Noah sampai di Bandara Internasional. Sudah setahun Noah tidak menginjakkan kaki di Indonesia. Terakhir kali yaitu saat dia memutuskan untuk pergi meninggalkan anak dan istrinya. Kini, dia datang dengan status yang berbeda- mantan suami Cia.
Noah menghentikan taksi. Memasukkan barang-barangnya ke bagasi. Saat masuk Noah bingung ke mana yang harus ditujunya.“Fransia Park, Pak.” Satu tempat yang menjadi tujuan Noah. Dia yang masih memiliki access card di sana berharap tempat itu bisa ditempatinya kembali.Taksi melaju membelah kemacetan ibu kota yang menjadi biasa. Noah melihat ke arah luar. Melihat bangunan-bangunan yang berjajar. Saat melihat ke arah luar, pikirannya tertuju pada Lora. Memikirkan bagaimana cara bertemu dengan Lora.Tanpa terasa taksi sampai. Noah turun dan dibantu oleh supir taksi menurunkan kopernya. Noah memandangi gedung yang berada di depannya. Langkahnya diayunkan menuju ke tower B-tempat unit aparteme“Daddy.” Lora yang terbangun langsung mencari daddy-nya. Namun, yang ada di sampingnya hanya sang mommy saja. Hal itu membuatnya menangis. Cia yang mendengar suara tangis membuatnya membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah sang anak yang menangis. “Kenapa Sayang?” Cia yang melihat sang anak menangis langsung bangun dan membelai lembut rambut anaknya. “Daddy pelgi.” Lora menangis dalam sesenggukan. “Kata siapa Daddy pergi? Daddy tidur di kamar sebelah.” Mendengar hal itu Lora langsung berangsur turun dari tempat tidur. Berlari ke kamar sebelah. Cia yang melihat pemandangan itu, berpikir jika keputusannya benar. “Jika kamu tidak mengizinkan tidak apa-apa. Aku akan cari hotel di dekat sini saja.”Cia memandang Noah. “Tidurlah di sini.” Cia sadar Lora sedang ingin sekali dekat dengan daddy-nya. Jadi tidak ada salahnya jika membiarkan Noah untuk tinggal di apartemen.
Noah melihat wajahnya dari pantulan cermin. Dilihatnya kini wajahnya jauh lebih bersih dari sebelumnya. Cia benar-benar mencukur dengan benar. Walaupun sempat harus berhenti karena Lora yang tak henti menggoda. Saat sedang sibuk memandangi wajahnya, terlihat Cia yang sedang keluar dari kamarnya. Pandangan Noah pun beralih pada mantan istrinya itu. “Apa Lora sudah tidur?” tanyanya. “Sudah.” Seperti biasa Cia menidurkan anaknya terlebih dahulu sebelum ke toko. Namun, kali ini dia tidak akan pergi ke toko karena anaknya minta untuk jalan-jalan ke mal bersama dengan daddy-nya. Noah menganggukkan kepalanya, sambil masih melihat pantulan dari wajahnya. Mengecek kembali siapa tahu masih ada sisa yang terlewatkan. “Berapa lama kamu tidak mencukurnya?” Cia yang memerhatikan Noah pun tergerak untuk bertanya. Seraya mendudukkan tubuhnya di samping Noah.Mendapati pertanyaan itu, Noah mengalihkan pandangan.
Noah membawa papa dan adiknya ke apartemen. Noah menjelaskan pada papanya jika sementara mereka tinggal di apartemen mengingat toko kue Cia dekat dengan apartemen. Noah membuat papanya tidak curiga sama sekali dengan apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua. Di apartemen, Cia sudah menunggu mereka semua. Saat papa mertuanya datang, dia menyambut dengan ramah. “Apa kabarmu?” tanya Darwin.“Baik, Pa.” Cia tersenyum. Di samping Darwin berdiri seorang pria yang belum pernah Cia temui. Dia merasa heran siapa pria itu. “Hai, Kak.” Rylan melambaikan tangan pada Cia. Senymnya sumringah sekali. “Hai.” Cia masih bingung. Dia pun memilih mengalihkan pandangan pada Noah untuk mencari tahu jawabannya. “Dia adikku.” Noah yang mengerti sorot mata istrinya pun menjawab. “Hai, Kak, aku Rylan.” Rylan mengulurkan tangannya. “Hai, aku Cia.” Walaupun masih bingung dengan kehadir
Noah dan Cia mengantarkan Darwin, Rylan, dan Lora lebih dulu ke apartemen. Setelah itu mereka baru pergi. Noah berniat untuk ke kantor bertemu dengan Papa Felix, sedangkan Cia sedang ada urusan. “Aku akan turun di halte itu saja. Setelah itu aku akan naik taksi.”“Aku akan mengantarmu, kenapa harus naik taksi?” Noah merasa aneh dengan permintaan Cia. “Tidak, aku akan naik taksi saja.” Apa yang dilakukan Cia benar-benar membuat Noah curiga. Ada yang disembunyikan Cia, hingga membuatnya tidak mau diantar. “Baiklah.” Noah memilih untuk membiarkan Cia untuk naik taksi, seperti yang diinginkannya. Cia melepas sabuk pengamannya dan kemudian turun dari mobil. Tepat di depan mobil yang dibawa Noah, dia menghentikan taksi. Masuk ke dalam dan meminta supir untuk melajukan mobilnya. Noah yang penasaran dengan yang dilakukan Cia pun memilih untuk mengikuti dari belakang. Mobil melaju terus mengikuti taksi di depan. Hingga akhirnya Noah melihat taksi menuju
Rylan dan papa Felix yang menunggu di luar memilih untuk menikmati secangkir kopi di kafe Rumah sakit. Keadaan Darwin yang sudah jauh lebih baik, membuat mereka jauh lebih tenang. “Jadi Kak Noah dan Kak Cia benar sudah bercerai, Pak.” Rylan terlalu penasaran dengan kehidupan kakaknya. Kemarin, dia melihat dua orang itu begitu mesra dan bagaimana bisa mereka bercerai. “Iya, mereka memutuskan bercerai setahun yang lalu.” “Kenapa?” Felix tidak punya kapasitas untuk menjawab. Terlebih lagi ini terlalu sensitif. “Tanyakan pada kakakmu saja. Biar dia menjelaskan.” “Baiklah.” “Papa Felix.” Ketika mereka berdua sedang menikmati kopi. Suara memanggil nama Papa Felix terdengar. Papa Felix mencari sumber suara. Mencari siapa yang memanggilnya. “Al.” Papa Felix melihat Al, Shera, dan Retta yang menghampirinya. “Pap
Suara telepon yang berdering seketika mengganggu Noah dan Cia yang sedang mengobrol. Mereka sedang asyik membahas tentang apa yang berada di masa lalu. Meluruskan apa yang terjadi di masa lalu. Ponsel yang meraung-raung tanpa henti, akhirnya membuat Noah menghentikan obrolan mereka. Beralih untuk melihat siapa yang menghubungi. Saat Noah melihat ponselnya, dia melihat jika adiknya yang menghubungi. “Kenapa?” Noah kesal sekali. Dia belum puas menikmati waktu bersama dengan istrinya. “Kalian masih lama? Aku bosan di sini.” “Astaga, aku baru saja pulang, kenapa kamu tanya aku lama tidak?” Noah kesal sekali. Padahal jelas-jelas dia ingin menikmati waktu bersama dengan istrinya.“Iya, tapi aku bosan di sini.” “Baik-baiklah. Aku akan segera ke sana.” Noah mematikan sambungan teleponnya. “Sebaiknya kita segera ke Rumah sakit saja.” Cia yang mendengar obrolan kakak dan adik pun merasa jika harus segera pergi ke Rumah sakit. “Tapi, aku belum puas m
Cia memilih pulang ke rumah sesuai dengan permintaan papanya. Meninggalkan Noah sendiri di Rumah sakit. Sampai di rumah dia tidak menemukan anaknya. Saat menanyakan pada mamanya, dia mendapati jika anaknya sedang ke rumah Al bersama Rylan. Cia pun menghampiri ke rumah Al yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya. Rylan menemani Lora bermain. Dia beralasan jika ingin bertemu dengan kakak-kakaknya-Rigel dan Anka. Kebetulan kakak kembarnya itu tidak sekolah hari ini, karena nenek mereka yang sakit dan memilih izin beberapa hari. “Lola, ini masak dulu bulgelnya.” Anka yang umurnya beda dengan Lora satu tahun itu asyik membuat main masak-masakan dengan Lora. Di saat para gadis cilik memasak, Rigel kebagian mencicip makanan yang dibuat. Pemandangan permainan itu, membuat Rylan dan Retta tersenyum. Retta sesekali-kali ikut menimpali pembicaraan dua gadis kecil itu. “Kamu sepertinya sangat suka dengan anak kec
Kebahagiaan kini menyelimuti hati Noah dan Cia setelah mereka menjelaskan kepada orang tua mereka. Jadi tidak ada kesalahpahaman lagi di antara mereka. Walaupun sempat ada kerikil kecil yang menghampiri, sekarang mereka sudah melaluinya dengan baik. Pernikahan memang tak selalu manis. Selalu saja ada ujian yang menghampiri. Namun, semua datang untuk mengantarkan pada kebaikan.“Apa yang ingin kamu lakukan setelah kita bersama?” Cia yang membelai lembut rambut Lora yang sedang tertidur lelap. Lora yang berada di tengah-tengah membuat jarak di antara mereka berdua. “Aku ingin banyak menghabiskan waktu dengan kalian.” Noah memandang Cia, kemudian beralih pada Lora yang sedang pulas tertidur. Sudah cukup waktu yang dibuang sia-sia dan kini dia tidak mau sampai kehilangan lagi. Cia tersenyum. Memang benar adanya. Jika mereka harus menghabiskan waktu mengingat jika mereka sudah kehilangan banyak waktu. “Kita akan mulai dari awa