“Flo, kau serius mau berduel dengan Ketua Himmler?” tanya Nikita.“Tentu saja. Tidak ada cara lain selain mengalahkannya,” jawab Flo.“Tapi, Ketua Himmler itu gadis penyihir senior dengan kemampuan sihir api yang mengerikan. Kadet seperti kita tidak akan mungkin bisa mengalahkannya,”Gadis berambut kuncir itu benar-benar mengkhawatirkannya, namun Flo tetap bersikeras untuk menghadapinya.“Tidak apa-apa. Aku sudah cukup banyak berlatih untuk menghadapi hal-hal tak terduga seperti ini. Lagipula walaupun mungkin aku akan diserang habis-habisan olehnya, dia takkan bisa membunuh sesama gadis penyihir Vitania sepertiku,” tuturnya.“Tapi...”“Yah, inilah saatnya bagiku untuk mengalahkannya dan keluar dari neraka ini,” tegas Flo.“...”“Berjuanglah, Flo,”***Pagi hari sekitar pukul 9, mentari menyinari langit Vitania. Tepat di sebuah lapangan yang cukup luas itu, Floria Fresilca akan berhadapan dengan senior sekaligus ketua divisinya, Abigail Himmler untuk mempertaruhkan nasibnya di divisi it
“Oh, jadi begitu alasanmu kenapa bisa masuk Brigade Penyihir?” ucap Alisa.“Ya, begitulah,” jawab Floria sambil kembali menyantap ramennya.“Disatu sisi aku mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu baru. Tapi disisi lain aku tidak bisa menikmati hal itu, apalagi jika harus berurusan dengan orang Karelia yang tidak berdosa," lanjutnya.“Begitu ya,”Mendengar penjelasan dari temannya itu membuat dirinya kembali merenung.“Sudah delapan tahun kita terpisah dan akhirnya kita bisa bertemu lagi, tapi aku tidak menyangka kalau kau harus mendapatkan pengalaman buruk seperti itu. Flo yang malang,” kata Alisa dalam hati.Keduanya nampak terdiam hening. Tak lama berselang terdengar suara dua orang pria yang tengah berbincang dekat tempat makan mereka. Suaranya yang cukup keras itu bisa dengan mudah terdengar oleh keduanya.“Ah, Sullivan-san, bagaimana kelanjutan bisnismu?”“Ya begitulah, Maruyama. Tidak ada yang terlalu spesial,”Pria suku Higashi bernama Maruyama itu nampak sedang berbincang denga
Petang itu mereka kembali ke kediaman mereka di sebuah apartemen sederhana. Flo terlihat tengah menghitung sejumlah koin yang ia punya, sementara itu Alisa hanya berbaring di tempat tidurnya tanpa kembali merangkum informasi apa yang ia dapatkan tadi siang.Flo yang melihat hal tersebut sudah menduga bahwa gadis itu kembali murung setelah mendengar apa yang terjadi di Karelia. Ia pun menghampirinya.“Ehem... Kau tidak merangkum lagi, Alisa?”“...”Berbeda dengan sebelumnya, kali ini dia tidak mau menjawab. Flo berusaha menghiburnya.“Kau masih memikirkan apa yang terjadi pada Frenska dan yang lainnya 'kan?”Alisa nampak sedikit mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Huh, sudah kuduga. Kau terlalu banyak pikiran, Alisa,”Flo pun duduk di kasur tempat Alisa berbaring. Perempuan itu terlihat mengusap-usap rambut Alisa.“Tidak jadi masalah kalau kau memang mengkhawatirkan teman-temanmu. Tapi kau juga harus memperhatikan dirimu sendiri. Jangan sampai dirimu jatuh sakit karena terla
BRUMM BRUMMDengan mengendarai Motosicca, Alisa dan Floria bergegas pulang ke Matrotshaven sekitar pukul 9 pagi dari Kaguyashima. Mereka sempat beristirahat sejenak di Trossbourgh dan Salzyburg sebelum melanjutkan perjalanan mereka kembali ke Selenaberg.“Eh, Flo. Ngomong-ngomong kenapa kita harus kembali ke Matrotshaven? Kita 'kan baru sehari bermalam di Kaguyashima?” tanya Alisa.“Aku tak bisa menjelaskannya sekarang, masalahnya terlalu panjang,” jawab Flo singkat.“Oh, oke,”Mendengar jawaban itu membuat Alisa termenung. Sepertinya dia masih ingin menjelajahi kota itu.Melihat temannya yang murung itu, Floria langsung menghiburnya.“Jangan khawatir. Setelah masalah ini selesai, aku akan kembali mengajakmu berkeliling Vitania. Kita 'kan belum sempat ke ibukota Chekovia 'kan? Nanti kita kesana,” hibur sang teman.“Baiklah,”BRUMMMereka mulai memasuki wilayah hutan pinus di sisi timur Bukit Selenaberg tepat pada sore hari. Itu artinya mereka sudah hampir sampai ke Matrotshaven. Hanya
BRUMM BRUMMBurung-burung berkicau merdu. Langit cukup cerah pada hari ini setelah hujan semalam suntuk kemarin. Hari ini adalah hari yang cocok untuk melakukan aktivitas di luar rumah.Alisa bersama Floria kembali mengendarai Motosicca mereka ke arah selatan melewati pusat Kota Matrotshaven. Namun kali ini bukan untuk berdagang, tetapi untuk bertemu dengan seseorang. Sebenarnya kondisi Flo masih belum pulih pasca pertarungan kemarin, namun ia memaksakan diri karena hari ini ada orang penting yang harus mereka temui.“Flo, emangnya tidak apa-apa kita berangkat sekarang? Kondisimu masih belum stabil, ujarnya sambil sedikit berteriak karena terhalang suara angin saat berkendara.“Sudah tidak apa-apa. Kau tidak perlu khawatir. Aku sudah lebih baik kok sekarang,” jawab Flo.Flo mengendarai Motosicca itu dengan kecepatan yang cukup tinggi.“Oh iya, Alisa. Soal yang kemarin itu, kenapa kau bisa membawaku kembali ke rumah? Kau 'kan tidak bisa mengendarai Motosicca?” tanyanya.“Oh itu, kemarin
BRUMM BRUMMMotosicca yang mereka kendarai sudah pergi sejauh 3 kilometer ke selatan Kota Matrotshaven. Sekarang mereka sudah sampai di sebuah distrik kecil bernama Wilwien. Distrik kecil itu merupakan sebuah kawasan perkebunan yang dikelola oleh masyarakat setempat.Keduanya berkendara di jalanan yang sepi tersebut. Namun kali ini Alisa yang dibonceng oleh Floria di belakangnya hanya termenung lesu. Ia tak mengobrol dengan temannya itu seperti sebelumnya. Hati kecilnya masih merasakan pilu akibat peristiwa mengerikan yang terjadi pada Distrik Falavece tadi siang. Terlebih lagi dirinya harus kehilangan orang yang ia cintai dan ingin dekat padanya.BRUMMTak berselang lama, mereka pun sampai di tempat tujuan mereka, sebuah gubuk kayu kecil berbentuk balok di tengah perkebunan tersebut. Tempat itu terlihat seperti sebuah gudang penyimpanan bersama milik masyarakat desa.“Permisi, kami sudah datang,”Flo membuka pintu kayu itu dan masuk ke dalam bersama Alisa. Ruangan itu sungguh gelap, h
Sejarah mencatat, Hamu Kamina wanita selalu dipandang sebelah mata bila dibandingkan dengan Hamu Kamina pria, terlebih dengan kemampuan fisiknya yang di bawah para lelaki. Mereka selalu dianggap remeh dalam mengerjakan berbagai macam hal selain pekerjaan dapur. Namun hal itu seketika berakhir setelah seorang putri dari pengusaha pertambangan sederhana yang akan menjadi Permaisuri Pertama Archipelahia, Amanda Fatir menemukan sebuah mineral ajaib yang mengubah nasib mereka sepanjang sejarah Kamina.Batu Angke namanya, sebuah mineral unik yang mampu memberikan Hamu Kamina wanita kekuatan yang dahsyat. Dengan mengaktifkan sejumlah organ syaraf yang tak berfungsi optimal pada tubuh seorang Hamu Kamina wanita, batu itu memberikan kekuatan istimewa kepada para wanita untuk mengendalikan ‘Partikel Gaib’ yang ada di alam dan mengubah wujudnya sesuka hati. Dengan kemampuan spesial tersebut, Hamu Kamina wanita kini berada pada derajat yang jauh lebih baik.Pasca kemunculan batu ajaib ini, para il
Diskusi perdamaian yang tengah diusahakan oleh Rikka Gallipolia dan Natsuki Sena dengan Alisa Garbareva dan Floria Fresilca seketika terhenti karena serangan tak terduga dari salah seorang petinggi Brigade Penyihir. Dirinya nampak tak senang dengan adanya pertemuan itu.“Dasar pengkhianat,”“Yah, sudah ketahuan rupanya,” ujar Rikka dengan santainya.“Apa kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan ini sudah keterlaluan? Atau kau sengaja melakukan ini agar menusuk kami dari belakang?” tanya wanita itu.“Hadeh, mana mungkin aku melakukan hal itu terhadap sesama Suku Vitania? Aku ini juga ingin membela kalian loh,” sanggahnya“Lantas kenapa kau melakukan hal ini? Bersekongkol dengan musuh kita adalah sebuah kejahatan besar,” kata wanita itu.“Musuh? Sepertinya kau masih belum mengerti tentang apa yang terjadi dengan kita sebenarnya,” Rikka menyanggahnya lagi.Alisa hanya bisa terdiam mendengar perkataan mereka, khususnya ucapan dari gadis penyihir misterius yang seakan tidak asing baginya