Tentu saja Pangeran Tengkorak terkejut. Mengapa dua pengawal itu malah menyerangnya? Apa yang terjadi dengan mereka?Pangeran Tengkorak tidak ada waktu untuk berpikir. Ia pasti mati konyol kalau membiarkan serangan itu, karena tahu bagaimana ganasnya ajian Samber Nyawa."Kurang ajar!" geram Pangeran Tengkorak sambil mengeluarkan ajian Halimun Senja. Ia tidak main-main menghadapi ajian mereka. "Kalian ingin cari mampus?"Brajaseta minta pada anak buahnya untuk menjauh dari areal pertarungan. Ajian Halimun Senja terkenal sangat kejam, mengandung hawa dingin dan beracun. Siapapun yang terkena hawa itu darahnya akan membeku dan mati.Pukulan beracun dari dua pengawal itu dapat dimentahkan dan hawa dingin melaju kencang menghantam tubuh mereka. Sekejap dua pendekar itu berdiri kaku, kemudian tumbang meregang nyawa. Mereka mati di tangan majikan sendiri.Jaka tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya berdiri. Hawa beracun yang menerpa tubuhnya dinetralkan oleh air kehidupan yang mengalir di d
Dewi Anjani keluar dari persembunyian. Ia mendatangi Jaka dan memujinya, "Kau sungguh hebat, kanda. Kerajaan tenteram dan damai berada di bawah kekuasaanmu."Nirmala memandang kagum. "Tuan Muda kini jadi penguasa dunia perkelahian. Tidak ada yang perlu ditakuti lagi akan banyaknya ancaman dari dalam atau luar.""Aku tidak pernah takut selama berpijak pada kebenaran, Nirmala," kata Jaka. "Kematian Pangeran Tengkorak membuatku makin banyak musuh, hal yang sebenarnya ingin aku hindari."Gentong Ketawa salah sambung, "Tuan Muda tidak perlu menghindari mereka dengan ilmu yang dimiliki. Mereka pasti kecut untuk bentrok dengan Tuan Muda. Aku lihat beberapa tokoh pendekar golongan hitam langsung pergi begitu tahu siapa yang tengah bertarung."Jaka menjelaskan dengan sabar, "Maksudnya aku tidak mau punya musuh, Gentong. Bukan kabur kalau berjumpa dengan musuh." Nirmala berpantun, "Ikan kembung menari badut...salah sambung, Gendut!""Aku heran mereka begitu bebas masuk ke Hutan Gerimis," ujar J
Jaka mengangkat tubuh Dewi Anjani yang bersimpuh di depannya sambil berkata, "Jangan terlalu tinggi memandangku, dinda. Cermin Mustika belum tentu menunjukku jadi maharaja."Jaka tidak tertarik untuk jadi maharaja di kerajaan Nusa Kencana. Dia ikut pulang bersama mereka ke istana karena ingin menanam benih di rahim Dewi Anjani secara resmi, sesuai permintaan gurunya, kemudian pergi ke Bukit Penamburan untuk melaksanakan tirakat di tujuh air terjun. Ia ingin segera pulang ke rumah.Jaka bisa saja berendam di air mata pengukuhan di istana. Jadi tidak perlu susah payah memiliki ilmu Salin Raga. Tapi kepergiannya diketahui oleh pihak kerajaan. Ia kuatir Patih Mahameru dan kawan-kawan menyusul ke kampungnya.Mereka menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Jaka berjalan di samping Dewi Anjani yang naik kuda jantan, di belakang mengikuti Gentong Ketawa dan Nirmala yang naik kuda betina. Jaka heran tidak menemukan Fredy yang dibuang di Hutan Gerimis. Apakah ilmu Tembus Pandang tingkat pamun
"Pangeran Penamburan sungguh licik," geram Patih Mahameru. "Ia memobilisasi rakyat untuk tameng."Jaka bertanya untuk memastikan, "Jadi mereka adalah rakyat yang dipersenjatai?""Mereka adalah para pemuda yang dipaksa jadi balatentara karena keluarganya diancam akan dibunuh.""Kalau begitu kau dan rombongan segera pergi untuk menyongsong musuh di depan, aku menghadang mereka di sini."Dewi Anjani kaget. "Bukankah kata kanda mereka jumlahnya hampir dua ratus orang?""Aku kira hanya beberapa belas saja yang berilmu tinggi, selebihnya adalah prajurit yang tidak layak mati. Mereka adalah rakyat Nusa Kencana yang teraniaya. Aku sudah seharusnya menyelamatkan mereka."Patih Mahameru memandang heran, "Bagaimana Tuan Muda menyelamatkannya sementara mereka berada di bawah tekanan Pangeran Penamburan?""Kau urus saja para penghadang di depan, para pemberontak bagianku.""Baik, Tuan Muda."Patih Mahameru menuruti permintaannya, meski sangsi apakah pemuda itu sanggup menghadapi balatentara yang be
Jaka menghentikan serangan saat Pangeran Penamburan dan pasukannya hilang tersapu angin. Sungguh ilmu kanuragan yang sangat dahsyat mampu menghalau musuh demikian banyak laksana anai-anai yang beterbangan.Di hadapannya tidak ada satu juga makhluk yang tersisa. Mereka tersapu bersih. Jaka sengaja memusatkan pukulan pada para penunggang kuda sehingga pohon dan tanaman perdu tidak terkena dampak dari serangannya.Hal yang sulit dilakukan oleh gurunya sendiri, Ki Gendeng Sejagat. Air mata bidadari dan air kehidupan yang bercampur di dalam darahnya membuat Jaka mampu mengendalikan ajian Badai Cemara sesuai kebutuhan.Dewi Anjani bertanya dengan cemas," Apakah para prajurit yang tersapu angin itu akan tewas semua, kanda?""Aku kira tidak ada yang tewas," jawab Jaka. "Ada beberapa prajurit mungkin mengalami patah tulang saat terjatuh ke bumi. Aku kira hal itu tidak bisa dihindari untuk pasukan yang begitu banyaknya."Gentong Ketawa seolah membela Jaka. "Betul, Tuan Puteri. Korban jiwa pasti
Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa dari kerajaan Utara serempak menyerbu. Jaka Slebor meladeni dengan santai.Patih Mahameru jadi semakin curiga kalau pemuda itu bukan calon pangeran kedelapan. Ilmu tembus pandangnya sulit untuk melihat siapa raga aslinya. Jaka Slebor tidak mungkin memiliki ilmu yang demikian tinggi dalam waktu tujuh bulan!Pemuda itu seakan bermain-main melayani mereka. Padahal tujuh tokoh sakti dari Utara bukan musuh kaleng-kaleng!"Dua tukang kentut!" seru Jaka saat berhasil menepuk pantat salah satu dari mereka sehingga mengeluarkan bunyi kentut.Patih Mahameru adalah panglima balatentara berumur separuh baya dan tidak hidup di jaman Ki Gendeng Sejagat saat menguasai dunia perkelahian. Jadi ia belum pernah menyaksikan kehebatan jurus Cinta di Ranting Cemara.Ia tidak tahu kalau jurus langka itu memiliki karakter yang nyeleneh, memaksa musuh untuk kentut atau sendawa supaya seluruh angin keluar dari dalam tubuh sehingga kekurangan oksigen dan mati lemas.Dewi Anjani da
Jaka melesat terbang ke pucuk pohon dengan menggunakan ilmu peringan tubuh Tapak Layang dan mencegat Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa yang hendak kabur."Mau lari ke mana kalian, tujuh tukang kentut?" sergah Jaka sambil berdiri di atas pucuk pohon. "Tinggalkan seluruh pakaian kalian, baru boleh pergi. Atau aku paksa kalian untuk telanjang bulat?"Mereka sebenarnya layak untuk mati mengingat sepak terjangnya yang kejam dan bengis. Tapi Jaka ingin memberi pelajaran yang lebih menderita dari kematian, menanggung malu seumur hidup!Mereka pasti mencari pakaian ke perkampungan penduduk, karena tidak mungkin pulang ke kerajaan Utara tanpa busana. Suatu kehinaan yang tiada terperi bagi tokoh sakti muncul di depan umum dengan telanjang bulat.Kehinaan yang berakibat pada hilangnya kesaktian untuk beberapa tahun. Telanjang bulat di depan umum adalah pantangan dari ilmu kanuragan di dunia perkelahian, kecuali telanjang dengan sengaja untuk hiburan seperti Nyai Penghasut Birahi. Itu juga ada acara r
Mereka memberi penghormatan secara serempak sambil bersimpuh, "Salam kami untuk Raja Agung.""Apa-apaan kalian?" hardik Jaka kaget. "Bangkitlah."Mereka bangkit berdiri. Wajah prajurit pengawal kelihatan berseri meski menderita akibat pertarungan yang sangat berat. Semua bergembira mendapati kenyataan bahwa pemuda yang berdiri di hadapan mereka adalah Raja Agung yang ditunggu-tunggu. "Aku tidak mau kalian perlakukan secara berlebihan sebelum Cermin Mustika menobatkan siapa aku," tegur Jaka. "Aku tidak mau bernasib seperti sahabatku."Dewi Anjani memandang pujaan hatinya dengan sukacita. "Aku yakin kanda adalah Raja Agung yang ditunggu-tunggu, yang mengembalikan kejayaan kerajaan di masa lampau, menciptakan masyarakat adil makmur gemah ripah loh jinawi.""Bagaimana kau bisa yakin kalau aku adalah Raja Agung? Padahal sebelumnya Mahameru curiga berat kalau aku ini jelmaan putera mahkota dari kerajaan Sihir, Pangeran Bramantana.""Menurut keterangan di dalam lembaran Sapta Cinta atau lemb