Dua pasang mata yang sama-sama bulat itu masih saling menatap satu sama lain dalam keheningan. Richard senantiasa menunggu Kyra membuka bibir tebalnya untuk bertutur kata, mengucapkan permohonan yang dia maksud beberapa saat lalu. Meskipun Richard diliputi perasaan was-was, tetapi laki-laki itu berusaha untuk tetap tenang. Richard tidak mau menunjukkan ekspresi gelisah di hadapan Kyra yang juga sedang dilanda gundah akibat perlakuan dan penolakan dari Nyonya Amber.
Sementara itu, Kyra tetap bergeming. Dia membungkam mulut rapat-rapat setelah mengucapkan dua kata terakhir yang sengaja dia beri jeda. Bukan maksud Kyra mengulur-ulur waktu. Dia hanya sedang mempertimbangkan berbagai macam risiko yang akan terjadi jika keinginan terpendamnya selama ini diungkapkan sekarang juga.
Beberapa hal bisa saja terjadi kepada hubungan Richard dan Kyra. Kemungkinan paling buruk yang Kyra dapatkan adalah kehilangan Richard, meskipun dia sangat tahu bahwa Richard tidak akan mungkin melepaskannya dengan mudah.
“Sayang … katakan saja padaku, apa yang kau inginkan.” Richard mempertahankan senyuman, tatapannya tetap teduh, meskipun dia sedang memupuk harapan bahwa keinginan Kyra bukanlah sesuatu yang sangat dia takutkan selama ini. Sesuatu yang selalu Richard hindari dalam setiap perbincangan mereka berdua.
Sedangkan Kyra menggigit bibir bawahnya. Keraguan jelas sekali tersirat dari tatapan sepasang mata bulat perempuan itu. Dia lantas menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan-lahan.
”Aku hanya ingin … kau memiliki lebih banyak waktu untuk datang mengunjungiku.” Kyra berucap lirih seraya menjatuhkan pandangan, menghindari tatapan mata Richard.
Richard mengembus napas lega. Setidaknya keinginan Kyra itu bukan hal rumit dan memberatkan seperti yang sempat Richard sangka sebelumnya.
“Hanya itu?” Richard bertanya untuk memastikan dan Kyra menjawabnya dengan anggukan.
Senyuman terukir manis pada wajah Richard, menambah kadar ketampanannya. Ketakutan Richard seketika hilang bersama pinta sederhana yang Kyra ucapkan. Seharusnya memang sangat sederhana, hanya meluangkan lebih banyak waktu untuk Kyra. Akan tetapi, kadang kala, kenyataan yang terjadi menjadi begitu rumit untuk disederhanakan.
Tangan kanan Richard lantas menggenggam jemari mungil Kyra. Sedangkan tangan kirinya meraih dagu perempuan itu dan perlahan-lahan membuatnya kembali mendongak untuk mempertemukan tatap mereka berdua.
“Sayang ….” Selalu selembut itu Richard ketika berbicara kepada Kyra. “Kumohon bersabar sebentar lagi,” pinta Richard kemudian.
Sepasang mata bulat kepunyaan Kyra mengerjap tidak mengerti. ‘Apa yang harus kutunggu? Tidak mungkin Richard akan melakukan hal itu, bukan?’
Kyra menerka-nerka maksud dari ucapan Richard. Kyra sangat mempercayai laki-laki itu. Richard selalu berusaha mewujudkan apa saja yang dia ucapkan. Selama mereka menjalin hubungan, Richard hanya pernah satu kali terlambat untuk menepati perkataannya.
Senyuman Richard kembali terulas. Laki-laki itu seolah-olah tahu dapat menebak apa yang sedang dipikirkan oleh perempuan terkasihnya tersebut. Richard lantas mengurai cerita tentang maksud dari ucapannya tadi.
“Aku sedang bersiap-siap untuk merintis bisnisku sendiri. Rencananya aku akan menempatkan kantor pusat dari usahaku itu di North Island. Dengan begitu, aku bisa memiliki alasan untuk keluar dari perusahaan ayah di Midtown. Setelah semua persiapan selesai, aku akan segera membawamu pindah ke North Island,” ungkap Richard dengan kedua mata berbinar.
Kyra menatap Richard, tidak ada sedikit pun keraguan yang tersirat pada wajah laki-laki itu. Kyra lantas menyunggingkan senyuman kaku. Meskipun apa yang Richard rencanakan sangat jauh berbeda dengan harapan Kyra, dia turut berbahagia untuk lelaki terkasihnya.
”Jadi … kita akan pindah dari sini?” tanya Kyra memastikan.
Richard menganggukkan kepala penuh keyakinan. Hal itu justru menimbulkan guratan cemas pada raut wajah Kyra. Bukan tidak senang dengan keputusan Richard, Kyra hanya merasa sedikit sangsi. Pindah dari South East sama saja melangkah lebih jauh dari Nyonya Amber. Sedangkan Kyra masih menyimpan harapan untuk bisa memperbaiki hubungan dengan ibunya suatu saat nanti.
“Apa kau tidak senang?” Richard menyimpulkan itu setelah melihat kecemasan yang begitu kentara pada paras ayu Kyra.
Gelengan kecil menjadi jawaban Kyra atas pertanyaan Richard. “Bukan begitu. AKu tentu saja senang. Aku tahu kau sudah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik. Aku … akan mendukungmu.”
Richard menangkup pipi Kyra dengan kedua telapak tangan. “Aku akan berusaha untuk selalu membuatmu bahagia. Kumohon jangan terlalu memikirkan banyak hal. Aku khawatir nanti akan berpengaruh kepada bayi kita,” ucapnya.
Elusan lembut Richard usapkan pada perut Kyra yang masih sangat rata.
“Aku pernah mendengar kalau secara psikologi, janin dalam kandungan sudah bisa merasakan emosi dari ibu yang mengandungnya. Bagaimana kondisi ibu sejak masa kehamilan dapat mempengaruhi pembawaan bayi hingga dewasa kelak. Jadi … kumohon jangan mencemaskan apa-apa lagi. Kita akan melewati semua hal bersama-sama. Apa pun itu.” Richard berucap panjang lebar.
Garis bibir Kyra serta-merta melengkung ke atas. Richard benar. Kyra tidaak seharusnya berlarut-larut dalam keterpurukan dan memikirkan banyak hal yang membuat isi kepalanya menjadi rumit. Mulai sekarang Kyra memutuskan untuk selalu bahagia agar janin dalam rahimnya pun tumbuh menjadi bayi yang bahagia.
”Richard …,” panggil Kyra lirih.
“Hm?” Richard menyahut dengan lembut.
Tatapan teduh yang berasal dari sepasang mata bulat Richard adalah salah satu bagian favorit Kyra pada laki-laki itu. Hal yang membuat Kyra terjatuh dalam pesona Richard, sejak pertemuan pertama mereka, dulu sekali.
“Apa ada hal lain yang masih mengganggu pikiranmu, Sayang?” Tebak Richard.
Kyra menggeleng gamang. Tebakan Richard tidak sepenuhnya salah.
“Sayang ... jangan memendam apa pun sendirian. Sudah kubilang, bukan? Kita akan melewati apa pun bersama-sama. Aku akan selalu ada bersamamu, Sayang.” Richard mengusap-usap punggung tangan Kyra.
“Apa kau benar-benar mencintaiku?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir tebal Kyra.
Richard mengulas senyuman. Dia tahu betul bahwa seribu satu kata tidak akan pernah cukup untuk membuat Kyra yakin pada kesungguhannya. Richard berusaha memahami keraguan yang Kyra rasakan. Jarak di antara mereka berdua serta berbagai macam hal yang menghalangi, tidak ayal menerbitkan perasaan tidak percaya. Meskipun Richard mengupayakan banyak cara untuk menunjukkan keseriusaan serta ketulusan hatinya.
“Kalau aku tidak mencintaimu, mana mungkin aku di sini bersamamu, Sayang,” timpal Richard.
Laki-laki itu kemudian membawa tubuh mungil Kyra ke dalam dekapan erat. Entah harus dengan cara apa lagi Richard meyakinkan Kyra, bahwa dia adalah satu-satunya wanita yang Richard cintai.
“Aku mencintaimu, Sayang. Kau adalah pemilik hatiku sejak dulu. Tidak akan pernah berubah. Hari ini, esok dan selamanya,” imbuh Richard tanpa ragu.
Kyra terdiam dalam dekapan hangat yang Richard berikan. Meskipun banyak kata cinta yang Richard ucapkan, serta limpahan perhatian yang laki-laki itu lakukan, ada kalanya ragu menyapa hati Kyra tiba-tiba.
”Kalau bukan karena kita saling mencintai, mana mungkin kita bisa bertahan sampai sejauh ini, bukan?”
-To be continued-
*Selamat membaca*Richard sedang duduk memangku Cavero sambil menunggu Kyra yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Bocah lelaki pemilik tubuh gempal di pangkuan Richard tersebut sedang dalam masa aktif. Cavero tidak mau diam sedikit pun. Bibir tebal si bayi terus berceloteh meski tanpa arti yang jelas.“Nananana … “ Cavero menepuk - nepuk kedua tangan, sekali - sekali liurnya menetesi lengan Richard yang melingkari perut gembul itu.“Jagoan Ayah semangat sekali.” Richard terus bersikap siaga untuk menjaga supaya bocah lelaki kesayangannya itu tidak jatuh dari pangkuan.“Sama seperti ayahnya, Cavero tidak mau diam,” sahut Kyra tanpa menoleh ke arah Richard dan Cavero. Tangan Kyra masih fokus menuang bubur ke dalam mangkuk.Beberapa detik setelah itu, langkah pendek- pendek Kyra terdengar mendekat ke arah meja makan, tempat di mana dua lelaki kesayangan
*Selamat membaca*Cavero adalah anugerah terindah yang hadir menyempurnakan kehidupan Kyra. Sejak kehadiran Cavero dalam rahim Kyra, keadaan menjadi lebih baik secara perlahan-lahan. Hubungan Nyonya Amber dan Richard saat ini pun sudah seperti pasangan ibu mertua dan anak menantu pada umumnya. Richard tidak lagi menyebut Nyonya Amber dengan sebutan ‘Nyonya’. Nyonya Amberjuga
Butuh waktu selama lima hari untuk pemulihan bagi Kyra setelah melakukan prosedur operasi sesar di rumah sakit. Akhirnya, Kyra dan bayi mungil berjenis kelamin laki-laki itu diizinkan pulang oleh dokter. Richard tentu saja merasa senang bukan main, dia bahkan mengabaikan semua urusan di perusahaan, baik milik Tuan Parker maupun miliknya sendiri. Richard mengalihkan seluruh tanggung jawab dan tugas penting kepada Calvin. Richard sudah mempersiapkan berbagai macam alibi untuk tinggal lebih lama di North Island. Kelahiran bayi pertamanya dengan Kyra, tentu saja patut untuk dirayakan. Richard ingin selalu bersama dua orang tersayangnya itu. ”Rich … “ Kyra memanggil Richard dengan suara lirih. “Hm?” Richard menyahut tanpa mengalihkan perhatian pada bayi laki-lakinya. “Apa tidak masalah?” tanya Kyra tiba-tiba. “Apanya?” Richard kali ini menatap Kyra dan balik bertanya. “Kau terlalu lama meninggalkan Midtown. Bagaimana dengan pekerjaanm
Kyra meringis lirih seraya bergerak tertatih menuju ke arah kamar mandi. Belakangan ini dia sering mengalami kontraksi palsu, di mana perutnya begitu terasa melilit dengan dorongan mengejan, tetapi yang terjadi ternyata hanya desakan untuk membuang air dalam kemih.“Ibu!” Kyra memekik dari dalam kamar mandi.Nyonya Amber segera menghampiri dan membuka pintu kamar mandi yang sengaja tidak dikunci. Wanita itu menjadi sedikit panik ketika air ketuban tampak membasahi kedua paha bagian dalam Kyra.Bibi Juni yang ikut menghampiri, segera tanggap memanggil sopir yang Richard sediakan untuk berjaga jika hal darurat semacam ini terjadi. Ketiga orang tersebut kemudian membawa Kyra ke rumah sakit terdekat. Mereka yakin sudah waktunya Kyra untuk melahirkan.Sementara itu di Midtown, Richard sedang bersiap untuk bertemu klien setelah makan siang, tetapi pikirannya mulai resah karena pesan teks yang dia kirimkan sejak pagi tadi belum kunjung mendapatkan ba
Mendekati hari persalinan, Richard semakin protektif kepada Kyra. Ketika sedang berada jauh di Midtwon, lelaki itu akan menghubungi Kyra melalui panggilan video, hampir setiap tiga puluh menit satu kali. Jangan lupakan pesan singkat yang dikirim nyaris tanpa jeda. Bahkan, ketika Richard sedang dalam rapat direksi sekalipun.Nyonya Amber juga tidak kalah protektif dari Richard. Kyra tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apa pun di rumah. Bahkan, hanya sekadar membersihkan debu di meja makan. Apalagi melakukan hobinya memasak di dapur, Nyonya Amber melarang Kyra.
Kyra patut bersyukur atas kehamilannya saat ini. Meskipun semula Kyra ragu dan mengkhawatirkan perihal kehadiran sang jabang bayi, sekarang itu menjadi anugerah terindah dalam hidupnya. Selain Nyonya Amber yang bersedia membuka pintu maaf bagi Kyra, kini hubungan sang ibu dengan Richard pun perlahan-lahan mulai membaik.Awalnya Nyonya Amber memilih pulang ke South East setiap Richard berkunjung, seperti kesepakatan yang mereka buat, tetapi lama kelamaan Nyonya Amber mulai terbiasa menerima keberadaan Richard. Dan tidak lagi keberatan tinggal di bawah atap yang sama dengan si anak konglomerat.Senyum manis tersemat di bibir Kyra ketika melihat dua orang yang dicintainya itu bahu membahu menghias kamar si jabang bayi. Sekali-sekali Richard dan Nyonya Amber akan beradu argumen jika tidak menemukan kesepahaman. Seperti saat ini, Nyonya Amber ingin kamar bayi dicat warna biru, sedangkan Richard mengusulkan merah muda saja.“Biru lebih netral. Bisa untuk bayi pe