Ernest merotasikan bola matanya malas, dia sudah jengah dengan Hiraya bahkan sebelum sandiwara mereka dimulai. Aktor itu merasa tak nyaman karena aura dominan yang keluar dari sang road manager.
"Apa lagi nona?" Ernest bertanya setengah hati.Hiraya melirik Lee Hyun yang masih berdiri mematung di tempatnya tidak jauh dari Hiraya dan Ernest berdiri."Lee Hyun apa kamu tidak ingin melakukan sesuatu? Aku ingin berbicara empat mata saja dengan Ernest," sindir Hiraya halus yang sebenarnya ingin mengusir pria itu kasar.Lee Hyun gelagapan mendengar ucapan Hiraya, dia kemudian menundukkan kepalanya memberi hormat lalu pergi dari sana meninggalkan dua orang itu di apartemen Ernest.Pria 28 tahun itu menyuruh Hiraya agar duduk, tidak lupa dia menuangkan jus yang tadi sempat asistennya bawa di atas meja."Jadi apa yang ingin kamu katakan nona?" Ernest menyerahkan segelas jus pada Hiraya."Kamu tahu kalau hubungan yang akan kita jalani tidak lebih dari hubungan bisnis saja, jadi aku akan memberikan beberapa syarat padamu agar kita bisa sama-sama nyaman melakukannya," ucap Hiraya tenang setelah meminum jus yang Ernest berikan.Tangan Hiraya kemudian merogoh sesuatu dari dalam tasnya, sebuah majalah ternama yang menjadikan skandal Ernest sebagai tag line pemberitaan mereka. Hiraya menyerahkannya pada Ernest.Mata pria itu awas membaca artikel yang ada dalam majalah itu seksama, ada dua foto juga yang dipajang di sana. Satu foto dimana Hiraya memapah Ernest dan satu lagi foto sepasang kekasih yang tengah tidur bersama disebuah kamar hotel. Ernest melongo tidak percaya dengan apa yang dilihat.Semenjak skandal itu tersebar dia hanya tahu kalau dirinya terjerat skandal besar dan beberapa kontrak pekerjaan yang sudah dia terima dibatalkan begitu saja sebelum dia memberikan penjelasan pada media."Foto ini bagaimana bisa terpajang di sini?" Ernest menatap Hiraya penuh tanda tanya. Dia juga menunjuk foto sepasang kekasih yang tengah tidur di kamar hotel.Hiraya meletakkan gelas yang dia bawa dan menyenderkan tubuhnya ke sofa yang dia duduki."Kamu tahu tentang foto itu?" Hiraya mengerutkan keningnya."I-iya nona, foto sebelah kanan itu adalah foto yang aku ambil dua tahun lalu dengan Aeri Midorikawa aktris Jepang yang pernah menjadi kekasihku." Ernest memperhatikan potret itu seksama.Hiraya tidak habis pikir, bagaimana bisa ada orang yang membiarkan foto aib seperti itu tersimpan dalam memori dihidupnya."Itu artinya foto tersebut ada di ponselmu bukan? Lalu bagaimana bisa foto itu tersebar begitu saja?" Hiraya mengerutkan keningnya dan menahan emosi. Karena kecerobohan seseorang dia harus menanggung akibatnya.Dan karena hal itu pula dia harus terseret dalam masalah besar, dia harus dihukum atas kesalahan yang tidak dia lakukan."Aku tidak tahu nona, tapi sudah lama aku menghapusnya, sejak berpisah dengan Aeri foto itu sudah tidak ada lagi di ponselku." Ernest mengatakannya dengan jujur.Hiraya terdiam mendengar apa yang dikatakan Ernest, niatnya datang ke mari untuk mengajukan berbagai syarat pada Ernest terkait pernikahan kontrak mereka. Namun, harus dia urungkan karena mendapat fakta baru."Pertama-tama kita harus mencari tahu bagaimana bisa foto itu tersebar ke media," tutur Hiraya dengan serius.Ernest mengangguk, kemudian dia meraih ponselnya. "Aku akan coba bertanya dengan Aeri lebih dulu Nona. Mungkin dia tahu sesuatu," ujarnya."Memangnya dia tahu kalau kau memotretnya saat itu?" tanya Hiraya dengan wajah yang sinis."Tentu saja, aku tidak mungkin mengambil foto tanpa persetujuan orang lain!" Ernest berkata ketus.Pria berwajah putih itu segera mengetikkan beberapa digit nomor telepon di atas ponselnya. Dia tampak cemas menunggu sambungan telepon terhubung.Bahkan berkali-kali dia mencoba tapi tidak juga ada jawaban. Melihat itu Hiraya merasa tidak nyaman."Sudah-sudah! hentikan, tidak usah kau hubungi mantan mu itu. Lebih baik kita urus langsung ke media yang membuat berita ini nanti," ujar Hiraya dengan cepat.Kemudian dengan gerakan tangan Hiraya meminta Ernest untuk duduk di sofa berhadapan dengannya. Di saat itulah dia mengeluarkan sebuah map berwarna merah."Baca itu baik-baik dan cepat tanda tangan, aku harus segera pergi dari sini untuk membereskan skandal mu," ketus Hiraya.Ernest mendecik, tapi dia tetap membaca berkas yang ada di dalam map merah itu dengan seksama. Di dalamnya ada beberapa poin perjanjian selama keduanya melakukan pernikahan kontrak selama satu tahun.Poin-poin itu tidak ada yang memberatkan salah satu pihak, semuanya adil. Hal itu membuat Ernest gembira, lebih-lebih lagi pada poin tidak boleh saling mengatur kehidupan pribadi satu sama lain."Kau yakin dengan semua poin perjanjian ini Nona?" tanya Ernest sembari mengangkat berkas itu."Tentu saja, memangnya kenapa. Kau keberatan?" Hiraya malah balik bertanya."Tentu saja tidak, tapi apa kau cukup yakin dengan poin ke lima. Di sini tertulis kalau kita dilarang saling jatuh cinta, kau sungguh bisa melakukannya?" tanya Ernest dengan wajah tengil dan ekspresi mengejek."Apa maksudmu itu hah! tentu saja aku bisa, lagi pula untuk apa aku jatuh cinta padamu?" Hiraya membalasnya ketus.Ernest berdiri di dekat Hiraya, dengan posisi setengah menunduk karena Hiraya masih duduk di atas sofa. Tangan kiri pria itu bertumpu pada sandaran sofa, sedangkan matanya menelisik wajah Hiraya yang baru pertama kali dia lihat dari dekat."Kau tahu Nona, aku terkenal sebagai aktor dengan wajah paling tampan di negara ini. Dengan visual paripurna yang aku miliki, ku rasa kau akan kesulitan untuk tidak jatuh cinta." Ernest mengatakannya dengan nada yang jahil."Kau sangat percaya diri rupanya, Hei Ernest! Saat ini lebih baik kau pikirkan saja bagaimana lepas dari skandal itu saja. Jangan kau berpikir aneh-aneh kalau aku akan jatuh cinta padamu!"Setelah mengatakan itu, Hiraya mendorong tubuh Ernest agar menjauh darinya.Dua hari berikutnya, tanggal pernikahan kontrak itu dilaksanakan.Bowl gown pernikahan putih dari rancangan desainer ternama begitu indah membalut tubuh Hiraya, dia tampak begitu menawan dengan riasan wajah yang mempercantik penampilannya hari ini.Hiraya menghembuskan nafas berat dan memandangi bayangannya dari pantulan cermin. Dia masih tidak menyangka hidupnya akan berubah seperti ini, sebentar lagi dia akan menyandang status sebagai istri dari Yoon Jee Yeon.Meski dia tahu kalau pernikahan ini hanya hubungan diatas kertas saja. Tapi walaupun begitu dia tetap merasa gugup menghadapi hari ini."Lihat dirimu Hiraya, kamu menikah dengan orang yang tidak kamu cintai. Selain itu kisahmu begitu menyedihkan, pernikahan kontrak adalah mimpi buruk bagi siapa saja," ucap Hiraya lirih berbicara dengan pantulan dirinya di cermin sambil menahan air matanya yang siap jatuh kapan saja.Tanpa dia sadari Ernest sudah berdiri diambang pintu menatap nanar Hiraya yang membelakanginya. Dia mendadak merasa iba dengan gadis yang setahun lebih muda darinya itu, karena dia Hiraya harus merasakan hal pahit seperti ini."Papa hari ini aku menikah, tapi kalian tidak ada disini untuk menemaniku. Sungguh ini adalah hal terberat yang pernah aku alami," gumam Hiraya yang mulai tergugu.Hiraya terkejut karena ada sebuah tangan terulur didepannya membawakan sapu tangan untuknya. Gadis itu menolehkan kepalanya dan mendapati Ernest sudah berdiri disampingnya."Mau apa kau?" Hiraya bertanya penuh kebencian, dia masih tidak bisa menerima kenyataan kalau hidupnya hancur karena kesalahan bodoh dari Ernest.Tanpa mengatakan apapun Ernest justru mengusap air mata Hiraya pelan, dia juga menarik tubuh Hiraya agar bisa merengkuhnya.Gadis itu tidak menampik kalau dia merasa nyaman berada dalam pelukan Ernest, tapi dia masih memiliki akal sehat. Hiraya tidak mau terjatuh pada pria yang telah membuatnya membayar kesalahan itu."Lepaskan! Apa kamu ingin mengambil kesempatan dari keadaanku!" Hiraya membentak Ernest keras.Dia menjauh dua langkah kebelakang dari tempat Ernest berdiri, menjaga jarak dengan pria yang sebentar lagi akan menjadi 'suaminya'."Aku tidak bermaksud apa-apa nona, aku sungguh-" ucapan Ernest terhenti karena Hiraya mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Ernest."Cukup! Dengarkan aku, hubungan ini hanya sebatas sandiwara saja. Aku harap kamu bisa memahami itu." Hiraya berjalan menjauhi Ernest dan memakai cathedral veil dengan terburu-buru di kepalanya.Ernest yang melihat Hiraya kesusahan memakai veil berjalan mendekat, berniat membantunya."Berhenti di sana!" Hiraya membentak Ernest lagi tapi ini lebih keras dari sebelumnya.Ernest menghela nafas panjang, kemudian dia tetap membantu Hiraya memakai veil tanpa mengatakan apa-apa. Sedangkan perempuan itu juga terpaksa diam, berada di dekat pria itu membuat jantungnya berdetak kencang. Entah perasaan apa yang dia rasakan sekarang, tapi yang jelas Hiraya berusaha menepisnya. Setelah pemberkatan keduanya langsung melanjutkan resepsi, acara sandiwara itu benar-benar dikerjakan dengan baik. Hwang Dong Hae mempersiapkan ini semua seolah pernikahan ini nyata, padahal apa yang terjadi sekarang adalah rekayasa yang dia buat."Bersikaplah anggun layaknya gadis terhormat dan jangan mempermalukan aku!" Ernest berkata ketus ketika mereka berdiri berdampingan di pelaminan menyambut para tamu. "Kamu pikir aku gadis kampungan yang tidak tahu sopan santun? Seenaknya menghinaku seperti itu," jawab Hiraya lirih dengan tangan sibuk mengalami para tamu. Hiraya memakai gaun midnight blue bertabur Swarovski yang menampilkan kesan mewah untuknya, sedangkan Ernest memakai setelan
"Ingat Nona Hiraya, kalau aku bisa saja menyentuhmu kapan saja aku mau. Jadi tolong, jangan ingatkan aku tengang perjanjian pranikah itu lagi!" Ernest berkata dnegan tegas sambil terus menggendong Hiraya masuk ke villa. Mendengar perkataan Ernest bulu kuduk Hiraya berdiri, sekarang kata 'menyentuh' lebih horor dari pada film Suzanna. "I-iya aku tidak akan mengatakannya lagi," cicit Hiraya mengindari tatapan mata Ernest yang tajam. Pria itu membawa Hiraya ke sebuah kamar yang ada di vila tersebut, jantungnya seperti akan melesat dari tempatnya. Ernest mendudukkannya di tepi ranjang dan melepas jas yang dia kenakan. Suasananya menjadi sangat canggung sekarang. Beberapa hari lalu mereka hanya sebatas rekan kerja, hubungan mereka tak lebih dari aktor dengan road managernya saja. Tapi kini, mendadak mereka jadi suami-istri!"Tidurlah, disitu sudah ada pakaian ganti. Aku tidak tahu bagaimana selera pakaianmu jadi aku pilihkan beberapa potong pakaian yang bisa kamu pakai." Ernest menunju
Hiraya memutuskan untuk pulang saat jam menunjukkan pukul empat sore. Mau dipaksakan bagaimana pun dia juga sadar kalau skandal Ernest tidak bisa selesai hanya satu hari. Perempuan itu berjalan keluar bersama Yoshi. Hiraya terkejut ketika keluar dari lobi gedung agensi Diamond Entertainment. Langkahnya mendadak terhenti karena kaki jenjang seorang pria menghalangi jalannya. Yoshi yang sejak tadi tertawa bersamanya mendadak diam, nyalinya ciut dan berdiri dibelakang Hiraya. "Mau kemana kamu?" Suara bariton khas milik pria berdarah asli Korea Selatan itu. Hiraya mendecak sebal, dia membenarkan mantel yang dia kenakan kemudian sedikit memajukan tubuhnya untuk melihat wajah Ernest. "Siapa kamu?" Hiraya melontarkan pertanyaan yang membuat Ernest mengerjapkan matanya, bingung!Bagaimana bisa Hiraya lupa dengan dirinya, apa karena kejadian pagi tadi jadi dia mendadak amnesia? Bagaimana bisa Hiraya lupa padanya yang kini berstatus suaminya sendiri?"Apa yang kamu katakan, aku ini Yoon J
Karena desakan dari Yoshi dan sisi kemanusiaannya yang terusik akhirnya Hiraya setuju untuk ikut bersama dengan Ernest. Rupanya pria itu telah membeli sebuah hunian mewah dikawasan elit Hangnam-dong, Seoul. Tempat yang sudah terkenal dengan fasilitas sultan tanpa perlu dijelaskan lagi.Mobil keduanya terparkir sempurna diparkiran dan Hiraya dengan malas mengikuti langkah Ernest. "Kenapa kita harus ke sini?" Hiraya membuang muka ketika menanyakannya. Ernest menoleh ke arah Hiraya yang tampak begitu kesal, dia mendadak berhenti dan membuat Hiraya menabrak tubuhnya karena gadis itu tidak fokus dengan jalannya."Aduh!" Pekik Hiraya memegangi kepalanya, dia melotot menatap Ernest yang berekspresi datar."Kamu bertanya kenapa kita harus ke sini? Ini adalah tempat terbaik dan paling nyaman di Seoul. Kamu tidak mau tinggal di sini?" tanya Ernest berang, dia tidak bisa mengerti isi kepala Hiraya. "Apa kamu pikir rumah-rumah yang ada selain di kawasan ini tidak nyaman? Kamu hanya membuang-b
"Untuk apa kita pergi ke Indonesia?" Tanya Hiraya pada Ernest yang tengah menunggu keputusannya. Ernest meletakkan alat makannya di meja, menatap lurus wajah perempuan itu. "Aku hanya ingin menemui orang tuamu, kita sekarang keluarga. Jadi apa salahnya jika berkunjung?"Hiraya malah mendecik pelan mendengar itu, karena bagi dirinya. Tidak akan ada yang berubah dalam kehidupannya, karena dia dan Ernest hanya menikah kontrak. Hiraya datang ke Seoul bukan untuk berkeluarga. "Kita hanya pasangan kontrak Ernest, jadi tidak perlu melakukan itu!" Tegas Hiraya lalu berdiri, dia bangkit dari duduknya tanpa menyelesaikan makan malam. Perempuan itu segera masuk ke dalam kamarnya sendiri tanpa menoleh lagi pada Ernest yang masih terpaku di tempatnya. Pria itu harus punya cukup kesabaran untuk menghadapinya. Ernest juga memijit pelipisnya perlahan, dia merasa frustrasi karena skandal yang menimpa karirnya. Di saat sedang ada di puncak, skandal itu harus memorak-porandakan semuanya. "Kira-kira
Ernest merasa jantungnya berdebar-debar kencang, dia juga sudah mulai sulit mengendalikan diri. Yang ada di otaknya kali ini hanya pintu unit rumahnya, dia harus kembali masuk. Tangan kanan pria itu sudah terulur meraih kenop pintu."Ernest, kami ingin mewawancarai mu!"Salah satu awak media sudah berhasil mendekat, dia menyodorkan handphone untuk merekam hasil wawancara. Ernest semakin panik, dia semakin kesulitan mengendalikan emosi. Pria itu memilih diam, hal itu dilihat oleh Hiraya. Dia merasakan ada yang janggal dari sikap Ernest. "Hiraya bisa kah kau urus ini dulu?" Tanya Ernest yang berbisik di telinga Hiraya. Perempuan itu menoleh, dia tidak terlalu paham tapi memilih untuk mengangguk. "Tentu," jawabnya. Setelah itu Hiraya menoleh pada awak media yang sudah berkumpul didepan mereka di jarak kurang dari dua meter. "Nona Hiraya, kau istri Ernest. Kami juga ingin meminta keterangan mu!"Hiraya tersenyum sekilas,"Tentu saja tapi sepertinya tidak sekarang. Hari ini Ernest ada j
Montgomery, nama media massa yang saat ini ada di dalam kepala Hiraya. Perempuan itu tengah berpikir keras apa kira-kira alasan yang tepat untuk dia datang ke tempat itu. "Hiraya," panggil Ernest cukup keras ketika dia sudah selesai melakukan pemotretan. Hiraya yang tengah melamun pun terlonjak kaget. "I-iya?" "Ada apa denganmu, kenapa malah melamun?" Tanya Ernest yang kini berdiri didepannya. Hiraya tersenyum kikuk, dia kemudian menjawab pelan. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya terkejut," jawabnya sembari berjalan keluar dari gedung pemotretan. Ernest juga berjalan dibelakangnya, "Tadi aku sudah memanggilmu dengan pelan, tapi kau tidak dengar jadi aku sedikit mengeraskan suaraku." "Jadi kau sudah selesai sejak tadi?" Hiraya bertanya sembari menoleh dan berhenti tepat di basement gedung. Ernest pun mengangguk, karena setidaknya dia sudah selesai sejak tiga puluh menit lalu. "Ya, aku selesai di jam setengah dua tadi. Dan sekarang sudah jam dua siang."Hiraya menepuk dahinya sendiri,
Hiraya terkejut, dia diam beberapa saat. Nama detektif bayaran itu cukup familiar ditelinganya. Ernest yang menyadari adanya perubahan ekspresi dalam diri Hiraya pun ikut berhenti, dia menoleh pada perempuan disampingnya itu dengan wajah penuh tanda tanya. "Ada apa Hiraya, kau mengenal nama itu?" Tanya Ernest. Hiraya segera menggeleng, kesadaran kembali menamparnya setelah tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. "Tidak, aku tidak mengenalnya. Hanya saja aku cukup terkejut Tuan Hong Dae sampai menyewa detektif bayaran juga," kilah Hiraya. Padahal sebenarnya, Hiraya bukan hanya mengenal nama detektif bayaran itu. Tapi lebih dari sekedar kenal, dia malah bekerja sama dengannya. "Oh begitu ya," balas Ernest sembari kembali berjalan mengikuti asisten bosnya itu. Ketiganya lalu sampai, Chung Seo mengetuk pintu ruangan Hwang Dong Hae terlebih dahulu, sinyal bahwa ada yang ingin masuk. Tok tok tok!"Tuan, Ernest dan Hiraya izin masuk." Lee Chung Seo memberi tahu, tapi masih ada di dekat