cup—kecupan mendarat di pipi kiri Emi. Mike kemudian beringsut dari posisinya, mengenyakkan tubuhnya ke ranjang, di tepi kanan Emi. 

Napas pria itu masih menderu keras, merebut oksigen dalam ruangan itu. Dia berbaring telentang dengan kedua tangan ke atas menampilkan bulu ketiaknya yang tampak jantan. 

Di sana terdapat perbedaan besar antara pria dan wanita. 

Wanita akan begitu senang menikmati kedekatan setelah selesai bercinta—saling memeluk, mengobrol tentang masa depan—sangat romantis. 

Pria justru sebaliknya. Jangan tertipu saat mereka dengan senang hati membiarkanmu menangkup di atas tubuhnya. Mereka hanya menutupi kegeliannya saat si wanita akan langsung menempel tepat setelah mereka berdua mencapai klimaks, begitu lengket di atas dadanya seperti lintah darat, ngos-ngosan dan berkeringat. 

Dan di sinilah Emi. Menekan egonya sebagai wanita. Menarik selimutnya dan membiarkan suaminya untuk melepaskan lelah dan rasa gerah. 

"Tidurlah yang nyenyak, Mike... aku begitu bekerja keras hari ini agar kau tidur pulas dan rencanaku dapat berhasil," batin Emi saat menengok suaminya tengah memejamkan mata.

Manusia dewasa tidur melewati empat tahap. Berapa lama hingga Mike mencapai fase tidur pulas? Emi menunggu dua jam untuk itu dan Emi menyimpulkan ia memiliki sekitar 25 menit untuk melaksanakan rencananya. 

Pukul 11 malam Emi masih terjaga. Wanita itu menengok jam yang menyuruhnya untuk segera beraksi. Emi memastikan Mike sudah tertidur pulas. 

Emi langsung beringsut dari ranjangnya, berjalan jinjit tanpa suara di tengah remang-remang lampu tidur. Menggenggam ponselnya sambil berjalan mengitari ranjang untuk mencapai nakas milik Mike.

"Hah?" batin Emi bingung, saat memeriksa ponsel Mike tak ada di atas nakasnya.

 

Emi berjongkok untuk memperjelas penglihatannya. Tangannya dengan hati-hati menarik laci-laci kecil dan segera berhenti—sesekali menengok ke arah suaminya—setiap kali laci itu menderit. 

Nihil. Di sana hanya ada surat-surat, kunci mobil dan pistol? yang tersembunyi dibalut saputangan. Yah, Emi tidak terlalu terkejut tentang hal itu—Mike memang agak paranoid dan selalu merasa akan ada orang jahat yang ingin membunuhnya karena persaingan bisnis. 

Emi menelan salivanya kasar, mencoba memutar otak. 

Matanya terkunci pada pojok ruangan, menatap tas kantor suaminya yang menggantung di atas stand hanger.

 

Dengan perlahan Emi berjalan menghampiri tas itu, dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian, mengambilnya dan meletakkannya di lantai. Dalam kegelapan Emi berjongkok di sudut ruangan, membuka resleting yang deritan-nya memecah suasana malam sunyi itu. 

Lagi-lagi situasi ini membuat Emi ingin menjerit. Emi tak menemukan ponsel Mike di dalam sana. 

"Sialan kau, Mike! menyusahkanku sementara kamu begitu nyaman dalam mimpimu," geram Emi dalam batinnya sambil melotot kesal ke arah suaminya yang tertidur, sementara tangannya kembali menutup resleting itu perlahan. 

Emi hampir saja pasrah, sebelum akhirnya ingatannya terlempar pada pakaian kotor saat mereka mandi bersama tadi. 

"Tentu saja, pasti ponsel itu ada di sana! bodoh sekali aku, harus bergumul dengan ketegangan ini," batin Emi mencemooh dirinya sendiri. 

Emi dengan cepat melangkah mantap ke arah kamar mandi, membuka kenop pintu dengan hati-hati dan terpaksa menyalahkan sakelar lampu kamar mandi karena ia tak bisa melihat apa pun dalam kegelapan di ruangan itu.

Emi segera berlari ke arah keranjang tempat mereka menyimpan pakaian kotor. Tak butuh waktu lama menemukan pakaian yang baru saja dilemparnya tiga jam yang lalu. 

Emi meraba benda keras persegi panjang di dalam saku celana suaminya. Dan senyum tersungging lebar di wajahnya. 

Emi mengambil benda itu dengan cepat dan mengetuk layar ponsel tersebut. Senyumnya seketika menghilang. 

"Sejak kapan Mike mengunci ponselnya? Haruskah kau membuatnya sesulit ini, Mike?!" batin Emi tak bisa berhenti menyalahkan suaminya. 

Emi menarik napas panjang setelah mencoba berkali-kali berkutat di ruangan dingin itu, untuk membuka sandi pada ponsel Mike dan terus-menerus gagal. 

"Berpikir-berpikir-berpikir-" pikirnya mencoba menguras otaknya sendiri. Emi terus mengingat apa pun yang berhubungan dengan Mike, apa yang dia suka dan apa hal penting yang sekiranya akan pria itu pakai untuk mengunci ponselnya. 

12.24.23

Emi terperangah bangga seolah mendapat lotre, saat memasukkan tanggal pernikahan mereka pada sandi tersebut. Berhasil?! ponselnya terbuka. 

Sempat merasa bangga dan tersanjung atas hal itu, sebelum Emi akhirnya mengingat bahwa hari itu juga merupakan kelahiran anak haramnya. Persetan. 

Emi membuka ponsel miliknya, mencoba mengirimkan aplikasi pelacak untuk menyadap ponsel Mike—yang baru saja ia beli melalui situs penjual spyware pagi tadi.

Emi menunggu dengan gelisah dan tak sabar saat ponsel Mike mulai menginstal aplikasi tersebut. Nafasnya menderu dan jari kakinya tak bisa berhenti bergerak-gerak.

"Emi?" Suara Mike muncul dibalik punggung Emi. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status