Share

Bab 6

P u t r i k u H a m i l di U s i a 13 T a h u n Part6

Penulis: Nurliani Damanik

Mbak Yuni membuatkan kopi panas pada mas Yusuf.

"Minumlah dulu habibi, kau belum ada istirahat sejak tadi malam berkendara." Ucap mbak Yuni pada mas Yusuf, suaminya itu.

Mas Yusuf mengangguk dan perlahan meminum kopinya.

Sedangkan mas Bara bergantih pakaian. Yang di pakainya pun baju mas Yusuf yang tadi di pinjamkan mbak Yuni.

"Sudah siap?." Tanya mas Yusuf pada Tika yang baru saja berganti pakaian.

"Sudah paman." Ucap nya pelan.

"Mbak, saya titip Bian lagi ya mbak. Do'akan kami agar menemukan petunjuk nanti nya." Ucapku pada mbak Yuni.

Mbak Yuni hanya mengangguk.

Ku lihat putra bungsu ku Bian yang masih tertidur pulas di tikar karpet ruang tengah.

"Ayo mas." Ucap mas Bara setelah selesai berganti pakaian.

Walaupun jarak rumah kami hanya sekitar 1 kilometer, kami enggan pulang ke rumah untuk berganti pakaian. Oleh karena itu, kami meminjam baju mas Yusuf dan mbak Yuni saat di sini.

Kami hendak pamit pada mbak Yuni.

Aku beriringan dengan Tika berjalan keluar pintu rumah, di depan kami mas Yusuf dan suamiku.

Sekarang ini masih jam 6 pagi, kami hendak ke kampung sebelah mencari rumah lelaki itu sebelum ia berangkat sekolah, agar masalah ini bisa di selesaikan secara kekeluargaan.

Saat hendak masuk ke dalam mobil mas Yusuf, tiba-tiba datang beberapa warga ke depan gerbang rumah mbak Yuni.

"Ada apa ya kok rame-rame?." ucap mas Yusuf heran saat hendak membuka pintu mobil.

"Usir dia!!!."

"Membuat nama kampung ini tercemar!!!"

"Usir pezina itu!!!"

Semua warga yang datang berteriak-teriak.

Apa yang sedang mereka lakukan. Aku ketakutan saat melihat salah satu memukuli gerbang rumah mbak Yuni dengan balok besar.

"Astaghfirullahalazim... Ada apa bapak-bapak ibu-ibu?." Tanya mas Yusuf berlari kecil menghampiri khalayak.

"Kami ingin anak dari Bara dan Aina itu di hukum rajam, setuju semuanya?." Ucap salah satu dari mereka dengan wajah bengis dan merah padam.

"Setuju... Setuju..." Semua berteriak.

"Ya Allah, darimana mereka tahu aib Tika ini?."

Aku ketakutan setengah mati, pun begitu dengan mas Bara yang menatap ku khawatir.

Sedangkan Tika dengan erat memeluk tangan ku.

"Ibu... Tika takut ibu" ucap nya pelan mendongak ke atas melihat ku dengan mata berkaca-kaca.

Aku hanya diam, karna jujur , aku juga sangat ketakutan.

"Tenang bapak ibu, jangan seperti ini." Ucap mas Yusuf menenangkan mereka.

"Ustadz selalu berdakwah jangan berzina, tapi keponakan ustadz saja melakukan dosa itu. Jangan membela nya karna dia saudara ustadz, dong." Teriak ibu-ibu berbadan besar sambil mengipasi wajah nya.

"Mohon sabar dulu bapak ibu, kam--."

"Kami tidak butuh lagi alasan ustadz, tadi malam saya berniat mengantar rantangan pada buk Yuni, saya tidak sengaja mendengar obrolan buk Yuni dan Aina, bahwa anak itu hamil karna berzina. " Ucap salah satu ibu-ibu momotong ucapan mas Yusuf sambil menunjuk Tika yang ada di pelukan lengan ku.

"Udah, ayo masuk saja. Seret anak itu!." Ucap salah seorang dari mereka.

Aku menggeleng melihat ke arah mereka.

Dengan liar mereka memaksa membuka gerbang dari celah tiang besi.

"Tarik diaaa!!!" Ucap salah satu orang saat berhasil menerobos gerbang rumah mbak Yuni.

Mas Bara lekas berlari menghalangi mereka pun begitu dengan mas Yusuf. Kami perlahan mundur dan hendak lari masuk ke dalam rumah mbak Yuni yang sudah menutup pintu sejak kami hendak berangkat tadi.

"Sini kamu!!!"

Pertahanan jebol.

Tika anak ku di tarik paksa keluar gerbang.

"Lepaskan... Lepaskan anak ku!." Teriakku berusaha meraih tangan Tika.

"Ibu...ibuu.. Tolong Tika.. ayahhhh tolooongg..!" Ucap Tika saat di tarik dengan keras.

Mbak Yuni keluar dari rumah karna mendengar keributan, di tangan nya sedang menggendong Bian anak bungsu ku yang mungkin baru saja bangun.

Ku lihat ekspresi kaget mbak Yuni.

"Mbakkk... Tolong mbak... Tika di arak warga" ucap ku histeris meremas dada.

"Ya Allah..." Ucap mbak Yuni sambil menggeleng melihat Tika sudah di tarik keluar gerbang rumah mbak Yuni.

"Rajam diaaaa!!!" Ucap bapak-bapak itu.

"Tidaakk,, jangan." Teriak Tika menangis.

Ada salah seorang wanita, menarik paksa jilbab yang Tika kenakan, tersibak lah rambut hitam dan panjang Tika.

Mereka menarik pakaian yang Tika pakai sampai bahu nya terlihat karna robek. Tika menunduk sambil berusaha menutupi nya dengan telapak tangan nya.

Aku tersungkur melihat putri ku yang selalu menutup aurat di khalayak ramai, kini habis di permalukan.

Apakah tidak ada hati nurani mereka? Tika anak ku masih kecil, dia masih punya cukup waktu untuk berubah dan bertobat.

"Ya Allah, Tikaaaa" aku berteriak mendekat ke anak ku.

Ada ibu-ibu yang mencegah dan menahan ku.

"Lempar diaaaa!"

"Rajam diaaa!!!."

"Buuubb!!!!" Satu batu terlempar ke arah Tika mengenai punggung nya.

"Aaaaahhhh, sakit. Ibuuuuu.... Ibu tolong Tikaaaa. Ayahhh..." Tika berteriak kesakitan meminta tolong pada kami.

"Buuubbb... Buuuub..."

Banyak batu terlempar ke arah Tika. Mengenai kaki, tangan, wajah dan tubuh Tika.

"Ampun... Sakiiitt..." Ucap nya menangis.

Begitu kecil nya tubuh itu.

Mbak Yuni terduduk menangis sambil memangku Bian. Sedangkan mas Yusuf dan mas Bara di tahan dan di pegangi beberapa warga agar tidak bisa menyelamatkan Tika anak ku.

"Ya Allah Tika, dia masih kecil bapak ibuuuu... Dia masih sangat kecil..." Aku menangis mengiba sekuat tenaga.

"Tolong jangan lakukan itu, tolong jangan sakiti anak sayaaa" ucap mas Bara menangis tersiksa melihat Tika tersungkur di hadapan banyak orang.

"Dia harus m4ti. Dia harus di lempar sampai mati!!!" Ucap mereka pada mas Bara.

Bian anak ku menggeliat dari pangkuan mbak Yuni dan mendekat ke arah ku yang di pegang dan di tahan.

"Ibuuuuu, kakak Tika kok di lempar? Kak Tika kenapa buk?" Ucap Bian heran menatap banyak orang.

"Jangan lempar kakak ku!" Bian menunjuk-nunjuk wajah para warga.

Dia masih terlalu kecil melihat peristiwa ini.

Namun, orang-orang tak berperasaan itu tidak memperdulikan teriakan kami.

"Lempar diaa!!!" Teriak mereka lagi.

"Jangaaaaannn, saya mohon jangan sakiti anak saya. Anak saya masih kecil bapak ibuuu." aku berteriak.

Mereka melempari Tika.

Berkali-kali...

Aku menangis berusaha melepaskan tahanan tangan ibu-ibu yang menahan ku.

"Tikaaa, anak kuuuu" aku berteriak sekencang mungkin.

"Ampuuun... Sakit... Sakit..." Ucap Tika tersungkur menahan sakit.

Ku lihat badan nya merah-merah bahkan berdarah.

Betapa kejam nya mereka. Tangisan anak ku Tika yang masih kecil tak mereka pedulikan.

"Ya Allah..."

Ku lihat mas Bara dengan wajah merah menggeliat dari pegangan warga dan mendorong warga itu.

Mas Bara terlepas...

Mas Bara berlari ke arah Tika.

Mas Bara memeluk Tika dengan menunduk.

"Ayah di sini Tika.. ayah disini nak, ayak akan melindungi kamu anak ku. Buah hati ku..." ucap mas Bara menangis.

"Allahuakbarrrrr.... Allahuakbarrrrr..." Ucap mas Bara menangis saat satu persatu batu terlempar dan mengenai tubuh nya.

Ia memejamkan mata menahan sakit.

Begitu pilu kudengar suara takbir yang keluar dari mulut mas Bara.

Aku menggeleng , badan ku bergetar melihat pemandangan sadis yang ada di hadapan mata ku.

Mbak Yuni histeris.

"Tolong hentikan!, Tolong hentikaaaannn" ucap mbak Yuni.

Warga melempari mas Bara dengan batu yang menunduk memeluk Tika.

Dengan erat mas Bara memeluk nya agar tidak kena lemparan batu.

"Ya Allah... Apa harus begini supaya dapat ampun darimu..." Aku menggeleng kepala berucap dalam hati.

Bian menangis berteriak melihat ayah dan kakak nya di lempari batu oleh warga.

"Bapakk... Ibu... Tolong hentikan"Tiba-tiba mereka menghentikan lemparan saat pak RT datang dan berbicara menggunakan TOA.

Kami semua melihat ke arah pak RT.

B E R S A M B U N G...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status