Share

Bab 7

Author: Matahariku
Di titik ini James tidak tahu lagi dia harus marah karena telah dibohongi atau harus marah karena dikecewakan. Betapa syoknya dia menyadari selama ini dirinya telah dibohongi oleh Clara!

“Gimana kamu mau menjelaskan semua ini?” seru James meminta jawaban seraya melemparkan laporan itu ke wajah Clara.

“James, dengar dulu penjelasanku. Ini nggak seperti yang kamu pikirin …,” tutur Clara sambil menarik-narik celana suaminya.

“Pa, pasti Kakak yang nyogok Dokter Joe buat bilang begitu! Masa Papa lupa? Kan Papa pernah mememani Mama ke rumah sakit. Dokter Joe sendiri yang periksa. Waktu itu jelas banget Dokter Joe bilang Mama hamil,” ujar Luna.

“Aku mengaku waktu itu aku terima uang suap dari Bu Clara untuk bikin laporan kehamilan palsu. Kalau bukan berkat Winda yang menyadarkanku, mungkin aku bakal terus berbohong,” kata Joe seraya mengambil sebuah kartu dari saku dan menyerahkannya ke Luna, “Ini uangnya, aku kembalikan ke kalian.”

“Dokter Joe, kita jadi orang harus jujur! Sejak kapan aku pernah kasih Dokter uang suap? Pasti Dokter diancam sama Winda, ‘kan?”

“Kalau mau buktiin laporan ini asli atau palsu, Bu Clara cukup datang ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan sekali lagi. Dari situ semuanya bakal jelas,” kata Joe.

Luna langsung lega mendengar perkataan Joe. Dia dan Clara sudah melakukan persiapan matang demi rencana mereka malam ini. Asalkan mereka ada waktu untuk pergi ke rumah sakit, pasti akan ada dokter yang bisa memberikan kesaksian bahwa Clara benar keguguran. Dengan begitu, mereka akan aman dari tuduhan hamil palsu.

“Nggak usah repot-repot. Biar aku yang periksa nadinya,” ujar salah seorang pria di antara kerumunan itu.

Winda sedikit terkejut ketika melirik ke arah asal suara itu dan melihat orang yang tak asing baginya. Willy? Kenapa dia bisa ada di sini? Apakah itu berarti Hengky juga datang ke acara ini?

Winda menengok ke kiri ke kanan memperhatikan orang-orang yang ada di sekelilingnya, tapi dia tidak menemukan sosok yang familier baginya.

“Percuma, dia nggak datang,” kata Willy yang langsung menghancurkan harapan terakhir Winda.

Benar juga … apa yang Winda harapkan? Mana mungkin Hengky akan datang ke acara semacam ini. Hanya saja ada satu hal yang membuat Winda cukup terkejut. Mata Willy tertuju ke suatu sudut ketika sedang berbicara dengannya.

“Lama nggak jumpa, Om James,” sapa Willy. “Maaf, ya, aku datang tanpa diundang.”

Willy adalah penerus keluarga Handoko di masa depan. Mau sesebal apa pun James kepadanya, dia tidak akan menunjukannya terang-terangan.

“Hahaha, nggak, kok,” balas James.

Sebenarnya Willy mendapat undangan dari James sejak satu minggu yang lalu, tapi dia tidak tertarik menghadiri acara ulang tahun seorang anak yang lahir dari istri simpanan. Kalau bukan karena Hengky yang memintanya datang, dia sendiri tidak akan mau datang.

“Aku belajar ilmu kedokteran. Kemampuanku memang masih nggak seberapa, tapi cuma meraba nadi doang nggak masalah.”

“Oke, maaf, ya, jadi merepotkan.”

“Nggak repot, kok. Aku juga diminta tolong sama orang lain,” kata Willy seraya menatap Winda sekilas, lalu menghampiri Clara dan meraba nadinya.

“Nadinya cukup normal dan bertenaga, nggak ada tanda-tanda keguguran.”

Hasil pemeriksaan Willy dengan telak menyatakan bahwa kehamilan Clara tidaklah benar. Clara pun terduduk lemas di lantai mendengar berbagai macam cibiran yang ditujukan kepadanya.

“Benar-benar nggak habis pikir, ternyata dia separah itu. Berani banget dia sampai malsuin kehamilan! Aktingnya hebat banget!”

“Dari awal dia memang selingkuhan, nggak aneh dia rela berbuat sejauh itu.”

“Kasihan Winda, hampir saja nama baik dia rusak gara-gara cewek penipu ini.”

Kedudukan langsung berubah memihak Winda. Orang-orang yang semula menuduh Winda kini berbalik menuduh Clara dan Luna.

“Kalaupun kehamilannya palsu, tapi kamu beneran dorong Mama dari tangga!” seru Luna yang emosinya sudah tak terkendali lagi.

“Cek saja CCTV.”

Luna sudah memastikan bahwa area tangga tempat Clara terjatuh adalah titik buta yang tidak ter-cover oleh jangkauan CCTV, jadi dia menurut saja apa yang dikatakan oleh Winda.

Manajer hotel pun menghubungi atasannya meminta izin untuk mendapatkan akses ke rekaman CCTV.

Sementara itu di kamar VIP yang terletak di lantai atas ….

Dodi selaku atasan di hotel ini menerima panggilan dari anak buahnya, lalu dia dengan hati-hati melirik ke pria yang sedang duduk di sofa.

“Pak Hengky, Bu Winda mau periksa rekaman CCTV. Gimana, Pak?”

“Kasih saja,” jawab Hengky.

“Pak Dodi, tolong rekamannya ditampilkan di layar aula,” ujar Santo, asistennya Hengky, sembari menyerahkan sebuah flash disk kepada Dodi.

Satu menit kemudian, layar besar yang berada di aula menampilkan rekaman CCTV dari kejadian barusan.

“Mama kamu sudah lama nggak ada ….”

“Mama kamu memang hidupnya pendek ….”

“Papa kamu sama sekali nggak suka sama dia ….”

Suara Clara terdengar sangat jelas menggema di satu aula, dan James hanya menatap Clara dengan ekspresi syok. Dia masih tidak percaya perempuan yang biasanya begitu manis dan lemah lembut ternyata bisa berkata pedas seperti itu kepada putri sulungnya.

Video rekaman masih terus berlangsung memperlihatkan bahwa Winda sama sekali tidak bersentuhan dengan Clara secara fisik. Terbukti memang Clara sendiri yang menjatuhkan diri dari tangga. Clara pun tidak berani lagi berpura-pura karena tertangkap basah. Dia buru-buru berdiri menggenggam lengan James dan berkata, “James, bukan begitu. Tolong dengar dulu penjelasanku.”

“Dasar cewek setan, apa lagi yang mau kamu jelasin?!” kata James sembari menampar Clara.

“James, percayalah sama aku. Video rekaman itu palsu. Lokasi tempat aku jatuh itu titik buta yang nggak kena CCTV. Nggak mungkin ada yang punya rekamannya!”

“Ternyata dari awal kamu sudah tahu kalau itu titik buta? Kamu sengaja mau jebak aku, ‘kan?”

“Winda, kamu sampai bikin rekaman palsu cuma untuk lari dari tuduhan? Pelayan rumah saja ngelihat sendiri kamu yang dorong aku, kamu ….”

“Maaf, Pak James. Saya disogok sama Bu Clara buat kasih kesaksian palsu. Sebenarnya Bu Clara memang pura-pura hamil.”

Pelayan yang semula membela Clara tiba-tiba berkhianat dan memihak ke Winda.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status