"Wedang lemon sungguh nikmat."Jaka meneguk minuman di veples yang terbuat dari emas. Minuman itu terasa hangat lewat di tenggorokan dan menetralisir udara dingin yang menusuk tubuh."Sayang sekali wedang ini tidak boleh diperjualbelikan di negeri manusia."Setiap produksi apapun di kerajaan Nusa Kencana terlarang untuk diproduksi di negara lain, sebab tidak berlaku lisensi.Malam mulai turun saat mereka memasuki hutan hijau dengan pepohonan dan rerumputan tumbuh rapi seperti hutan buatan.Mereka singgah di sebuah dangau karena kuda sudah tampak letih."Kita bermalam di sini saja tuan," kata Melati. "Dangau ini sangat nyaman.""Kita istirahat sejenak saja," sahut Jaka. "Setelah kuda kembali bugar, kita berangkat lagi."Mereka sudah menempuh separuh perjalanan, perkiraan Jaka tiba di keraton gubernur menjelang pagi.Jaka menyukai perjalanan di malam hari karena udara sangat segar, kecuali perbekalan habis, mereka perlu warung untuk mengisi perut.Mereka juga bisa memacu kuda di perkamp
Jaka tiba di keraton gubernur sebelum matahari memancarkan sinarnya.Ada empat penjaga siap siaga di pintu gerbang dengan tombak di tangan.Mereka tidak mengenali putera mahkota."Terlalu pagi untuk bertamu, tuan," kata kepala penjaga. "Pak Gubernur tidur larut malam mempersiapkan penyambutan kedatangan putera mahkota hari ini."Jaka menoleh ke arah Melati, pelayan pribadi itu menggeleng, bukan dirinya yang memberi kabar kepada gubernur."Dari mana Pak Gubernur tahu bahwa pangeran datang hari ini?" tanya Jaka."Kemarin sore puteri mahkota memberi kabar. Pak Gubernur kalang kabut karena harus menyiapkan segala sesuatunya secara mendadak.""Kapan perkiraan putera mahkota datang?""Siang ini. Menurut informasi, kemungkinan putera mahkota bermalam di penginapan alun-alun.""Kapan aku bisa bertemu dengan Pak Gubernur?""Setelah matahari satu tombak, tuan. Begitu pesan ajudannya.""Aku menunggu di mana? Apakah di keraton ada ruang tunggu?""Tuan sudah janji sebelumnya?""Belum.""Maaf tuan,
"Lalu Rihana mana?"Jaka memandang Rihani yang melelang senyum manisnya."Lagi bersolek," jawab Rihani. "Barangkali sebentar lagi selesai."Jaka jadi penasaran menunggu kemunculan saudara kembarnya. Rihani saja seperti gentong berjalan, Rihana pasti seperti kaleng kerupuk.Tapi Jaka tidak mempersoalkan pilihan puteri mahkota. Perempuan mempunyai selera lebih baik daripada lelaki, dan kebaikan itu bukan sekedar pertimbangan fisik.Jaka bertanya kepada gubernur, "Bisakah kau panggil Wisesa untuk menghadapku?""Anak sulung saya sebentar lagi datang, pangeran," jawab gubernur. "Semalam ia pulang sangat larut untuk membantu persiapan penyambutan pangeran."Wisesa adalah putra sulung gubernur dan menjadi wedana untuk beberapa distrik.Ia seorang wedana berprestasi dan paling populer di antara wedana lain."Nah, itu orangnya," kata gubernur saat anak sulungnya muncul di graha tamu.Wisesa memberi penghormatan kepada Jaka, "Salam sejahtera untuk pangeran, semoga panjang umur."Wisesa duduk di
"Terima kasih atas hidangan istimewanya."Selesai makan pagi, Jaka masuk ke kamar yang indah dan harum semerbak, berbaring di kasur empuk.Perut kenyang menyebabkan mata terasa berat. Panggang hati angsa sungguh lezat bagaimana pun bodohnya juru masak.Jaka terbangun siang hari, dan menemukan Rihana tengah duduk di sisinya, seperti saat ia tertidur."Pangeran tidur pulas sekali," kata Rihana. "Aku sudah menyiapkan peralatan mandi jika pangeran mau membersihkan badan.""Jika? Berarti ada pilihan lain?"Jaka bangkit duduk."Pilihan itu ada pada pangeran."Jaka merasa sangat dimanjakan. Di meja berukir sudah tersedia teh hijau dan penganan. Jaka jadi teringat Melati, ia menyimpan teh di payudara dan penganan di organ intim sebelum diolah, untuk menciptakan cita rasa istimewa."Kau berpendidikan western seperti Melati. Apakah kau mengolah makanan dan minuman seperti Melati juga?""Aku ingin mempersembahkan yang terbaik untuk pangeran sebelum yang terbaik itu hilang.""Jadi kau masih...?"
"Aku melihat ada perubahan pada pangeran."Melati memacu kuda mengimbangi kecepatan kuda yang ditunggangi Jaka."Pangeran kelihatan tenang dan tidak tergesa-gesa.""Tidak ada lagi alasan untuk tergesa-gesa."Restu Ambu dan Abah untuk memenuhi perjanjian leluhur membuat hati Jaka sangat nyaman. Mereka juga tidak dipusingkan dengan ekonomi, tinggal di mansion dengan segala kemewahan.Mereka mempunyai kesibukan masing-masing, Ambu mengurus rakyat, sedangkan Abah mengurus pertanian."Kita menyambangi Minarti di Puri Mentari.""Bukankah Minarti tinggal di istana bersama Patih Mahameru?"Melati tidak dapat mendeteksi keberadaan Minarti karena tertutup tabir terawang."Ia lagi meninjau Puri Mentari.""Untuk berapa lama berada di Puri Mentari? Kita butuh sehari semalam untuk sampai di Puri Mentari.""Cukup untuk menunggu kita."Padahal Jaka tidak tahu kapan Minarti kembali ke istana, tapi ia akan membuatnya bertahan dengan ilmu Selubung Khayali.Jaka sudah berjanji menyambanginya selama semi
"Pangeran datang."Kemunculan pelayan penginapan di pintu kamar mengejutkan Minarti. Ia memandang gadis berparas ayu itu tanpa berkedip seolah mendengar matahari terbit di sebelah barat."Ia menunggu di ruang welcome."Minarti urung memasukkan pakaian ke kotak berlapis kulit, ia sedang berkemas untuk kembali ke Kotaraja."Sudah kau suguhi hidangan.""Sudah."Minarti segera turun lewat lift mekanik terbuat dari kayu langka, dengan model terbuka.Tiba di lantai dasar, Minarti melihat Jaka Slebor tengah bercengkrama dengan beberapa pelayan.Mereka bubar saat melihat Minarti datang.Minarti memberi penghormatan, "Salam sejahtera untuk pangeran, semoga panjang umur."Jaka memandang perempuan yang berpakaian sangat seksi itu."Aku lihat kereta sudah siap di halaman. Apakah kau akan berangkat ke Kotaraja pagi ini?""Tentu saja aku menunda kepergianku dengan kedatangan pangeran.""Rencanamu jadi terganggu.""Tiada rencana selain menantikan kedatangan pangeran.""Di manakah aku beristirahat?"
"Kamu haid?"Jaka terkejut ketika melihat alat vitalnya berlumuran darah."Berhubungan saat datang bulan berisiko buat kesehatan."Minarti berusaha tersenyum di tengah rasa sakit luar biasa."Bukan darah haid."Jaka memandang tak berkedip perempuan dalam tindihannya. Mata bening kebiruan itu mengguyur sejuk dan menghempaskan pada kenyataan yang sulit dipercaya."Aku bercinta dengan suamiku tanpa penetrasi. Kami ingin mempersembahkan untuk pangeran."Mereka merasa bangga putera mahkota sudi memberkati pernikahan mereka dengan bercinta, sepekan pula.Sebuah logika unik.Minarti sangat bahagia saat pangeran menghantamnya dengan sangat bernafsu, pesonanya berarti mampu memancing gairah, meski ia kesakitan tiada tara."Kau mestinya bilang." Jaka mengecup bibir sensual itu dengan mesra. "Maafkan aku sudah berbuat kasar.""Pangeran bebas berbuat sekehendak hati terhadap diriku. Kepuasan pangeran adalah kehormatan bagiku. Maafkan aku sudah mengecewakan pangeran karena kelewat mellow."Jaka be
"Begitulah perempuan, Gemblung."Jaka memacu kuda dengan cepat melintasi jalan berkerikil di Hutan Gerimis."Kalau sudah kepingin, di atas rumput pun jadi."Jaka sebenarnya tidak enak seolah menghinakan perempuan, tapi Melati mendesak untuk dihinakan."Yang Mulia menjatuhkan martabat sendiri," kata si Gemblung. "Masa putera mahkota bercinta di semak-semak?""Di depan cinta semua insan sama, Gemblung. Tidak ada yang bermartabat, semua bermuka syahwat."Sekarang Jaka bebas mengembara seorang diri. Ia pusing berkelana ditemani perempuan, pikirannya sulit jernih.Perjalanan menjadi Raja Agung bukan persoalan yang mesti diselesaikan dengan wanita.Jaka berkewajiban mempersatukan kerajaan di seluruh jazirah ini di bawah kekuasaan Raja Agung."Kita kemalaman di hutan gerimis, Gemblung," ujar Jaka. "Aku jadi teringat pertama kali datang ke negeri ini.""Hutan Gerimis sekarang sangat nyaman, tidak menyeramkan seperti dulu.""Karena sudah tidak ada lagi cerita cinta yang tertinggal."Mereka tid