"Entahlah, aku tak bisa mengatakan itu. Yang jelas aku curiga padanya setelah apa yang aku lihat tadi," jawab Yoshi dengan tenang."Memangnya apa yang Nona lihat?" Seok Hyeon bertanya cepat. Yoshi menggeser duduknya, dia dan Seok Hyeon kini saling berhadapan. Seperti dua orang sahabat yang asik rumpi!"Tadi aku sebenarnya melihat Lee Hyun berjalan buru-buru sekali, jadi aku berbohong padamu soal pergi ke toilet. Aku mengikutinya karena curiga," terang Yoshi yang membuat Seok Hyeon menegakkan tubuhnya."Lalu?" Tanya Pria itu makin penasaran. "Rupanya Lee Hyun bertemu dengan seorang pria misterius, aku tak tahu siapa yang dia temui. Tapi yang jelas dia bukan orang negara ini, dilihat dari perawakannya dan juga samar-samar bahasa yang mereka gunakan. Kesimpulannya, Lee Hyun bertemu dengan seseorang dari Korea Selatan di Paris entah untuk tujuan apa!" Yoshi berkata sangat serius. Keduanya terlalu fokus sampai tak sadar kalau mobil yang keduanya kendarai sudah sampai di basement hotel.
"Sampai apa?" Kejar Ernest yang sudah sangat penasaran. Hiraya malah bangkit dari duduknya, dia berjalan keluar dari kamarnya dan menggedor-gedor pintu kamar hotel di sebelahnya. Itu adalah kamar Lee Hyun, seharusnya pria itu sudah kembali sekarang. Ernest ikut keluar, dia melihat Hiraya tengah kalut. Pikirannya pasti kosong, tiba-tiba saja dia pergi ke kamar Lee Hyun padahal dia tahu pria itu pergi entah ke mana sejak Fashion Week berakhir tadi. "Hiraya tenang, Lee Hyun keluar kan?" Ernest menghentikan tangan Hiraya yang terus memukul daun pintu. Gadis itu menolehkan kepalanya, matanya sudah mengerjap menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Eh hei jangan menangis," lirih Ernest dan membawa gadis itu ke pelukan. Tangan Ernest mengusap pelan punggung Hiraya, dagunya bertumpu pada puncak kepala Hiraya dan mengecupnya pelan. Memberikan kenyamanan sekaligus rasa aman pada Hiraya. Entah bagaimana tapi Hiraya merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja hanya karena pelukan
Naomi lalu melangkah pergi dari taman belakang hotel sembari menutup sambungan telepon. Dari balik tempat persembunyiannya, Ernest mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia benar-benar marah sekarang dan ingin sekali rasanya memberi Naomi pelajaran. Begitu Naomi pergi, Ernest lekas berjalan dengan terburu-buru mendekati Hiraya yang tengah berdiri memindai sekeliling. "Eh Ernest!" Hiraya tampak terkejut dengan cekalan di tangan yang tiba-tiba. Apalagi wajah Ernest tampak lebih serius, dengan rahang yang mengeras dan matanya mengkilat penuh amarah. "Ka-kamu kenapa?" Tanya Hiraya, kali ini dengan nada yang tak lagi dingin seperti biasanya. Mendadak gadis itu panik berhadapan dengan sisi Ernest yang seperti ini. "Ada yang harus segera kita bereskan," balasnya dengan cepat dan menarik tangan Hiraya agar keluar dari area hotel. Pria itu juga mengendari mobil sendiri, menyerahkan masker hitam dan juga topi yang cukup untuk menutupi sebagian wajah kepada Hiraya. Hal itu juga dia lakukan, me
Ernest hendak berdiri, dia juga sudah melepaskan tangannya yang semula membekap mulut Hiraya. Gadis itu sudah merasa lega, sebab sejak tadi dia engap tak terkira dan kesusahan bernafas. "Jangan," lirih Hiraya yang tahu apa niat Ernest. Tangan putih gadis itu menghentikan ancang-ancang Ernest yang hendak berdiri dan lekas pergi. Hiraya tahu apa yang Ernest pikirkan sekarang, pria itu sudah di penuhi kabut amarah. Matanya mengkilat tajam, dengan rahang yang sudah mengeras sejak keduanya pergi dari hotel. "Kenapa?" Ernest mengerutkan keningnya, dia malah fokus pada Hiraya. Padahal niat awalnya tadi adalah ingin memberi pelajaran pada pria kurang ajar yang sudah berani mengusik kehidupan tenangnya. Sekaligus partner Naomi berbuat hal buruk pada mereka. Hiraya menggeleng dan menahan lengan Ernest, dia tidak mau suaminya bertindak gegabah. Apalagi mereka tengah berada di negara orang, mana mungkin Hiraya membiarkan Ernest berbuat kriminal. "Jangan ceroboh Ernest, kita tidak perlu meng
"Katakan saja yang sebenarnya dan akui kesalahanmu, maka semuanya akan berakhir dengan mudah!" Ernest makin menekan Leon agar dia terpojok dan mengakui kesalahannya. Ernest yakin kalau Leon lah pria yang tadi dia lihat, entah dengan siapa lagi dia bekerjasama. Di kepala Ernest hanya ada pemikiran bahwa dia harus memberi pelajaran yang akan Leon ingat seumur hidup. "Dasar bodoh! Kamu telah salah menuduh orang. Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan Ernest," kilah Leon lagi. Dengan santainya dia justru meminum kopi yang telah dia pesan. Tanpa banyak basa-basi, Ernest menampik cangkir kopi tersebut hingga jatuh ke lantai. Leon langsung berdiri ketika kopi yang seharusnya dia minum justru membasahi baju hangat nan mahal miliknya, wajah tidak suka langsung dia tampilkan.Tatapan permusuhan dia tunjukkan pada Ernest yang tersenyum miring. "Jangan kurang ajar padaku Ernest!" Leon mencengkeram kerah kemeja Ernest kuat-kuat. Dia melampiaskan kekesalannya pada pria yang telah merampas c
Apa yang dikatakan Leon hanya dianggap gelembung sabun oleh Hiraya. Gadis itu malah memutar bola matanya malas. "Dia benar-benar mabuk," gumam gadis itu tidak tertarik lalu menarik tangan Ernest agar pergi dari tempat itu. Baru saja hendak berbalik, Leon kembali bersuara. "Aku mengenalmu lebih baik dari pada Ernest dan itu faktanya Hiraya! Kau mungkin tak tahu tapi aku sudah mencintaimu sejak lama."Ungkapan cinta dari Leon secara tiba-tiba membuat Hiraya menghentikan langkahnya. Gadis itu berbalik badan begitu juga Ernest. Tak ada ekspresi di wajahnya Hiraya, dia hanya menatap malas wajah Leon yang punya memar di beberapa titik. "Ucapan mu tak berarti apa-apa bagiku Leon, cinta atau apa lah itu. Bagiku itu hanya sekedar angin lalu," balas Hiraya dengan tatapan sengit. Ernest balas tersenyum mendengarnya, dia menatap Leon dengan tatapan menghina. Di saat yang sama Seok Hyeon, Joan dan Haru datang ke tempat tersebut. Joan dan Haru merupakan bodyguard yang paling Ernest percayai, d
Hiraya malah mendekati wajah Ernest, dia tersenyum gemas melihat wajah Ernest yang memerah. Di jarak yang dekat seperti ini, Hiraya bisa melihat sisi lain Ernest. Pria itu tampak sangat malu-malu. Bahkan dia tidak berani menatap mata Hiraya meski keduanya benar-benar berhadapan. "Kau penasaran dengan masa lalu ku hanya karena ucapan Leon tadi?" Tanya Hiraya, gadis itu menebak dengan tepat. Mata Ernest membulat sempurna mendengarnya. Bagaimana bisa hadis di depannya ini tahu isi kepalanya. Apa Hiraya cenayang?"Kau—""Apa? Aku menebaknya dengan benar kan?" Cecar Hiraya yang tak sabaran. Akhirnya Ernest mengangguk mengiyakan, dia juga menatap wajah Hiraya dengan tatapan bersalah. Dia benar-benar tak enak hati dengan gadis itu. "Iya," jawabnya. Hiraya malah tertawa kecil, dia kemudian menepuk-nepuk pundak Ernest yang masih terbalut kemeja hitam. "Kau tak perlu mendengarkan ucapan Leon. Dia itu pria sakit jiwa yang entah bagaimana ceritanya bisa terobsesi padaku, tapi demi Tuhan! Ak
Dua hari, sudah dua hari sejak kepulangan mereka dari Paris tempo hari. Akan tetapi Hiraya masih saja mengindari ernest. Gadis itu masih susah diajak kontak mata, jika pun mereka memang harus berdekatan dan berbicara maka Hiraya akan mengalihkan pandangannya ke arah yang lain meski kepalanya menghadap ke arah pria itu. Sungguh menyebalkan!Ernest merasa kesal sendiri berada di situasi seperti itu. Rasanya dia sangat ingin menarik Hiraya ke pelukannya dan membuat gadis itu tak bisa ke mana-mana. "Ck! Kenapa hari ini dia masih saja seperti itu," dengus Ernest ketika Hiraya enggan melirik ke arahnya. Saat ini mereka tengah istirahat, nanti dua jam lagi Ernest harus pulang lebih awal dari jadwalnya di lokasi syuting. Sebab ada jadwal lain, Ernest harus menghadiri salah satu pop up store dari brand lokal yang menggaet dirinya sebagai brand ambassador. "Ernest, hari ini Lee Hyun tak masuk lagi?" Tanya Haru-- salah satu bodyguardnya. Haru dan Joan adalah dua orang bodyguard terbaik yan