Setelah dua hari selama akhir pekan lalu menetap di South East menemani Kyra, Richard kembali ke Midtwon untuk menjalankan aktivitasnya di kota itu. Sebagai anak tunggal dari Keluarga Parker, tentu saja bukan hal aneh jika Richard dilimpahi tanggung jawab atas keberlangsungan perusahaan milik sang ayah.
“Kau sudah pulang, Nak?” Nyonya Parker menyapa kedatangan Richard di rumah mereka.
Laki-laki itu hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan sang ibu.
“Sudah sarapan?” tanya Nyonya Parker lagi.
Richard kembali memberi jawaban berupa anggukan. Sebelum kembali ke Midtown, Richard lebih dulu menikmati makan paginya bersama Kyra.
“Rich!” seru Tuan Parker memanggil dari ruang keluarga.
“Iya, Ayah?” sahut Richard sambil menoleh ke arah laki-laki itu.
“Bisa ikut ayah sebentar? Ada yang perlu ayah bicarakan denganmu.” Tuan Parker tidak menunggu persetujuan dari Richard meskipun d
“Halo, Rich!” sapa sebuah suara melalui panggilan telepon.Richard menyalakan pelantang suara pada layar telepon genggam dan membiarkannya tergeletak di atas meja. Suara si penelepon menggema di ruang kerja berukuran 3 X 3 meter persegi tersebut. Sementara itu, kedua tangan Richard sibuk membolak-balik berkas yang sedang diperiksa olehnya.“Kau sedang di mana, Rich?” Suara yang sama kembali terdengar.“Di kantor.” Richard menjawab dengan singkat.Ada jeda beberapa saat. Baik Richard maupun wanita di seberang sambungan telepon itu sama-sama terdiam. Kedua manik mata Richard terus saja sibuk bergulir dari kiri ke kanan untuk membaca setiap kalimat yang tertera pada lembaran kontrak kerja.“Kapan kau akan pulang ke rumah, Rich?” tanya si penelepon lagi.Richard tidak langsung menjawab. Ada ragu yang menyelusup dalam dada dan itu membuatnya enggan untuk memberikan janji tanpa kepastian atas pertany
Ponsel Richard berdering untuk yang ke sekian kali. Semula dia sempat mengabaikan panggilan yang masuk berurut-turut itu. Akan tetapi, kali ini Richard serta-merta menggeser ikon gagang telepon berwarna hijau untuk menerimanya. “Halo, Sayang!” sapa Richard dengan suara riang. Meskipun penat tengah menyerang, nyatanya mendengar suara wanita terkasihnya bisa menjadi suntikan semangat bagi Richard. “Eum ....” Kyra terdengar ragu-ragu untuk berbicara. “Apa terjadi sesuatu?” tebak Richard, keraguan Kyra sering kali menjadi pertanda akan hal yang kurang baik. “Tidak ada,” jawab Kyra lugas. “Lalu?” “Hanya rindu,” ucap Kyra dengan suara lirih. Richard tersenyum, penatnya musnah bersama pengakuan Kyra yang manis barusan. Selama ini, Richard yang sering kali mengumbar kata cinta juga rindu, sedangkan Kyra hanya menimpali kalimat-kalimat yang Richard ucapkan. “Kenapa kau diam?” Kyra merasa diabaikan. “Aku senang karena kau
Bab IXPenolakan Nyonya Amber terhadap dirinya adalah hal yang sangat menyakitkan bagi Kyra. Ditambah lagi, perempuan yang dulu selalu memberikan perlindungan terhadap Kyra, saat ini memilih menghindari tatapannya. Bahkan Nyonya Amber menepis dengan kasar genggaman tangan Kyra.“Ibu ....” Kyra memanggil dengan lirih, sarat akan rasa putus asa. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk meluluhkan hati Nyonya Amber dan mendapatkan satu kata maaf dari perempuan itu. "Kumohon ... jangan seperti ini."Nyonya Amber bergeming, tidak menanggapi panggilan dari Kyra yang nelangsa. Tanpa berminat sedikit pun untuk mengurai kata-kata, Nyonya Amber membawa langkah kakinya pergi dari hadapan Kyra.“Ibu ... maafkan, aku.” Ucapan tulus Kyra tersapu oleh angin, karena dia hanya bisa menatap sendu pada punggung Nyonya Amber yang perlahan-lahan mulai menjauh.Genangan cairan bening di kedua pelupuk mata bulat Kyra, menelan habis hasratnya un
Richard memerlukan waktu setidaknya satu jam untuk menenangkan Kyra. Wanita kesayangan Richard itu tidak berhenti menyalahkan diri sendiri atas perseteruan yang terjadi antara dirinya dengan Nyonya Amber. Meskipun Richard berulang kali mengatakan bahwa itu bukan semata-mata karena kesalahan yang dilakukan oleh Kyra, tetapi tetap saja tangisnya sulit untuk diredakan.“Kau pasti belum makan, ‘kan?” Richard mengurai pelukannya, setelah Kyra tidak lagi berurai air mata. Dan wanita pemilik sepasang mata bulat itu mengangguk lirih.Perasaan sedih membuat Kyra kehilangan napsu makan, dia tidak merasakan lapar sama sekali.“Aku akan memasak untukmu.” Richard mengambil inisiatif untuk beranjak ke dapur.Akan tetapi, Kyra segera menahan langkah Richard. “Biar aku saja,” ucapnya.Richard juga pasti belum makan. Setiap kali datang berkunjung, Richard sengaja mengosongkan perutnya demi bisa menikmati makanan yang dimasa
Richard sangat jarang memeriksa mutasi rekening tabungan yang dia miliki. Akan tetapi, kali ini Richard perlu melakukan itu untuk keperluan administrasi bank dalam transaksi jual beli gedung yang akan dia jadikan kantor perusahaan barunya di North Island.Memiliki beberapa rekening membuat Richard sedikit bingung dan ternyata dia salah mengakses akun. Yang saat ini sedang terpampang di layar komputer jinjingnya adalah catatan kredit dan debit dari rekening lain. Richard memberikan sebuah kartu kredit dan debit kepada Kyra sebagai pegangan. Sebab, Richard melarang wanita terkasihnya tersebut untuk mencari uang sendiri. Richard memenuhi semua kebutuhan Kyra setiap bulan. Apa saja yang Kyra mau, Richard pasti akan berikan. Meskipun Kyra sangat jarang meminta ini dan itu.Kerutan tergurat pada kening Richard setelah membaca deretan angka yang dikirimkan kepada nomor rekening asing. Nominalnya cukup besar dan dilakukan beberapa waktu lalu. Kalau Richard tidak salah ingat, i
Biasanya Kyra tidak mengalami morning sickness seperti perempuan hamil lainnya. Akan tetapi, sejak dua hari yang lalu, perut Kyra selalu bermasalah setiap pagi. Ada saja yang membuat Kyra mengeluh tentang kehamilan yang masih sangat muda itu. Dan Kyra harus melalui semua sendiri, tanpa ada siapa-siapa yang menemani. Kyra juga mendadak ingin menikmati masakan yang dibuat oleh Nyonya Amber.“Sayang … itu mustahil. Minta yang lain saja, ya.” Kyra bernegosiasi dengan janin dalam perutnya yang ditengarai sebagai penyebab datangnya keinginan tiba-tiba itu.Mendatangi Nyonya Amber tidak akan membuat keinginan si jabang bayi menjadi kenyataan. Alih-alih dituruti, bisa jadi Kyra kembali menerima penolakan dari Nyonya Amber seperti pada beberapa kesempatan sebelumnya. Bukankah Nyonya Amber sudah tidak menganggap Kyra sebagai putrinya lagi?Sendu kembali menggantung di kedua pelupuk mata Kyra. Kyra selalu ingin menyerah untuk mendapatkan kata ma
Meskipun Kyra meminta Richard untuk buru-buru sampai di apartemen mereka, dia tetap saja menyempatkan diri untuk mampir ke suatu tempat. Belakangan ini Kyra selalu bercerita tentang keinginannya memakan ini dan itu. Jadi, Richard sengaja singgah sebentar ke toko kue dekat apartemen, untuk membeli beberapa makanan ringan yang diidamkan oleh wanita kesayangannya tersebut.Audi hitam yang Richard kendarai, dia parkirkan di area parkir sebuah toko. Langkah jenjang laki-laki itu terayun memasuki toko tersebut. Aroma manis yang menggugah selera dalam sekejap mata langsung menyapa indera penciuman Richard, begitu pintu toko terbuka lebar.“Selamat datang di toko kami!” seru seorang pegawai perempuan menyapa kedatangan Richard.Laki-laki itu hanya tersenyum sekilas menimpali sapaan ramah si pramuniaga.“Ada yang bisa kami bantu?” Pramuniaga itu dengan sigap menghampiri Richard.Sepasang mata bulat Richard menyisir seisi toko. Bebera
Richard tercengang mendengar ucapan Nyonya Amber. Selama ini Richard mengirimkan uang kepada Nyonya Amber bukan untuk tujuan itu. Tidak terbersit sedikit pun niatan Richard seperti yang Nyonya Amber tuduhkan. Lagi pula, Richard pikir dia tidak akan sanggup jika harus membayar Kyra agar tetap berada di sisinya. Sebab, Kyra terlalu berharga. Tidak bisa diniali dengan mata uang mana pun.“Menyingkir sekarang juga, Tuan Kaya Raya! Apa kau belum cukup puas merebut putri semata wayangku?! Tidak bisakah kau enyah saja?! Bahkan aku akan lebih senang jika kau tidak ada di dunia ini!” Nyonya Amber meluapkan amarahnya.Richard mengalah. Dia tidak mau semakin memperkeruh keadaan dengan melawan wanita yang selalu diliputi emosi setiap kali berhadapan dengannya itu. Jujur saja, Richard tidak tega hati melihat Nyonya Amber hidup kekusahan. Akan tetapi, Richard tahu betul wanita tersebut memiliki perangai yang keras.Hanya ada satu cara untuk membuat Nyonya Amber ma